Pustaka
Bahasa Indonesia

I LOVE YOU HANDSOME

174.0K · Tamat
Black Sky
154
Bab
729
View
9.0
Rating

Ringkasan

Lika liku kehidupan seorang Arci, seorang pria yang di anugerahi wajah rupawan keturunan bule. Namun nasibnya tak seindah wajahnya, terjebak dalam keluarga yang serba kekurangan dan di asuh oleh ibu yang bekerja sebagai wanita penghibur, bahkan ia tak tahu ayah kandungnya siapa, membuat Arci paham betul arti kerasnya hidup. Hingga pada saat suatu keadaan, demi kebutuhan hidup keluarganya, Arci terpaksa menjual tubuhnya sebagai pemuas wanita kesepian. Akankah Arci bisa keluar dari lembah hitam tersebut dan menemukan identitas sebenarnya? Ikutin kisah selengkapnya hanya di I LOVE YOU HANDSOME by BLACK SKY.

One-night StandPresdirCinta Pada Pandangan PertamaTuan MudaRomansaBillionaireSweetKeluargaDewasa

BAB. 1 BERTEMU KEMBALI

"Kehidupan ini bagaikan roda yang berputar

Kadang kita ada di atas kadang kita ada di bawah

Andai cinta telah digariskan

Andai cinta telah bertemu

Maka tiada yang akan sanggup memisahkan

Sekalipun engkau akan menolaknya seribu kali

Sekalipun mungkin engkau akan mengingkarinya ribuan kali

Kalau dua hati sudah bicara

Kalau dua hati sudah bertemu

Maka tidak ada lagi yang bisa memisahkan mereka."

***

Andini mengerang, badannya yang ramping itu berkali-kali mengeluarkan suara gemertuk persendiannya. Ia menggeliat hingga membuat dadanya membusung sesaat. Beberapa hari ini pekerjaannya sangat berat, terutama menjelang pelaporan produksi terakhir. Bulan depan akan ada pertemuan dengan para direksi. Hal itu tentu saja adalah agenda rutin yang setiap tahun selalu diberengi dengan pesta para bos.

Perusahaan PT EVOLUS PRODUTAMA, sebuah perusahaan textil yang telah berkiprah selama puluhan tahun dan merajai pemasaran produknya di kancah pertextilan di Indonesia ini tak bisa dianggap remeh. Selama berpuluh-puluh tahun telah dianggap sebagai pioner bagi perkembangan dunia textil. Hasil produksinya telah diekspor kemana-mana, hal itu tidak lain adalah berkat tangan dingin sang pimpinan yaitu Haris Surya Ramadhan.

Andini hari ini lebih memilih tinggal di ruangannya sambil membaca berkas-berkas yang ada di mejanya. Tumpukan berkas itu pun ditelitinya satu-satu sambil serasa sesekali mengerutkan dahinya. Dia lalu mengoreksi dan mengoreksi. Dia memang butuh orang, ya tentu saja untuk membantu dia menyelesaikan pekerjaannya ini. Dia pun mengambil gagang telpon dan menelpon sekretarisnya Rahma.

"Rahma, bagaimana? Ada kabar dari HRD?" tanyanya.

"Iya bu, HRD sudah ada dua kandidat yang melamar. Tapi yang satu gugur karena tidak sesuai harapan. Pada test masuk dia gagal," jawab Rahma sang Sekretaris.

"Trus kapan pelamar itu datang?" tanya Andini ketus.

"Hari ini seharusnya datang," jawab Rahma.

"Kalau sudah datang suruh langsung menemui saya. Dan tolong berkas-berkas yang ada di ruangan saya diberikan kepada Pak Wiguna bagian distributor, sekarang."

"Baik bu."

Tak berapa lama kemudian Rahma muncul di pintu. Andini menunjuk ke tumpukan berkas yang ada di mejanya. Rahma segera mengambilnya. Rahma tampak serasi dengan balutan blus warna coklat dan rok selutut. Rambutnya disanggul dengan anggun, serta cara berjalannya sangatlah mempesona. Ya, sekretaris dari Andini ini sangat anggun. Bahkan mungkin seandainya bosnya tidak lebih cantik dari dirinya mungkin ialah yang bakal jadi primadona di kantor ini. Sayangnya Andini tak kalah cantik. Walaupun usianya hampir masuk ke angka 30, tapi dia boleh dibilang sebagai wanita yang sangat cantik, seksi, anggun dan menawan. Semua karyawan di kantor ini amat memuja kecantikan Andini. Dan beredar desas-desus tak enak karena dengan usia yang sudah hampir berkepala tiga dia tak terlihat dengan pria manapun. Banyak bos-bos yang jalan dengannya, tapi tak pernah lama.

Kabar angin mengatakan bahwa Andini adalah seorang lesbian. Kabar yang lain, ia sudah tunangan, kabar yang lain pula mengatakan bahwa ia lebih memilih hidup membujang karena termasuk wanita yang workaholic. Namun itu semua tidak terbukti. Toh, sampai sekarang Andini masih easy going, enjoy, dan free available, sebut saja sesukanya.

TOK! TOK! TOK!

"Permisi," sapa seseorang di pintu.

Sesosok wajah pria ganteng dengan rambut ala harajuku nongol di pintu. Andini dan Rahma menoleh ke arah pintu dan mendapati seorang pemuda asing dengan baju putih berdasi biru bergaris putih melongok ke dalam.

"Ya? Cari siapa?" tanya Rahma.

"Eh... hhmmm... apa ini ruangan Direktur Produksi?" tanya pemuda itu.

"Ya, dengan saya sendiri di sini," jawab Andini. Namun Andini sedikit terhenyak ketika melihat wajah pemuda itu. Ia sepertinya mengenal sang pemuda.

"Oh, maaf. Saya disuruh oleh bagian HRD untuk langsung menemui ibu. Saya yang melamar lowongan di surat kabar," jawab sang pemuda.

"Oh, sudah datang rupanya. Baiklah masuk saja. Rahma tolong bawa berkasnya ya!" kata Andini.

"Baik bu." Rahma kemudian mengambil berkas-berkas yang kalau ditumpuk sampai sedagunya. Dia melirik ke arah pemuda yang masuk ke ruangan Andini. Pemuda itu memakai parfum yang maskulin, tubuhnya tegap, tinggi dan kulit sawo matang. Pemuda tampan ini ternyata bisa membuat Rahma berdebar-debar ketika melintas di hadapannya. Rahma kemudian keluar dari ruangan bosnya.

"Anjiiiirrrrr... cakep banget itu pegawai baru. Wah, wah, bakalan ramai nih kalau dia sampai keterima di kantor ini," ujarnya dalam hati. Ia buru-buru kembali ke meja Pak Wiguna.

"Duduk!" Andini menyuruh pemuda itu duduk.

Sang pemuda tampan ini pandangannya menyapu seluruh ruangan mulai dari lukisan, kaca jendela, hingga AC. Pandanganya pun terhenti di mata Andini. Calon bossnya ini menatap ke arahnya. Andini menoleh ke arah layar monitornya dan melihat email yang dikirim bagian HRD. Dia membaca berkas yang diberikan HRD di monitor laptopnya.

"Baiklah, nama?" tanya Andini.

"Arczre Vian Zainal," jawab sang pemuda.

"Panggilannya?"

"Arci," jawab sang pemuda.

"Kamu bisa panggil saya Bu Andini," kata Andini.

"Baik, bu. Bu Andini."

Andini tersenyum. Dalam hatinya ada perasaan rindu, tapi kenapa mereka harus bertemu dengan cara seperti ini. Dalam hati Andini tertawa. Tapi semuanya ditahan. Ia tak mau mengacaukan semuanya. Pandangan Andini kepada Arci penuh arti, semua itu karena satu peristiwa masa lalu yang dialaminya.

"Punya pengalaman kerja?" tanya Andini.

"Saya pernah beberapa kali bekerja di perusahaan kecil, setahun di percetakan, saya juga mengerjakan servis komputer di rumah, kebanyakan freelance," jawab Arci.

"Lulusan akuntansi dengan cumlaude, hebat," puji Andini.

"Syukurlah bu," kata Arci.

"Punya saudara?" tanya Andini.

"Ada ibu, adik dan kakak, semuanya wanita," jawab Arci.

"Kakak sudah berkeluarga?" tanya Andini.

Arci menggeleng, "Belum sedangkan adik, sekarang masih SMA."

Andini sebenarnya tak perlu bertanya tentang silsilah keluarga dari Arci, ia sudah tahu. Andai Arci tahu siapa dirinya pasti ia tak akan memaafkannya. Tapi inilah kehidupan, kadang sesuatu kita ada di atas, kadang juga ada di bawah. Sama seperti yang dilihat olehnya kali ini. Dulu Andini tidak seperti ini. Perjumpaannya dengan Arci mengubah segalanya.

Selama ini ia bertanya-tanya, di manakah pemuda itu selama ini. Pemuda yang membuat dia berubah. Pemuda yang telah memberikan menggetarkan hatinya, seorang pemuda tampan yang sangat sabar dalam mengarungi kehidupan. Dan mungkin saja karena jodoh akhirnya mereka dipertemukan oleh tuhan di sini.

Dalam hati Arci berkata, "Cantik sekali wanita yang berada di hadapannya ini. Rambutnya berombak, dewasa, kulitnya putih, dan sangat mempesona. Apakah dia sudah menikah? Kalau dilihat dari jari manisnya yang kosong, ia sepertinya belum menikah. Tapi bisa jadi sudah, jaman sekarang ini terkadang memang orang tak mementingkan cincin yang melingkar di jari manis."

"Baiklah, CV-mu sungguh baik. Aku suka sama kamu, eh,..maksudnya aku suka dengan profilemu. Kapan siap kerja?" tanya Andini agak gugup.

"Sekarang juga saya siap bu," kata Arci.

"Baiklah, sekarang kamu duduk di dekat Yusuf, meja kerjamu akan ditunjukkan oleh Rahma. Kamu bisa minta tolong ke dia. Oh ya, hari ini aku ingin kamu langsung melakukan rekap data produksi tahun ini. Bagaimana caranya kamu bisa tanya ke Yusuf," kata Andini.

"Siap bu," kata Arci. "Ada lagi?"

"Itu saja dulu," kata Andini.

"Baik bu, kalau begitu saya permisi," kata Arci.

"Silakan!"

Arci kemudian beranjak dan pergi dari ruangan Andini. Setelah yakin Arci pergi dari ruangannya dan dia sendirian, Andini menghela nafas. Ia mengelus-elus dadanya. Ia senyum-senyum sendiri.

"Aku tak menyangka kamu sekarang berhasil Ci, itu yang aku harapkan. Tapi kuharap kamu tak kaget nanti kalau tahu siapa aku. Arci, jangan kecewakan aku ya!" gumam Andini seorang diri.