Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 Ara Di Jual?

"Astagfirullahal' adzim. Astagfirullah, astagfirullah" gumam Ara terus beristighfar meminta ampun kepada yang maha kuasa setelah dia tersadar jika dirinya terlalu di liputi emosi hingga tidak sadar menaikkan nada suaranya di depan sang suami.

"Ya, Allah, hamba khilaf, ya Allah. Hamba tidak bermaksud durhaka kepada suami hamba" lirih Ara dengan wajah tertunduk dan terisak di atas lantai dingin. Lantai yang menjadi saksi bisu ketika dia menjerit dan berteriak di depan suaminya, melampiaskan semua kekesalan hatinya yang selama ini dia tahan. 

"Ya, Allah. Maafkan hamba, ya Allah. Hamba tidak bermaksud durhaka kepada suami hamba, hiks" lirih Ara kembali. 

Ara terus menangis sampai dirinya merasa lelah. Lelah karena batinnya terus tersiksa dan di lukai oleh kata-kata pedas suaminya dan ibu mertuanya.

"Mas, sampai kapan kamu tidak mau menerimaku menjadi istrimu sepenuhnya? Mas, apa salahku, hiks" lirih Ara dengan suara bergetar putus asa. 

Dia sudah berusaha menjadi yang terbaik. Menjadi yang istri penurut dan sebisa mungkin berbakti kepada suaminya, begitu-pun dengan keluarga suaminya. 

Namun, sepertinya apa yang sudah di lakukannya selama bertahun-tahun, tidak pernah terlihat di mata suaminya maupun mertuanya. 

"Jika kau dan keluargamu tidak bisa menerima dan memperlakukanku dengan baik, kenapa kau menerima perjodohan ini, Mas? Kenapa kau tidak membatalkan perjodohan kita di saat almarhum Abah bertanya kepadamu waktu itu?" gumam Ara tergugu di tempatnya. 

Air matanya semakin deras, dengan isak tangis yang semakin kencang. 

Dia masih ingat di hari khitbah mereka, saat Dimas dan keluarga besarnya datang untuk meminangnya. Almarhum abahnya berkali-kali menanyakan kesiapan dan kesanggupan Dimas, yang saat itu masih calon suami, apakah pria itu mampu menerima dirinya sebagai seorang istri dan pendamping hidup.

Di balik tirai, di sudut yang tersembunyi, dia yang belum di izinkan keluar untuk menemui calon suaminya sebelum di panggil oleh kedua orang tuanya, mengintip dari jauh.

Dia melihat dan mendengar sendiri dari wajah Dimas yang mengangguk tegas dan mulut mengucapkan sumpah, berjanji untuk menerima dirinya sebagai pendamping hidup pria itu. 

Flashback

"Abah tau kita semua yang ada di sini berkumpul untuk menjalankan wasiat tetua untuk menjodohkan kedua cucu, di antara dua keluarga. Meski perjodohan ini sudah di atur sebelumnya, Abah ingin tanya sekali lagi kepada nak Dimas, apa nak Dimas bersedia menerima putri Abah bernama Ara untuk menjadi istri, nak Dimas? 

Jika nak Dimas masih berat hati untuk menikahi putri Abah, sebaiknya kita tunda atau batalkan saja perjodohan ini. Abah, tidak ingin memaksakan sesuatu yang tidak berkenan di hati nak Dimas nantinya. 

Bagaimanapun, pernikahan adalah janji sekali seumur hidup. Abah tidak ingin jika nantinya bukan hanya anak Abah yang tersiksa, tapi nak Dimas juga. Meski tidak semua pernikahan awalnya di landasi rasa cinta, tapi Abah ingin anak Abah di nikahi dengan rasa penerimaan satu sama lain.

Jika sudah menerima, tidak begitu banyak beban di hati kala menjalani pernikahan. Cinta akan datang seiring berjalannya rumah tangga asalkan kedua pasangan suami istri saling menerima dan menghargai. Jadi, bagaimana keputusan nak Dimas?" tanya Abah Damar, ayah kandung Ara kepada calon menantunya. 

Ara mengeryitkan dahi, bersembunyi di balik tirai kamarnya. Awalnya, dia tidak mengerti dengan maksud ucapan abahnya. Masih teringat di dalam kepalanya jika malam sebelum kedatangan Dimas dan keluarga besarnya, abahnya memberi perintah mutlak kepadanya untuk menerima perjodohan yang sudah di atur sebelumnya.

Abahnya bahkan sampai bertengkar dengan kakak sulungnya, Mas Reno yang saat itu sangat vokal menentang perjodohan yang melibatkannya dengan Dimas.

_______

"Bah! Wasiat itu bukan masalah hak waris atau amanah untuk melunasi hutang piutang mayit! Tidak ada kewajiban dalam Islam untuk menuruti wasiat para tetua untuk melakukan perjodohan! 

Abah harus ingat jika dalam Islam, ada hadist, seorang janda tidak boleh dinikahkan hingga ia diminta pendapatnya, dan seorang gadis tidak boleh dinikahkan hingga diminta izinnya.

Bah, wasiat bisa tidak di jalankan, jika wasiat itu sendiri bisa merugikan dan mendzalimi hak ahli waris!

Reno gak mau Ara sampai nikah sama pria yang engga di sukainya. Bagaimana bisa Abah menyerahkan anak gadis di keluarga kita satu-satunya kepada keluarga yang baru datang setelah bertahun-tahun tidak bertemu? 

Reno yakin Abah belum menyelidiki bagaimana tabiat Dimas itu! Bagaimana tabiat keluarganya! Apa mereka baik atau tidak...." ucapan Reno terhenti saat Abah Darma menyela. 

"Dimas dan keluarganya adalah keluarga baik-baik! Jika tidak, bagaimana bisa kakekmu dan kakek Dimas membuat perjanjian untuk menikahkan kedua cucu. 

Kamu tau kalau ayah Abah, almarhum kakek kamu itu seorang mantan jendral! Kakek kamu enggak akan sembarangan bikin perjanjian apalagi sebuah perjodohan kalau enggak tahu bibit, bebet, bobotnya! Kamu mau bilang kalau almarhum kakek kamu itu pria yang ceroboh? Begitu?" ujar Abah Darma tidak terima.

Reno mengusap wajah kasar, tidak tahu bagaimana lagi harus memberi tahu abahnya jika sebuah perjodohan paksa seperti ini bisa saja menyebabkan masalah di masa depan.

"Astagfirullah, Abah. Reno gak maksud meragukan keputusan almarhum kakek. Hanya saja..." ucapan Reno terhenti, lalu menghirup nafas dalam-dalam untuk meredakan emosinya. 

Dia menatap Abahnya, mencoba melunakkan suaranya agar abahnya bisa mengerti kekhawatiran dirinya akan nasib adik perempuan satu-satunya.

"Maafin Reno, Bah. Reno bukan bermaksud menentang keputusan Abah atau almarhum kakek. Reno cuma khawatir sama Ara, adik Reno. Bah, dalam pernikahan, pihak perempuan selalu menjadi pihak yang di rugikan jika kita salah memilih calon pasangan hidup. 

Bukan cuma pasangan hidupnya, jika kita salah memberikan Ara kepada sebuah keluarga yang tidak baik, Ara kita bisa menderita Abah. Reno cuma gak mau adik Reno menderita, di saat kita membesarkan Ara dengan baik. 

Reno, Ara, Bima, semuanya tumbuh dewasa dengan baik dan sehat, semuanya berkat Abah dan ibu. Keringat kerja keras Abah yang menafkahi kami. Keringat atas kerja keras ibu yang mengurus kami. 

Coba Abah pikir, kalau Abah salah memilih jodoh untuk Ara, Ara kita akan jadi apa di keluarga suaminya? Abah tega liat Ara menderita kalau Abah salah pilih jodoh untuk Ara? Ara, anak perempuan Abah satu-satunya" ujar Reno sebelum berlalu pergi meninggalkan Abah Darma yang termenung, ibu dan Ara yang menangis, serta Bima yang menatap abahnya rumit. 

"Bima, setuju dengan Mas Reno" ujar Bima sebelum pergi menyusul kakak sulungnya.

____

"Saya siap menerima Ara sebagai istri saya nantinya, Bah. Saya berjanji akan menjaga Ara dengan baik, sebagai mana Abah dan para tetua mengamanahkannya kepada saya untuk di jadikan sebagai seorang istri!" tegas Dimas menjawab ucapan calon mertuanya. 

Lamunan Ara terhenti saat mendengar suara tegas calon suaminya yang baru saja mengucapkan janji di depan keluarganya yang akan menjaga dan menerimanya kelak ketika dia sudah menjadi istri pria yang sedang berhadapan dengan abahnya itu. 

Semuanya berlalu dengan cepat, hingga Dimas dan keluarganya kembali pulang setelah melakukan khitbah. 

"Bah" panggil Ara malu-malu sekaligus takut kepada Abahnya yang sedang terduduk setelah mengantar kepergian Dimas dan keluarganya yang pamit pulang. 

Abah Darma menoleh kepada anak gadisnya."Ada apa?" tanyanya. 

Ara menundukan kepalanya, menatap abahnya ragu-ragu. Dia ingin bertanya, namun dirinya takut jika abahnya marah.

"Jika ingin bertanya, bertanya saja Ara. Tidak perlu takut. Abah tidak akan marah" ujar Abah Darma seakan tau apa yang ingin di lakukan putrinya. 

Ara semakin menundukkan kepalanya, menggigit bibirnya ragu, merem*s tangannya yang berkeringat dingin. Dia mendongakan kepalanya sedikit untuk melihat wajah abahnya. 

"Bah, bu-bukannya Abah udah pasti menjodohkan Ara sama mas Dimas? Ta-tapi kenapa tadi Abah bilang Mas Dimas boleh mundur dari perjodohan ini? Ka-kalau begitu, apa Ara juga bo-boleh minta mundur dari perjodohan ini?" tanya Ara takut-takut.

Abah Darma menghirup nafas dalam sebelum menjawab pertanyaan putrinya."Dimas bisa membatalkan perjodohan ini kalau dia mau, Ara. Tapi sayangnya kalau kamu, kamu enggak bisa membatalkan perjodohan ini" jawabnya sambil menyandarkan tubuhnya yang terasa lelah di atas sofa.

"Maksud Abah? Ara gak ngerti. Gimana Mas Dimas bisa membatalkan perjodohan, sedangkan Ara engga bisa. Abah bikin bingung Ara" tanya Ara heran mendengar jawaban Abahnya yang terdengar aneh.

Abah Darma menatap wajah putrinya lekat, penuh rasa bersalah."Jika Dimas menolak perjodohan ini, maka kamu akan di jodohkan dengan anak laki-laki dari keturunan keluarga Buwono lainnya. Jadi, meskipun Dimas enggak mau menikah dengan kamu, masih ada calon lainnya yang siap menunggu mengkhitbah kamu, nak" jawabnya.

Ara mendongak menatap abahnya tidak percaya."Abah jual Ara?" 

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel