Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

11

 

"Udah gak marah nih cewek-cewek papah, sama papahnya?" tanya Chan. Dia lagi nyiumin perut gue sekarang.

Jadi, kemaren lusa, setelah Chan sembuh. Gue dan dedek check up seperti biasa. Dan ketauan deh jenis kelamin anak gue dan Chan.

Gue ketawa, "Masih dih." jawab gue asal.

Chan natap gue, "Bohong banget. Marah tapi maunya dedeknya dijenguk mulu. Mamahnya lagi yang minta." ledeknya.

Muka gue langsung merah padam.

"Kan kamu yang maksa!" sahut gue.

"Apaan sih. Orang kamu yang tiba-tiba bangunin aku tengah malem. Minta dijenguk dedeknya." balasnya.

Sialan emang Chan dengan mulut sampahnya. Tapi lebih sialan lagi hormon gue yang gak mau ngalah.

"Yaudah besok aku gak usah bangunin kamu." ujar gue malas.

Chan ngangguk setuju. "Iya. Biar aku yang bangunin kamu." sahutnya.

"Bodo amat." timpal gue cepat.

Bukannya apa, Chan malah ngakak kenceng banget. "Ya ampun. Mamahnya ngambek dek, gimana nih?" tanyanya di depan perut gue.

Setelah ngomong gitu, gue dapet tendangan keras dari si dedek. Buset, maksudnya apa nih?

Chan girang banget waktu si dedek nendang, pas dia abis ngomong. "Hahaha, walaupun cewek, ini anak aku yang. Tuh liat kan?" tanyanya bangga.

"Anak aku, Chan." jawab gue datar.

Chan dongak natap gue, "Anak aku sayang. Nanti kita buat lagi, biar jadi anak kamu. Mau gak?" tanyannya.

Lah buset, satu aja belom lahir, mau nambah lagi dia.

"Boleh, tapi kamu yang hamil dan ngelahirin, ya?" tanya gue.

"Gak lah. Kamu mana bisa nanem. Pokoknya kamu tenang aja, nanti jadi deh anak kamu menyusul." jawabnya final.

Gue gak menjawab pertanyaan Chan, karena sekarang Chan lagi gemesin banget, kalo lagi main-main sama si dedek.

"Kamu gak boleh lupa ya urusin aku juga." kata Chan.

"Sarapan, makan siang, makan malem, ama makan tengah malem. Harus selalu ada."

"Kamu juga gak boleh diet, walaupun kamu gak gendut, tapi cewek selalu beranggapan dirinya gendut."

Chan ngomong sambil ngelus-ngelus perut gue. "Papah tungguin ya dek, kamu sehat-sehat. Bentar lagi kita ketemu."

"Iya, pah." sahut gue.

Chan nyengir. "Bukan lo, anjir." katanya.

"Ini dedeknya bilang ke aku, suruh sampein ke papah." sahut gue.

"Bodo ah. Gue gigit juga tuh bibir ampe berdarah." ujarnya.

"Gue botakin entar rambut lo." timpal gue cepat.

Chan ngakak banget. "Aku sayang banget, Cal sama kamu." katanya. Dia udah pindah posisi, jadi meluk gue dari samping.

"Aku engga." sahut gue cepat.

Chan mukanya langsung natap gue penuh tanya.

        

"Gak salah lagi." sambung gue sambil tersenyum.

"Ah, Calya mah! Aku udah baper tau gak sih. Ngeselin ih males!" kata Chan sambil misuh-misuh.

"Bhak, apaan sih lebay dih, papah." ledek gue. Gue sengaja manggil dia papah, karena pasti mukanya merah, dan bener aja.

"Coba, panggil aku gitu lagi, yang." minta Chan malu-malu.

"Papah Chan." bisik gue dikupingnya.

Chan ngikik sendiri, "Aku tua ternyata ya, Cal. Udah jadi papah." ujarnya.

"Iya. Anak kamu udah banyak banget. Belom lagi yang di kamar mandi, di kondom, terus di tissue. Banyak banget, kasihan." kata gue cepat. Chan mukanya udah bete banget pas gue ngomong gitu.

"Mulut lo bener-bener ya, harus dibikin sariawan seminggu kali ya, biar gak ngaco." ancemnya.

"Mau." sahut gue.

"Argh! Calya jangan gitu dong, yang. Besok aku harus bangun pagi!"

"Ya emang kenapa?" hmm mancing ya kamu, Calya.

"Kamu kayak gak ngerti aku gimana ya, Cal." ucap Chan sambil menatap gue.

Gue ngakak, "Hahaha, najis sangean banget sih lu, dih ngakak!" ujar gue sambil ketawa.

"Diem!" perintahnya.

Gue malah ketawa makin keras, Chan gemesin banget!

"Diem, apa gue yang bikin diem?" ancem Chan.

"Uw, atut." jawab gue cepat.

Chan udah mau gigit pundak gue, tapi tiba-tiba ponselnya bunyi, dan terpaksa harus diangkat.

Chan ngambil ponselnya sambil natap gue.

"Iya, halo?"

"Hah, kok mendadak sih?"

"Istri gue lagi hamil gede, bro. Gak bisa lah gue."

"Gilak seminggu aja gak bisa gue, apalagi dua minggu."

"1 hari."

"2 hari deh."

"Besok? Y-yaudah lah. Oke"

Gue natap Chan penuh tanya. "Kenapa, yang?"

"Label rekaman kantor aku mau ada meeting sama label lain." jawab Chan.

"Ya terus?" tanya gue lagi.

"Di Singapura, Cal." jawabnya lemas.

Hah? Maksudnya gue ditinggal apa gimana nih?

"Aku telepon Kak Yura ya, buat nemenin kamu. Aku cuman pergi dua hari doang kok sayang, besok udah pergi aku." jelas Chan.

Gue diem aja. Chan pulang telat aja gue gelisah, gimana ditinggal dia 2 hari.

"Harus banget ya, kamu pergi?" tanya gue lirih.

Chan langsung meluk gue. "Harus yang, tadinya mau lama, tapi aku bilang istri aku lagi hamil. Gapapa, ya?" tanyanya.

Gue tau, ibu hamil gak boleh melakukan penerbangan, tapi kan Singapura deket. "Aku ikut ya?"  tanya gue.

Chan menggeleng, "Jangan sayang. Kamu dirumah aja, ya? Aku sebentar doang kok, janji." bujuknya.

"Dedeknya gak bisa bobo kalo gak dipeluk papahnya." ucap gue.

"Mamahnya apalagi.. " sambung gue.

"Apalagi aku, sayang. Aku juga gak mau, tapi harus. Boleh ya?" tanya Chan sekali lagi.

Gue diem sebentar, "Gak macem-macem kan ama cewek Singapura, atau cewek lain?" tanya gue.

"Ya Allah! Engga lah yang, aku luar dalem udah punya kamu. Jahat banget lagian kalo aku begitu, waktu istri sama anak aku lagi nunggu di rumah." jelas Chan.

"Awas bohong!" ancem gue.

"Janji, Cal."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel