Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bagian Delapan

Happy Reading !!!

***

“Ka, bangun. Udah siang,” Rhea mengguncang tubuh sahabatnya yang masih terlelap di jam sembilan pagi ini. Berusaha membangunkan Trika yang sejak tadi tidak juga memberi tanda-tanda akan membuka mata. Sudah sepuluh menit, dan Rhea belum juga berhasil. Sahabatnya itu benar-benar seperti orang pingsan. Mentang-mentang hari libur, Trika memanfaatkannya dengan baik.

“Trika, ish, bangun. Itu bokap lo udah pulang!” teriak Rhea gemas seraya melayangkan geplakan cukup keras di lengan Trika yang sontak membuat perempuan itu terlonjak bangun.

“Lo gak bisa apa ya lembut dikit bangunin gue?!” protes Trika tajam. Namun Rhea hanya memutar bola mata.

“Masih untung lo gak gue guyur pake air mendidih, Ka,” ujarnya santai.

“Mirip ibu tiri dong nanti.”

Dan Rhea tersentak mendengar kalimat itu. Diam-diam Rhea meringis, memikirkan bagaimana jika benar dirinya menjadi ibu tiri Trika. Namun cepat-cepat Rhea menggelengkan kepalanya, menghapus bayang yang baru saja hendak tersusun mengenai pernikahannya bersama Xyan.

“Lo bilang tadi bokap gue balik ‘kan, Rhe?”

“Iya. Tadi dia nyu—”

“Daddy, oleh-oleh aku mana?” kalimat Rhea terpotong dengan teriakan Trika yang langsung turun dari ranjang dan berlari keluar kamar, mencari sosok sang ayah. Rhea sendiri hanya menggeleng tak habis pikir dengan kelakukan sahabatnya itu.

“Gak kebayang gue kalau sampai beneran jadi ibu tiri lo, Ka. Stres gue pasti punya anak modelan lo,” kekehnya geli, lalu bergerak membereskan tempat tidur Trika yang berantakan. Setelah itu memilih duduk di sofa yang ada di dekat jendela besar kamar Trika yang memberi pemandangan kolam renang.

Dengan memainkan ponselnya, Rhea menunggu Trika kembali, hingga tak lama kemudian pintu kamar yang semula tertutup dibuka dengan kencang, dan menampilkan sosok cantik Trika berjalan masuk dengan beberapa paper bag di kedua tangannya. Wajahnya yang bersinar membuat Rhea dapat menebak bahwa apa yang Xyan bawa sesuatu yang diinginkan Trika.

“Nih buat lo,” ujarnya seraya menyerahkan satu paper bag ke arah Rhea. Membuat perempuan itu mengerutkan kening, menatap tak paham sosok di depannya. “Sebelum bokap gue pergi, gue pesan oleh-oleh sekalian buat lo juga,” jelasnya singkat.

“Jangan di tolak ya, Rhe. Anggap aja itu hadiah dari gue karena lo selalu nemenin kesepian gue.” Senyum Trika terukir tulus, membuat Rhea tak kuasa menahan air matanya. Dan langsung saja, Rhea berhambur memeluk sahabatnya itu. Tak lupa mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya, hingga berakhir dengan Rhea yang di dorong kuat oleh Trika, karena Rhea memeluknya benar-benar erat.

“Gue mati, lo duluan yang gue gentayangin, Rhe!” serunya seraya mendelik tajam.

“Tapi nyatanya lo masih hidup ‘kan?” cengir Rhea tak sama sekali merasa bersalah.

Dan Trika hanya menanggapi dengan decakannya, lalu membuka bingkisan yang ayahnya berikan. Sesuai yang diharapkan, apa yang diinginkannya benar-benar Trika dapatkan, dan kebahagiaan itu tak lepas dari pandangan Rhea yang ikut mengulas senyum.

Di tengah hidupnya yang tak pernah mengenal seorang ibu, Trika cukup beruntung memiliki ayah seperti Xyan yang menyayangi dengan sepenuh hati. Di sela-sela kesibukannya, Xyan selalu menyempatkan diri untuk memberi perhatian. Dan itu satu nilai plus di mata Rhea untuk sosok Xyan.

“Ka, berenang yuk,” celetuk Rhea saat kembali netranya dimanjakan dengan pemandangan di balik jendela. Entah kenapa, Rhea merasa tertarik untuk berada di sana dengan cuaca cerah yang mendukung weekend mereka ini.

“Tumbenan lo tiba-tiba pengen berenang? Biasanya setiap gue ajak nolak mulu,”

Itu memang benar, tapi sekarang pengecualian. Cuca di luar sana benar-benar mendukung untuk berada di dalam air sana.

“Tapi yuk, deh, sekalian mandi nih,” lanjut Trika dengan semangat, lalu meloncat turun dari sofa yang menjadi alas duduknya. Berlari menuju walk in closet dan kembali dengan dua potong baju renang.

“Lo pakai yang ini, Rhe,” titahnya sambil melempar satu untuk Rhea, sementara Trika sudah bergegas masuk ke dalam kamar mandi. perempuan itu terlihat tak sabar, dan Rhea hanya bisa geleng kepala saja melihat tingkahnya.

Tok … tok ... tok

Rhea segera mengalihkan pandangan ke arah pintu yang baru saja di ketuk. Berpikir bahwa mungkin yang datang salah satu maid Trika, Rhea turun dari sofanya dan berjalan menuju pintu untuk membukanya. Namun sosok yang ada di baliknya tidak sesuai dengan anggapan yang Rhea, karena kenyataannya Xyan lah dalang dari pengetukan pintu tersebut.

“O—om cari Trika?” gelagapan Rhea bertanya, terlalu tak menyangka bahwa laki-laki itu akan menampakkan diri di depan kamar Trika setelah bangun tidur pagi tadi mereka sepakat untuk tidak bertemu. Tidak. Lebih tepatnya untuk mengurangi intensitas pertemuan dan interaksi mengingat ini adalah rumah Xyan, dimana ada Trika dan maid yang bisa saja mencurigai kedekatan mereka.

“Dia di dalam?” tak menjawab, Xyan malah balik bertanya.

“Lagi ganti baju,” dan Xyan hanya mengangguk tanpa mengalihkan tatap dari sosok cantik di depannya. “Mungkin sebentar lagi selesai. Om ma—mau masuk?” tawar Rhea ragu.

“Gak perlu. Saya tunggu di bawah aja,” kata Xyan setenang mungkin seraya memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana bahan panjang hitam yang laki-laki matang itu kenakan. Namun bukannya pergi, Xyan malah terus berdiri dengan pandangan yang tak juga lepas, membuat Rhea salah tingkah dan gugup bukan main.

“Ka—kalau gi—”

“Saya mau pergi ke kantor. Ada pekerjaan yang gak bisa di tunda,” kata Xyan tanpa di minta. “Senin nanti harus ke Kanada untuk satu minggu ke depan,” dan kini Xyan terlihat menghela napas. Sementara Rhea masih belum paham maksud dari kalimat hot daddy-nya itu. Namun Rhea memilih tetap diam mendengarkan. Dengan pikir bahwa mungkin Xyan ingin ia menyampaikan pesan itu kepada Trika karena takut terlambat dan tidak sempat menyampaikannya.

Sayangnya lagi-lagi pikirannya salah. Karena apa yang Xyan ucapkan malah justru berakhir dengan keinginan laki-laki itu. Xyan memintanya untuk menemani pria itu nanti malam. Menghabiskan waktu bersama sebelum pria itu pergi. Dan Rhea tak tahu harus menjawab apa.

Semalam ia baru saja menginap, rasanya tak mungkin jika ia harus kembali menginap. Apa juga yang harus dikatakannya pada Trika jika tak pulang juga. Sedangkan kemarin Rhea sudah berkata bahwa dirinya hanya akan menginap satu malam saja.

“Bukan di sini,” kata Xyan seolah tahu apa yang tengah Rhea pikirkan. “Di apartemen, saya akan menjemput kamu jam tujuh malam nanti.”

Namun dengan cepat Rhea menggeleng, lalu mengangkat kepalanya agar bisa dengan jelas melihat wajah tampan Xyan. “Biar aku pergi sendiri ke sana. Aku gak mau ada yang curiga kalau Om jemput aku.”

Xyan akhirnya menyetujui juga. “Kalau begitu tunggu saya di sana. Saya janji tidak akan pulang telat.”

Rhea hanya mengangguk sebagai jawaban dan terkejut setelahnya ketika dengan tiba-tiba saja satu kecupan mampir di bibirnya. Sementara si pelaku sudah lebih dulu berlalu meninggalkannya dengan keterkejutan. Sampai akhirnya Rhea tersadar dari lamunannya, akibat Trika yang keluar dari kamar mandi dan menegurnya.

“Ada siapa, Rhe?” tanya Trika seraya berjalan menghampiri sahabatnya itu.

“Eum, bokap lo,” kata Rhea berusaha terlihat normal. “Dia bilang katanya tunggu lo di bawah,” lanjutnya menyampaikan apa yang Xyan katakan. Dan tanpa ada kecurigaan Trika hanya mengangguk singkat dan meminta Rhea untuk cepat berganti pakaian. Setelah di rasa siap, barulah keduanya turun untuk menuju kolam renang. Namun sebelum itu, Trika lebih dulu menarik Rhea ke arah ruang tengah setelah teriakan yang bertanya akan keberadaan si tuan rumah di sahuti Xyan.

Tak jauh dengan apa yang di katakan Xyan kepada Rhea, Trika pun mendapat kabar yang sama akan kepergian laki-laki itu. Bedanya Xyan mengatakan bahwa mulai malam ini kepergiaannya. Dan hal itu membuat Trika menggerutu sebal, yang hanya Xyan tanggapi dengan senyum sabar.

“Kamu mau Daddy bawain oleh-oleh apa?” jurus ampuh yang selalu berhasil menghentikan omelan Trika. Namun sayangnya kali ini tidak berpengaruh. Trika terus mengomel, mengeluhkan kesibukan Xyan yang sudah melebihi sibuknya orang nomor satu di negara ini.

“Kapan sih, Daddy ada di rumah, menemin aku seharian. Jalan-jalan, makan atau apa gitu. Kesel banget tahu gak sih, Dad, di tinggal terus,” keluhnya dengan bibir cemberut, yang malah membuat Trika terlihat seperti anak kecil.

Helaan napas pelan dapat jelas Rhea tangkap, dan itu membuatnya diam-diam menoleh ke arah pria itu, yang terus berusaha memberikan pengertian kepada putri semata wayangnya. Namun Trika yang keras kepala terus saja merengek. Mengeluhkan rasa kesepiannya. Dan Rhea dapat melihat sesal di wajah tampan itu.

Rhea amat paham perasaan Trika, dan ia juga paham bagaimana perasaan Xyan. Keduanya menginginkan waktu itu. Waktu dimana mereka bisa bersama selayaknya anak dan ayah pada umumnya. Tapi karena tanggung jawabnya sebagai pemimpin di beberapa perusahaan yang sejak dulu keluarganya bangun, Xyan tak bisa melakukan itu. Xyan tak bisa terus menemani anaknya, berada di samping anaknya, dan mencurahkan segala kasih sayangnya. Xyan sedih. tapi akan semakin sedih jika harus membiarkan putrinya hidup susah.

Tapi sepertinya tidak ada salahnya menyenangkan putrinya untuk beberapa saat. “Selesai ujian semester kamu nanti, Daddy akan mengambil cuti tiga hari bagaimana? Kamu milih mau liburan ke mana. Kita pergi nanti.” Usul Xyan pada akhirnya.

“Satu minggu!” seru Trika berusaha negosiasi.

“Daddy gak bisa ninggalin pekerjaan lama-lama, princess,”

“Ya, Daddy memang lebih sayang pekerjaan dari pada aku,” desahnya kecewa. Lalu bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan Xyan. “Daddy kalau mau pergi, pergi aja. Aku gak peduli,” ucapnya seraya menghentikan langkah, namun sama sekali Trika tidak menoleh ke arah ayahnya, yang mulai frustrasi.

“Oke, fine! You winner, Princess.” Desah Xyan mengalah.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel