Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 - Bertemu

Sebuah mobil hitam mewah berhenti di depan gedung pencakar langit yang begitu megah. Dengan sigap seorang pria membukakan pintu mobil kepada tuannya. 

Seorang pria tampan, gagah, bermanik keabuan turun dari mobil itu. Memperbaiki jasnya kemudian berjalan dengan wajah datar masuk ke dalam gedung tersebut. Seluruh karyawan membungkuk memberi hormat kepada pria yang tak lain adalah CEO mereka yang sering mereka beri julukan sang penguasa. 

"Selamat pagi pak." 

Tak ada jawaban, pria itu hanya berlalu dengan gagahnya tanpa memperdulikan sapaan karyawannya.

Sang penguasa dan asistennya itu masuk ke lift khusus CEO. Asisten menekan tombol 30 dan lift itu pun bergerak naik. 

Saat tiba di ruangan, Pria tersebut duduk di kursi kebesarannya. Dan Jason langsung melaporkan jadwal tuannya untuk hari ini dan sesuatu yang telah lama ia kerjakan namun belum membuahkan hasil. 

"Bagaimana tuan?" tanya Jason kepada atasannya sekaligus sahabatnya itu -- Alvaro Ricolas.

Alvaro masih terus saja menatap foto yang dikirim oleh asistennya itu. 

"Lumayan! bawa dia ke Apartemenku sebentar siang. Aku mau bicara langsung." Titah sang penguasa itu. 

Akhirnya. "Siap!" Jawab Jason. 

Alvaro Ricolas, pengusaha tampan nan kaya raya, memiliki segudang prestasi. Namun sayang dia menjadi pria kesepian meskipun telah menikah. Alvaro menikahi kekasih yang sudah dipacarinya selama 2 tahun dan pernikahannya pun sekarang berjalan dua tahun. 

Namun sangat disayangkan istrinya tak pernah menetap di Indonesia. Dia harus menetap di Negeri paman sam untuk menjadi seorang model terkenal. Selama ini  sang istri hanya pulang 3 bulan sekali dan Alvaro hanya sesekali mengunjungi sang istri dikarenakan pekerjaan yang tak bisa ditinggalkannya. Untuk itu dia mencari istri kedua yang setiap saat bisa menemaninya.

Kontrak? No! Nggak ada sistem kontrak-kontrakan. Dia tak mau terjebak seperti sang asisten yang hampir kehilangan istri keduanya yang diam-diam sudah mengisi hatinya hanya karena sebuah kontrak konyol. 

Pria itu hanya akan mencoba untuk menjalani kehidupannya seperti biasanya bersama wanita itu nantinya. Yang pasti kebutuhan biologisnya adalah alasan utamanya untuk menikah lagi, tapi bukan berarti ia akan memperlakukan wanita itu dengan buruk. Tidak! Itu tidak pernah terlintas di otak seorang Alvaro. 

Pria tersebut selalu mengingat petuah orang tuanya, bahwa ia terlahir dari rahim seorang wanita. Perlakukan wanita dengan baik dan jangan pernah mengangkat tangan kepada wanitamu. 

Sementara di tempat lain

"Huu.. Capek banget!" Keluh seorang wanita yang saat ini sedang mengganti seragamnya. Aurora baru saja menyelesaikan beberapa pekerjaan karena meminta izin untuk cepat pulang. Pagi tadi wanita itu mendapat kabar dari sahabatnya bahwa pria yang diberitahukan tempo hari ingin bertemu siang ini juga. 

Karena meminta izin, Aurora jadi harus menyelesaikan beberapa tugas yang sebenarnya bukan tugasnya di cafe tempat ia bekerja. 

"Huu.. Sumpah aku gugup banget." Wanita itu mengelus dadanya sembari selalu menarik nafas dalam-dalam.  "Pria itu galak nggak yah?" 

Setelah dirasa cukup rileks, wanita itu melangkah keluar setelah pamit dengan beberapa teman-temannya. 

Aurora bergegas menaiki bus untuk sampai di alamat yang diberikan Rebecca padanya. Dengan detak jantung yang tak menentu ia terus melangkah menaiki sebuah gedung yang terbilang sangat mewah. Mencari nomor unit apartemen yang ingin ia tuju. 

Apartemen

"Kau butuhkan berapa?" tanya Alvaro tanpa basa-basi kepada seorang gadis yang kini duduk diam dengan tangan gemetar. 

"Se-seratus juta tuan." Aurora begitu gugup berhadapan dengan makhluk bernyawa bak seorang dewa yang ada di depannya menatapnya dengan intens.

"Banyak juga yah!" Ucap santai Alvaro. 

Mereka saat ini sedang berada di Apartemen Alvaro, duduk saling berhadapan. Jika Alvaro duduk santai seraya menyilangkan kakinya, justru sikap berbeda di tampilkan oleh Aurora. Gadis itu duduk merapatkan kedua lututnya dengan jemari yang saling bertautan. 

"Kau tahu Apa persyaratannya?" Al kembali bersuara setelah puas memandangi gadis di depannya. 

"Ta-tau tuan." Aurora masih saja gugup. "Ya Allah, kenapa aku menjadi gugup gini sih. Nggak biasanya." Batin Aurora. 

"Apa?"

"Jadi istri kedua tuan."

"Apa kau siap? Kau harus siap melayani semua kebutuhanku, termasuk kebutuhan biologisku. Apa kau mengerti?" Tegas Alvaro. 

"Mengerti tuan." Jawab Aurora dengan jantung berdebar. Berdebar bukan karena ia jatuh cinta, namun sepertinya ia lapar. Tenaganya telah terkuras meski hanya mengeluarkan suara menjawab pertanyaan pria di depannya. "Ya Allah Semoga saja keputusan ini tepat."

"Baiklah. Siapkan dirimu. Kita akan menikah besok.!" 

"Hah?! Besok?!" Aurora tersentak. Apa pria didepannya ini waras. 

"Kenapa?" 

"Apa tidak terlalu cepat tuan?" Aurora Bahkan sempat bengong mendengar ucapan pria itu. 

"Tidak! Bahkan sekarang kalau kau mau, kita bisa menikah sekarang juga." Ucap santai Al, jangan lupakan seringai liciknya  yang bisa buat bulu siapapun yang melihatnya merinding termasuk Aurora.

"Eh tidak tidak!" Bantah cepat Aurora. "Besok saja tuan. Ya besok!" Ucap Aurora tersenyum kikuk. "Ya Allah sultan mah bebas. Ada maunya mau langsung aja. Apa dia sudah kebelet punya dilayani ya? Ikhh..!!" Aurora bergidik ngeri menanggapi kehaluannya. Di mana membuat Alvaro yang sedari tadi diam-diam memperhatikannya seraya menautkan alisnya. 

"Siapa namamu?" 

"Aurora."

"Nama lengkap?"

"Aurora Safitri." 

"Ok. Ini kunci apartemenmu. Mulai hari ini kau tinggal di apartemen sebelah. Dan pernikahan kita akan dilangsungkan besok di sini. Semua keperluanmu akan disiapkan oleh asistenku dan sahabatmu.

"Baik tuan." Jawab pasrah Aurora seraya mengambil kunci yang terletak di meja depannya. "Mimpi Apa aku semalam bisa tinggal di apartemen mewah begini." Batin Aurora. 

"Terima kasih tuan. Kalau begitu saya permisi." Aurora sudah mulai berdiri. 

"Eh, siapa yang menyuruhmu pergi." Ucap Alvaro.

"Hah?!" Jawab Aurora dengan wajah bingungnya. Di mana membuat garis-garis melengkung di bibir Alvaro. "Menggemaskan juga gadis ini." Batin Alvaro. 

"Te-terus saya harus ngapain tuan?" tanya Aurora yang bingung. "Mang aku harus ngapain coba. Ada-ada saja ini pria tampan. Untung tampan. Tapi tatapannya bikin merinding. Udah kayak di kutub utara. Eh kayak kamu pernah aja ke kutub utara Aura."

"Ya kamu harus layani saya dulu dong baru pergi." Goda Alvaro kepada Aurora yang saat ini menatapnya bingung. "Menggoda gadis ini sepertinya seru." Batin Alvaro. 

"Eh?! No!." Ucap Aurora seraya menyilangkan kedua tangannya. "Bu-bukannya besok yah baru kita nikahnya. Ke-kenapa tuan minta di layani sekarang. Saya nggak mau!" Ucap Aurora dengan wajah yang cemberut. Jangan lupakan tatapannya yang mengisyaratkan kalau ia sedang marah. Namun itu justru membuat pria didepannya terbahak-bahak. 

"Hahhaa.. Otakmu mesum juga ternyata gadis kecil." 

"Ya Allah Gusti. Tampannya calon suamiku." Batin Aurora.

"Saya meminta kamu memasak karena saya lapar. Pasti kamu juga belum makan kan?" tanya Al dan diangguki  oleh Aurora dengan wajah yang memerah menahan malu. 

"Ya sudah sana masak! Semua bahan sudah ada lemari pendingin." Ucap Al masih dengan sisa tawanya. 

"Baik tuan." Aurora segera bergegas meninggalkan calon suaminya yang masih saja tertawa. "Astaga maluku di ambon."

Setelah kepergian Aurora ke dapur Al menghubungi Jason untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk keperluan pernikahannya besok. 

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel