Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6

"Chan udah..."

"Cal, masa udah sih?"

"Capek..."

Chan akhirnya pindah dari atas gue ke samping, dan memeluk gue.

"Maaf, ya." Kata Chan sambil mengecup pelipis gue.

Gue cuman ngangguk doang. Seperti biasanya, gue dan Chan emang melakukan hal yang pasangan suami istri lakukan, tapi semenjak hamil, gue tuh gampang banget capek. Jadi kasian sama Chan.

"Kenapa?" tanya gue.

"Aku egois banget, gak mikirin kondisi kamu, maaf ya." Chan mukanya jadi sedih gitu, suaranya juga terdengar penuh penyesalan.

Gue mempererat pelukam gue ditubuh Chan, "Kok jadi sedih sih, nanti dedeknya sedih loh, liat papahnya sedih." bujuk gue.

Chan langsung senyum, "Halah, bisa aja nih gombalnya." dia mengelus perut gue, "Dedek, nanti lagi ya papah jenguknya. Mamah kamu capek tuh katanya, padahal baru bentar ya dek papah jenguknya." katanya.

"Bentar apaan, kamu tuh emang ya, kuat banget. Bukan salah aku dong, masa dari jam--"

Chan nutup mulut gue pake tangan dia, "Berisik. Katanya capek, bukannya bobo malah ngoceh." ujarnya.

Gue cuman manyun doang. Gue tabok tangan Chan, masalahnya tangan dia nih gede banget. "Bau ego, tangan lo." kata gue.

Chan ketawa, "Bau apaan, bau lo iya." sahutnya.

Gue hanya mencebikan bibir, dan balik badan. "Kok suaminya dikasih punggung sih?" tanyanya.

Bukan gue marah, tapi gue tuh makin kesini makin susah nyari posisi buat tidur. "Gak enak, yang, kalo aku bobo madep sana." jelas gue.

"Mau aku elus punggungnya?" tanya Chan.

Gue gak menjawab, tapi Chan berinisiatif untuk mengelus punggung gue.

"Manja banget sih anaknya papah, kesian kan mamahnya jadi susah bobo." ujar Chan.

"Jangan nyalahin anak gua!" sahut gue.

Chan terkekeh, "Anak gue juga bos, benih gue tuh." timpalnya.

"Kan aku yang hamil, aku yang ngelahirin. Ya anak akulah!" sahut gue gak terima.

"Kalo gak aku tanem setiap malem, juga gak bakal ada dedeknya, yang." balas Chan.

Gue diem, bener juga ya. Tapi kan tetep aja surga ditelapak kaki ibu! "Anak aku. Titik!" kata gue final.

Chan menaruh dagunya dipipi gue, "Iya, sayang. Dah bobo." suruhnya.

"Gak mau bobo." kata gue manja.

Chan hanya menghela nafas, "Maunya apa dong sayang? Aku ajakin bikin pahala, kamu capek. Suruh bobo gak mau, maunya apa, hmm?" Chan kok lembut banget sih, jadi nyesel kenapa gak nikah dari dulu aja kalo tau gini.

"Nyanyiin." jawab gue.

Chan menatap gue sekilas, "Nyanyi apa?" tanyannya.

"Apa kek." jawab gue.

Chan hanya mengangguk. Dia berdeham, lalu mulai menyanyikan sebuah lagu. Gue tau lagu ini.

It's hard for me to say the things 

I want to say sometimes 

There's no one here but you and me 

And that broken old street light 

Lock the doors 

We'll leave the world outside 

All I've got to give to you 

Are these five words when I 

Thank you for loving me 

For being my eyes 

When I couldn't see 

For parting my lips 

When I couldn't breathe 

Thank you for loving me 

Thank you for loving me 

I never knew I had a dream 

Until that dream was you 

When I look into your eyes 

The sky's a different blue 

Cross my heart 

I wear no disguise 

If I tried, you'd make believe 

That you believed my lies 

Thank you for loving me 

For being my eyes 

When I couldn't see 

For parting my lips 

When I couldn't breathe 

Thank you for loving me 

Suara berat Chan terdengar sangat sempurna ditelinga gue, belum lagi lagunya yang mendalam. Gue pun menangis karena terharu. "Huhuhu kok kamu jadi sweet sih, Chan?" tanya gue.

"Kan aku udah jadi suami dan calon ayah dari anak-anak kamu. Masa mau ngomong anjing bangsat mulu?"

"Tapi kenapa kamu dulu gitu?" gue udah membalikan badan, dan menatap Chan.

Tangan gue memainkan rambut Chan yang sekarang udah gak warna-warni lagi.

"Karena aku bego." jawabnya cepat.

Gue tersenyum mendengar jawaban Chan, dia kelihatan tulus banget waktu ngomong gitu. "Emang sekarang pinter?" ledek gue.

"Pinter kali. 3 bulan nikah langsung gue bikin kenyang selama 9 bulan kan lo?" tanyanya ngeselin.

"Najis." timpal gue.

Chan ketawa ngakak, "Kamu lucu banget sih. Nanti aku bingung nih, lucuan kamu apa dedeknya."

"Harus pilih dong!" sahut gue.

"Kalo diluar lucuan dedek. Dikamar, kamu tetep yang paling lucu." Chan ngomong sambil melet-melet gitu. Dih!

        

"Gue tau ya, anjir, maksud omongan lo!" kata gue. Setelah ngomong gitu, Chan dapet jambakan dirambutnya.

"Aw! Apaan sih, Cal. Sakit, ih! Lepas gak? Kalo gak lepas, aku masukin lagi ya?" ancemnya. Dengan reflek, gue langsung nurutin omongan Chan.

"Takut kan." katanya dengan senyuman bangga.

"Kamu sekarang tukang ancem." sahut gue.

"Kamu juga, sekarang kasar. Aku disiksa terus sama kamu!" ujarnya.

Gue natap dia dengan alis bertaut, "Gak mau gue kasarin? Yaudah gih sono cari cewek yang gak ngas--"

"Kan, mulutnya suka ngaco kalo ngomong depan anak tuh." potong Chan.

Gue langsung manyunin bibir. Chan tuh bisa berubah dalam waktu satu detik. Sebelumnya dia becanda, terus bisa tiba-tiba serius. Kayak tadi, omongannya terdengar serius banget.

"Walaupun dia diperut kamu, dia bisa tau loh Cal yang kita omongin." jelas Chan.

"Kamu ngomongnya ngaco mulu, ah. Aku gak suka, bener deh." suara dia jadi serius dan tegas banget. Gue jadi kicep.

"Maaf." lirih gue.

Chan menghela nafas sambil menatap gue, "Aku kan udah suami kamu, Cal. Udah janji didepan Allah sama orangtua kamu bakal jagain dan sehidup semati sama kamu. Gak mungkin lah, aku langgar janji aku sama Tuhan." jelasnya.

"Tapi dulu kan kamu pk." bagus Calya, dari sekian banyak kata, lo malah ngeluarin kata-kata tersebut.

"Dulu kamu juga belom buncit gini nih." sahutnya. Dia nunjuk perut gue.

"Dulu kan aku belom nikah dan hamil sama kamu!" timpal gue ngegas.

"Nah. Dulu aku juga belom nikah, nangkep gak maksud aku?" tanya Chan.

Gue ngegeleng. Chan cuman ngejatohin kepalanya dileher gue. "Lo kok jadi bego sih, Cal." ujarnya. Lah kok? Orang omongan dia yang gak jelas.

"Semuanya berubah sejak kita udah berkomitmen untuk nikah, sayang. Kamu berubah begitu pun aku." jelasnya. Halah, tinggal ngomong gitu aja sok-sok pake teka-teki.

Gue mencebikan bibir, "Tinggal ngomong aja, pake muter-muter dulu." sahut gue.

"Ye, kamunya aja yang lola!" kata Chan ngegas.

Gue udaj bersiap-siap nyubit perut dia, tapi tangan gue langsung dipegang Chan. "Hehehe maaf, istriku, becanda."

"Awas ah mau tidur!" perintah gue.

Gue bergerak dan kembali memunggui Chan lagi. "Bisa tidur tanpa gue kelon, kamar anak kita boleh pake wallpaper kuda poni." katanya.

Wah! Penawaran yang jarang banget terjadi. Chan tuh hatters nomer 1 kuda poni. Makanya pas dia nawarin begitu, gak boleh sampe gagal!

"Deal!" sahut gue.

Gue udah menutup mata, tapi rasanya tuh gelisah banget. 15 menit berlalu, gue udah beberapa kali benerin bantal, atau ngegeser posisi, walaupun masih mungguin Chan.

"Baru 15 menit." Shit! Ternyata dia belom tidur.

Gue dengan gengsi yang tinggi, gak bakal mau kalah dong.

Tapi ya, ini anak gue dari tadi gak bisa diem banget. Yang nendang lah, nyikut lah. Wah bener-bener calon komplotan Chan nih, bocah.

Setelah 25 menit berlalu akhirnya gue mengakui. Kalo gue gak bisa tidur tanpa dipeluk Chan.

Gue langsung madep Chan dan meluk dia. Chan ketawa kecil, "Gak bisa bobo kan?" tanyanya.

Gue ngangguk, "Anak kamu gak bisa diem banget. Heran." kata gue.

Chan tersenyum tipis, "Anak papah banget nih dek?" katanya sambil ngelus perut gue dan dibalas dengan pergerakan anak gue.

"Kan, liat komplotan kamu udah ini mah!" kata gue.

Chan ketawa. Gue mandangin Chan yang lagi ketawa ganteng banget, gak nyangka kalo dia udah jadi suami gue.

Chan yang sadar gue liatin langsung diem, "Apaan sih lu! Serem bener malem-malem ngelokit kayak begitu." protesnya.

Gue senyum, "Chan, makasih ya. Udah mau senyum dan jadi suami aku."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel