Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Ikut Aturan Perusahaan atau Aku?

Santi merasa ada yang aneh pada tubuhnya. Ada rasa ingin, tapi tidak tahu keinginan yang seperti apa. Akhirnya dia memutuskan untuk menghentikan aksinya tersebut sebelum diketahui oleh karyawan lain.

Tapi saat keluar dari toilet, Santi baru menyadari kalau yang dimasukinya adalah toilet khusus untuk CEO. Dengan tergesa-gesa dia segera keluar dari sana dan kembali ke tempat kerjanya.

Untuk beberapa saat tidak terdengar suara-suara aneh dari dalam ruangan bosnya. Namun, setelah itu keluarlah wanita tadi dari dalam sambil membenarkan rambutnya yang berantakan.

“Ohhh … jadi kamu sekretaris Bima??” tanya wanita itu dengan nada angkuh.

“I-iya!”

“Kamu disuruh masuk ke dalam!” ujarnya sambil melenggang pergi.

“Baik.”

Santi pun masuk ke dalam ruangan CEO dengan hati-hati. Dia tak menyangka jika orang yang menolongnya di depan kemarin adalah pemilik perusahaan itu sendiri.

“Silahkan duduk!” kata Bima.

“Ma-makasih, Pak.”

Bima memandang Santi dengan tatapan yang begitu dalam sampai gadis cantik itu tak berani menatapnya dan hanya menunduk ke bawah. Baju yang dipakai oleh Santi termasuk longgar, tapi tak menutupi bentuk tubuhnya yang molek.

Rok span yang dikenakannya menutupi sampai ke lutut namun di mata Bima tidak seperti itu. Dia masih ingat betul betapa putih dan mulusnya kulit yang ada di balik rok itu.

“Santi Kusuma Dewi.”

“Iya, Pak.”

“Umur 23 tahun, lulusan SMK jurusan sekretaris. Punya pengalaman menjadi admin jual beli online …”

Bima membaca riwayat hidup Santi dan hanya dijawab dengan anggukan olehnya.

“Benar semua?”

“Iya, Pak.”

“Kalau bicara itu tatap mata lawan bicaranya. Kamu kayak gitu kesannya nggak sopan, lho!” tegur Bima.

“Iya, maaf!”

“Kamu masih punya adik yang sekolah?”

“Iya … Bapak tau dari mana?”

Bima menatap Santi lekat. Ingin rasanya dia tertawa saat itu mendengar pertanyaan tak masuk akal itu. Tapi, ditahannya demi menjaga image di hari pertama kerja Santi.

“Kamu nggak lihat ini??”

Santi langsung salah tingkah sendiri melihat Bima yang menunjukkan foto copy KK miliknya. Rasanya malu sekali pada bos barunya itu. Baru hari pertama aja udah terlihat bodoh.

“Oh iya, nanti akan ada yang kasih kamu penjelasan tentang apa tugas kamu di sini. Termasuk menyiapkan kebutuhan pribadiku.”

Santi langsung mengangguk mendengar kata kebutuhan pribadi. Dalam ingatannya muncul pernyataan orang di desanya, kalau jadi sekretaris di perusahaan besar itu harus bisa menyiapkan segala kebutuhan pribadi yang diminta bosnya. Itu kalau mau digaji tinggi.

“Kamu semangat sekali, ya? Bagus!! Aku suka!!”

“Aku butuh banyak uang untuk biaya sekolah adik-adikku di desa, Pak. Jadi aku harus gigih bekerja agar punya gaji yang tinggi.”

Bima merasa menang begitu mendengar perkataan Santi. Kalau untuk urusan bisnis, jangan ragukan kemampuan seorang Bima.

Sekalipun dia suka bermain wanita, tapi kemampuannya dalam bidang bisnis tak bisa diremehkan.

"Jadi kamu perlu gaji berapa banyak?" tanya Bima sambil berdiri dan mengitari tubuh Santi.

Tangannya menyentuh bahu Santi perlahan. Dengan jari telunjuk, disentuhnya dari bahu kanan sampai kiri. Melewati bagian bawah lehernya.

Santi sedikit menggeliat karena merasa geli. Dia tidak tahu kalau Bima sedang sibuk mencari cara agar bisa segera melihat tubuh polos Santi tanpa sehelai benangpun.

"Aku ikut aturan perusahaan aja, Pak."

"Perusahaan atau aku??"

"Apa, Pak??"

"Kalau ikut perusahaan, kamu akan terima gaji UMR sama seperti yang lain. Tapi kalau mau yang lebih, kamu bisa ikut aturanku."

"Maksudnya??"

"Nanti kamu akan tahu."

"Apa seperti yang dilakukan tamu tadi, Pak??" tanya Santi polos.

Bima sampai tergelak dibuatnya. Dia kembali duduk di kursinya dan meminta Santi untuk memijit bahunya.

"Coba kamu pijit bahuku saja dulu," katanya sewajar mungkin.

"Baik!"

Santi memijat bahu Bima dengan sedikit gugup. Setelah beberapa saat, Bima meminta Santi untuk duduk di atasnya.

"Duduk sini!"

"Tapi, Pak …"

Karena Santi tak kunjung duduk di pangkuannya, ditariknya gadis tersebut dan langsung dipeluknya dari belakang.

"Lain kali jangan gerai rambut panjang kamu ini. Diikat ke atas, oke??" kata Bima sambil menyingkirkan rambut itu sehingga memperlihatkan leher jenjang Santi.

"I-iya, Pak!! Ahhh …"

Santi secara refleks mendesah ketika Bima mencium lehernya.

"P-pak!! Jangan la- ahhhh …" Santi menggigit bibir bawahnya karena Bima malah menjilati lehernya itu.

Matanya terpejam menikmati permainan lidah yang baru pertama kali dirasakannya. Saat terlena dengan sentuhan hangat itu, Santi dikejutkan dengan tangan besar yang entah sejak kapan sudah berada di balik bajunya.

Santi mencoba menahan tangan yang sudah masuk ke balik bra yang dikenakannya tapi seperti tak bertenaga. Kaki dan tangannya terasa lemas saat dua jari Bima menjepit puncak benda kenyal miliknya itu.

"Sshhhhh!!" Nafas Santi mulai tak beraturan merasakan gerakan memutar di puncak miliknya.

"Nikmat bukan??" tanya Bima.

"Itu … aku … emmhhhh …"

Bima meliuk-liuk merasakan sensasi yang membakar tubuhnya. Dan dia tak mengerti kenapa seperti ada yang mengganjalnya dari bawah.

"Desahanmu membuat yang di sana bangun," bisik Bima.

Diputarnya posisi duduk Santi sehingga mereka kini saling berhadapan dari posisi menyamping. Wajah Santi sudah memerah akibat perbuatannya.

Tapi, Bima sudah tak tahan lagi dan dengan cepat dibukanya kancing baju Santi hingga terlihat posisi bra yang dipakainya sudah berantakan.

"Malu, Pak!!" Santi menyilangkan kedua tangannya di depan. Tapi, Bima tak kehabisan akal, apalagi Sudah sudah terbuai sentuhannya.

Diciumnya bibir mungil Santi dengan lembut. Santi sempat terkejut dan mendorong dada bidang Bima pelan.Tapi merasakan sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya membuat Santi enggan untuk menolaknya lagi.

Bima yang tak terbiasa mendapat bermain lembut pun akhirnya makin lama makin kasar dan menuntut. Apalagi karena tak mendapat respon dari Santi sedikitpun.

"Apa kamu belum pernah berciuman sebelumnya??" tanya Bima kesal seraya melepas pagutan mereka.

"Be-belum sama sekali, Pak!! Maaf kalau bikin kecewa," jawab Santi.

Bima malah terperangah dibuatnya. Kenapa Santi malah minta maaf padanya? Sepertinya Santi benar-benar polos dan tidak mengerti bahwa dirinya sedang dalam bahaya.

“Rapikan baju kamu sekarang …”

“Baik …”

Santi berdiri di depan Bima sambil mengancingkan kembali bajunya. Kegiatannya itu tak lepas dari pandangan sang bos yang meneliti setiap inci bentuk tubuh sekretaris barunya itu.

“Sudah, Pak! Jadi apa tugasku sekarang?”

“Kamu kembali ke meja kerjamu saja dulu. Nanti biar Aldo yang kasih tahu kamu jelasnya apa.”

“Baik. Aku permisi dulu.”

Santi membungkukkan badannya sebelum berlalu dari sana. Setelah dia keluar, Bima segera menghubungi Aldo untuk mencarikannya wanita sekarang juga. Hasrat yang belum tersalurkan itu malah membuat kepalanya pusing.

“Carikan sekarang juga!! Sekretaris baru itu masih terlalu polos untuk membantuku melepaskannya!!”

“Ya, baiklah. Segera aku carikan wanita untukmu, Bos!!” kata Aldo tepat di depan Santi yang baru saja duduk. Dimatikannya ponsel tersebut dan terlihat Santi yang menatapnya penuh tanda tanya.

“Maaf, kamu siapa dan ada perlu apa?” tanya Santi.

“Aku Aldo.”

“Oh … maafkan aku, Pak. Aku nggak tahu …”

“Nggak apa-apa. Kita memang belum pernah ketemu sebelumnya, jadi aku maklumi. Lagipula aku hanya tangan kanan Bima disini, jangan sungkan begitu padaku.”

“Jadi apa yang harus aku kerjakan sebagai sekretaris Pak Bima?” tanya Santi.

“Seperti sekretaris pada umumnya. Kamu aturkan jadwal untuk Bima, tiap pagi kamu buatkan dia kopi dan juga biskuit rasa kelapa. Stocknya ada di dalam ruangan itu,” terang Aldo sambil menunjuk sebuah ruangan yang tak jauh dari sana.

“Baik.”

“Kalau stocknya sudah habis, kamu harus membelinya sendiri karena itu sudah menjadi tugas sekretarisnya sejak dulu, bukan office boy disini. Dan yang perlu kamu ingat, Bima tidak suka sembarang orang masuk ke ruangannya tanpa izin lebih dulu. Jadi, kamu harus pastikan setiap tamu yang masuk sudah membuat janji atau belum.”

“Baik.”

Santi mencatat apa yang dikatakan oleh Aldo tentang apa yang disuka dan tidak disuka oleh bosnya itu. Harapannya agar tidak lupa dengan semua hal penting itu.

“Terakhir …”

“Ya??” tanya Santi sudah siap mencatatnya.

“Kamu harus bisa memuaskannya!”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel