6. Bukan Pernikahan Kontrak
Sesuai dengan perintah Deffin, Reynand harus mengantarkan Clarice hingga sampai panti asuhan, meski ia sangat malas, Reynand tentu tidak bisa melanggar perintah ayahnya, nyalinya tidak cukup besar untuk menentang seorang Deffin Wirata.
"Kita mau ke mana?" tanya Clarice saat mobil tidak melaju ke arah panti asuhan.
"Cafe," sahut Reynand singkat, ia sama sekali tidak mempedulikan raut wajah Clarice yang kebingungan.
"Untuk apa?"
"Kita harus membicarakan perjanjian pra nikah." Reynand sejenak melirik Clarice yang terkejut mendengar perkataannya.
"Apakah kita akan melakukan pernikahan kontrak secara diam-diam?" tanya Clarice antusias, ia sering mendengar tentang pernikahan seperti itu, dan ia tidak menyangka akan mengalami kejadian ini di dalam hidupnya. Namun, ia sangat bahagia jika pernikahannya ini hanya akan menjadi pernikahan kontrak.
"Dasar bodoh! Kamu kira nyawa kita berdua akan selamat jika orang tuaku mengetahui kita berdua melakukan pernikahan semacam itu?"
"Lalu, untuk apa ada perjanjian pra nikah?"
"Agar ke depannya kamu tidak mencampuri urusan pribadiku."
Mobil sudah berhenti di tempat parkir sebuah cafe, Reynand langsung keluar tanpa menunggu tanggapan Clarice.
Clarice sejenak mencerna perkataan Reynand. Ide yang bagus, meski tidak ada pernikahan kontrak, mereka bisa membatasi hubungan mereka walaupun harus tinggal satu atap. Clarice segera menyusul langkah Reynand, mereka berdua memilih duduk di sudut yang tidak terlalu ramai pengunjung.
"Setelah kita menikah, kita akan tinggal di apartemen. Sengaja aku memilih tinggal di apartemen pribadiku agar tidak terlalu banyak orang yang tahu seperti apa kehidupan kita setelah menikah," ujar Reynand membuka pembicaraan.
Clarice hanya mengangguk setuju. "Kita akan tidur di kamar terpisah, aku akan tetap menganggapmu sebagai orang asing yang menumpang tinggal denganku, jadi jangan pernah mencampuri urusanku!" lanjut Reynand.
"Baik, aku setuju. Apakah kita tidak perlu menulis perjanjian ini?" Clarice awalnya mengira akan ada perjanjian tertulis hingga ia nantinya akan menambahkan beberapa poin penting yang harus dipatuhi Reynand.
"Tidak perlu! Kurasa perkataanku tadi sudah cukup jelas mewakili semua yang ingin kamu ajukan, lagi pula menulisnya juga mempunyai risiko akan ketahuan oleh kedua orang tuaku, mereka berdua orang yang tidak bisa diremehkan!"
Clarice membenarkan perkataan Reynand, sekecil apapun rahasia yang ingin mereka sembunyikan, lebih baik hanya menyimpannya dalam hati, karena orang tua Reynand sangat mudah mendapatkan informasi walau tersembunyi sekalipun.
Namun, Clarice memiliki poin yang sangat penting yang harus ia sampaikan, tetapi dia tampak ragu untuk mengatakannya. Lebih tepatnya malu!
Tiba-tiba saja Reynand tersenyum mengejek. "Ada apa? Kamu kelihatan seperti sedang mencemaskan sesuatu? Jangan khawatir, aku tidak akan pernah menyentuhmu, kamu sama sekali bukan seleraku!" Reynand memandang Clarice dengan jijik, gadis Culun sepertinya, apanya yang terlihat menggoda? Justru ia sangat jijik. Namun, Reynand berusaha tidak menampakkan perasaan itu.
Clarice menghela napas lega, meskipun Reynand merendahkannya baik lewat perkataan maupun dari tatapan matanya, baginya itu tetap menjadi angin segar di tengah gurun yang panas.
"Baiklah, aku pegang kata-katamu, ke depannya jangan pernah masuk ke kamarku, dan kamu juga tidak boleh mencampuri urusanku!" tegas Clarice.
"Tenang saja, kamu bisa pegang kata-kataku." Setelah membicarakan hal itu, mereka berdua tampak menghabiskan minuman mereka masing-masing.
Ketika mereka hendak masuk mobil, tiba-tiba Alvin datang menghampiri mereka, lebih tepatnya menghampiri Clarice. Reynand mengerutkan dahi ketika melihat seseorang lelaki dengan pakaian seragam sopir taksi datang mendekat. Berbeda dengan Clarice yang malah langsung menghampirinya.
Seorang sopir taksi yang berwajah tampan dengan tubuh atletis yang sama sekali tidak cocok dengan profesinya, hal itu membuat Reynand curiga, apakah dia sopir taksi yang sama dengan orang yang ditangkap orang-orang suruhan ayahnya ketika di bandara tadi? Lalu apa hubungan di antara mereka?
Reynand terus memperhatikan interaksi keduanya, mereka berdua berbicara sedikit menjauh agar tidak bisa didengar oleh Reynand. Karena teringat dengan peringatan ayahnya, Reynand langsung mendekati mereka berdua.
"Ayo cepat, kita harus segera pergi. Jangan lupakan orang-orang suruhan Ayah akan tetap mengawasi kita!" ujar Reynand acuh tak acuh.
Clarice sejenak mengangguk. "Aku pergi dulu, Alvin. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku." pamit Clarice seraya menepuk ringan bahu Alvin.
Alvin tersenyum. "Hati-hati ...." Lalu dia melirik sinis Reynand.
Reynand mengabaikan tatapan tidak bersahabat Alvin, sepertinya mereka adalah sepasang kekasih. Reynand tentu tidak mau memusingkan hal itu.
Namun, ketika saat di perjalanan.
"Siapa dia?" tanya Reynand yang tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya.
Clarice sejenak mengerutkan dahi, ia bingung dengan pertanyaan Alvin. Lalu sedetik kemudian ia mencibir. "Bukannya kita tadi sepakat untuk tidak mengurusi urusan masing-masing? Lalu kenapa kamu penasaran dengan siapa lelaki tadi?"
"Apakah itu juga termasuk? Aku hanya bertanya saja. Lagi pula kalau sampai Ayah atau Ibu mengetahui kamu mempunyai kekasih, aku tidak akan membantumu!" ketus Reynand, ia merasa malu, bisa-bisanya dia tidak bisa menahan rasa penasarannya dan bertanya kepada Clarice, bukannya mencari tahu sendiri siapa orang itu?
"Kedua orang tuamu sudah tahu siapa dia, jadi ke depannya kamu tidak perlu khawatir. Meski aku menginap di apartemen Alvin sekalipun, orang tuamu hanya bisa diam saja."
"Berarti dia saudaramu?" tebak Reynand.
Clarice tidak menjawab, biarkan Reynand berpikir sendiri. Tidak penting baginya memberitahu Reynand tentang siapa Alvin, dan untuk saat ini Clarice hanya bisa bertahan di negara ini dengan menikah bersama Reynand.
Mobil telah sampai di panti asuhan. Ketika Clarice hendak turun, Reynand mencegahnya dengan bertanya, "Apakah besok kamu akan datang ke pesta perpisahan?"
Pesta yang dimaksud Reynand adalah pesta perayaan untuk perpisahan para mahasiswa yang lulus di tahun ini. Mereka menyewa sebuah restoran mewah milik orang tua Erlena sebagai saksi kemeriahan pesta itu besok.
"Tidak!" sahut Clarice tanpa berpikir, selain malas, ia memang harus menghindari keramaian seperti itu.
"Tapi, Ibu pasti akan memaksaku menjemputmu, jadi kamu harus pikirkan cara untuk menolaknya."
"Jangan khawatir! jika orang tuamu memaksaku datang, aku akan diantar Alvin, dan kupastikan orang tuamu tidak akan memaksamu lagi."
Setelah mengatakan itu, Clarice langsung keluar dan menutup pintu mobil Reynand.
"Kenapa harus memaksaku menghadiri pesta seperti itu? Jika sampai itu terjadi, pasti akan sangat merepotkan! Namun, aku juga tidak punya nyali jika harus berhadapan dengan Tuan Deffin. Dan juga kenapa ini bukan pernikahan kontrak? Lalu kapan aku bisa bercerai dengan Reynand? Oh Tuhan ... Kenapa hidupku menderita seperti ini," gerutu hati Clarice.
Sedangkan Reynand masih diam di tempat, ia belum berniat melajukan mobilnya hingga Clarice benar-benar masuk ke dalam gedung panti. Entah, apa segitu takutnya Reynand dengan peringatan Deffin? Hingga ia benar-benar memastikan Clarice masuk ke dalam panti.
***
