#####6
Seperti hari-hari kemarin, siang ini Olivia kembali makan siang dengan Arga dan Amanda. Tentu saja dia terpaksa ikut karena Amanda yang memohon. Olivia juga jadi ingat pembicaraan dia dengan Arga pagi tadi, tentang Arga yang meminta Olivia untuk lebih memprioritaskan Amanda saja dari pada pekerjaan.
"Jadi Manda, mulai besok Olivia akan lebih fokus padamu dari pada pekerjaan. Jika kamu butuh sesuatu, hubungi saja Olivia dan minta bantuannya." Arga berbicara selagi mereka bertiga menunggu makanan datang.
"Benarkah?" Amanda bertanya dengan mata berbinar bahagia. Arga tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Yes! Begitu dong, Yah. Ayah harus tahu apa yang aku mau tanpa harus di minta lebih dulu," ujar Amanda dengan bahagia. Dia lalu menggeser posisi duduknya agar semakin dekat dengan Arga, dan Amanda langsung memeluk ayahnya tersebut. Olivia memperhatikan, dan dia hanya ikut tersenyum. Bosnya terlihat sangat bahagia saat Amanda memeluknya secara tiba-tiba barusan.
"Jadi besok Kak Oliv bisa temenin aku ke kampus untuk daftar kuliah dong," ujar Amanda dengan semangat. Olivia tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Tentu saja. Jika kamu butuh teman saat ingin pergi kemana pun, aku akan menemani," jawab Olivia. Amanda terlihat sangat senang, hampir saja berteriak seperti anak kecil saking bahagianya. Namun dia ingat sedang berada di tempat umum, dan tak mau jadi pusat perhatian.
Tak lama kemudian, pelayan pun datang membawakan pesanan mereka. Amanda menyantap makanannya dengan raut wajah senang. Dia yang belum memiliki teman di sana merasa bahagia karena ada Olivia yang akan menemaninya kemana pun. Keluarga? Keluarga ayahnya bukanlah orang-orang yang baik untuknya.
Saat sedang menyantap makanan, Olivia merasakan getaran ponselnya dari dalam tas. Dia berhenti makan sesaat dan mengambil ponselnya. Ada panggilan masuk, namun Olivia tak menjawabnya. Terlihat ada beberapa pesan yang Olivia abaikan juga. Selanjutnya, Olivia mengubah ponselnya ke mode silent.
"Kak Oliv, permasalahan di rumah bagaimana?" Amanda bertanya di sela-sela acara makan mereka.
"Masih begitu-begitu saja. Belum ada solusi," jawab Olivia disertai senyuman. Amanda manggut-manggut mendengar itu. Tak ada obrolan lagi, mereka bertiga memutuskan untuk fokus pada makanan di depan mereka.
Olivia pun menikmati momen makan siang tersebut, berusaha untuk tak memikirkan hal lain. Karena Olivia yakin sekali, sepulangnya kerja nanti dia akan mendapatkan masalah lagi. Orang tuanya akan marah besar padanya.
***
Arga berjalan seorang diri menyusuri lorong rumah sakit. Kedua tangannya mengepal, dan sorot matanya memperlihatkan kalau dia sedang marah. Harusnya sekarang Arga masih berada di kantor dan kerja. Namun sebuah panggilan dari adiknya memaksa Arga untuk datang ke rumah sakit.
Setelah beberapa saat, akhirnya Arga sampai di depan sebuah kamar VVIP, tempat di mana ibunya di rawat. Arga hendak masuk, namun dia keduluan oleh adiknya yang keluar dari dalam kamar tersebut.
"Ibu sedang tidur. Jangan di ganggu," ucap adik Arga dengan ketus.
"Mau apa Sarah datang kemari?" Arga bertanya. Adik perempuan Arga yang bernama Arina tersebut tersenyum sinis, terlihat kesal.
"Dia mengadu tentang Amanda yang pulang ke sini. Dan dia melebih-lebihkan cerita, seolah dia sudah sangat menderita karena Amanda pulang. Dan lihat, gara-gara dia kondisi ibu drop lagi." Arina menjawab dengan penuh penekanan dalam setiap kata yang dia ucapkan.
"Aku gak peduli Amanda pulang atau tidak. Mau kalian ada masalah apapun, aku tak peduli. Tapi tolong bilang pada istrimu itu Kak. Kalau ada masalah, jangan sedikit-sedikit ngadu sama ibu. Itu bisa mengganggu kesehatan ibu." Arina berkata dengan sangat kesal.
"Jangan mentang-mentang jadi menantu kesayangan makanya seenaknya saja datang ke sini dan membuat ibu drop lagi," lanjut Arina. Setelah mengatakan itu, Arina berlalu dari hadapan Arga. Arga menghela nafas panjang mendengar itu. Dia lalu membuka pintu kamar ibunya dengan perlahan dan masuk ke dalam sana. Arga tak mendekat, hanya menatap ibunya dari dekat pintu saja. Ibunya sudah tua renta dan terserang berbagai jenis penyakit yang membuatnya harus terus di rumah sakit agar mendapatkan penanganan yang tepat.
Seperti yang Arina katakan, Sarah adalah menantu kesayangan ibunya. Bahkan bisa dibilang, ibu Arga lebih menyayangi Sarah dan anak-anak wanita itu ketimbang Arga dan Amanda. Entah alasan apa juga yang membuat ibu Arga sangat menyayangi Sarah, Arga juga tidak tahu.
Sarah, bukanlah sosok yang asing bagi Arga. Mereka pertama bertemu dulu sekali, saat masih zaman kuliah. Mereka berpacaran dan hendak lanjut ke hubungan yang lebih serius kala itu. Ibu Arga setuju dan sangat menyayangi Sarah.
Namun hubungan mereka terpaksa kandas di tengah jalan saat Sarah mengaku hamil. Jelas bukan anak Arga, karena Arga tak pernah meniduri Sarah.
Tak lama setelah putus, Arga mendengar kabar Sarah yang menikah dengan pria yang menghamilinya. Arga pun berusaha move on, dan di sanalah dia bertemu dengan mendiang istrinya, ibu kandung Amanda.
Namanya Mia. Dia adalah sosok yang membantu Arga untuk move on dari Sarah. Hubungan mereka pun berlanjut walau ibu Arga menentang. Dalam aspek apapun, sebenarnya Mia lebih unggul jika dibandingkan dengan Sarah. Namun entah kenapa restu ibu Arga hanya untuk Sarah juga.
Walau hubungan Arga dan Mia di tentang, Arga tetap memaksakan diri untuk menikahi Mia. Pernikahan mereka bahagia tentu saja, walau sering sekali ibu Arga yang menyenggol lebih dulu, bahkan sering menyuruh Arga menceraikan Mia.
Pernikahan Arga dan Mia langgeng, sampai akhirnya mereka harus terpisah karena kematian. Tujuh tahun yang lalu, Mia terkena kanker stadium akhir. Dan di saat masa-masa kritisnya, Arga di paksa oleh ibunya untuk menikahi Sarah yang saat itu sudah menjadi janda. Arga menolak, dan penolakannya menjadi pemicu retak hubungan antara dia dengan ibunya. Karena itu juga, ibu Arga jatuh sakit.
Setelah ibu Arga jatuh sakit, Arga di caci maki seluruh keluarga karena dianggap menjadi penyebab ibunya jatuh sakit. Hingga akhirnya mereka semua memaksa Arga untuk menuruti perintah ibunya, yaitu untuk menikahi Sarah.
Arga merasa tertekan waktu itu, hingga akhirnya memilih mengalah dan menuruti kemauan ibunya. Dan setelah sekian lama, Arga menyadari kalau dia salah mengambil keputusan itu. Harusnya dia teguh pada pendiriannya sendiri.
Dua bulan setelah menikahi Sarah, akhirnya Mia pun meninggal dunia. Dan Arga tak ada di samping Mia saat istrinya tersebut menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya. Karena hal itu, wajar saja Amanda membencinya sampai sekarang.
Apakah dia bahagia bersama Sarah setelah Mia meninggal dunia? Tidak. Kepergian Mia seolah membawa seluruh energi kehidupan dalam diri Arga. Dia menjalani pernikahan dengan Sarah hanya sebagai upaya melanjutkan hidup saja. Apalagi, 40 hari setelah meninggalnya Mia, Amanda terpaksa dikirim ke Singapura, untuk tinggal bersama keluarga Mia.
Arga semula beranggapan, mungkin dia bisa kembali mencintai Sarah mengingat mereka pernah menjalani hubungan dulu. Tapi ternyata tidak. Perubahan besar dalam diri Sarah membuat Arga merasa wanita itu berbeda dengan yang dulu. Dan cintanya pun tak kunjung hadir.
Sekarang, setelah Amanda pulang Arga tak ingin memikirkan apapun selain Amanda. Dia ingin yang terbaik untuk Amanda. Dia ingin menebus semua kesalahannya. Dia ingin menebus semua waktu yang sudah dia lewatkan dalam pertumbuhan Amanda.
Dan sepertinya, Sarah tidak menyukai itu. Makanya dia memanfaatkan rasa tidak suka ibu Arga terhadap Amanda. Arga tentu akan segera bicara pada Sarah. Dan kali ini, dia tidak akan mengalah lagi untuk mengorbankan anaknya. Amanda adalah prioritasnya mulai sekarang.
