Pustaka
Bahasa Indonesia

Hasrat Cinta Sugar Daddy (21+)

81.0K · Tamat
Black Aurora
46
Bab
1.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

(Cerita ini mengandung unsur 21+) Lagi asyik mengantri untuk membeli karcis bioskop, Katya benar-benar kaget saat seorang anak kecil tiba-tiba saja menarik tangannya. Lebih kaget lagi, ketika ternyata anak kecil itu membawanya kepada seorang lelaki yang bernama Gaffandra, untuk dijadikan temannya menonton! Lalu dari kejadian itu, pertemuan antara Katya dan Gaffandra pun berlanjut... ... di atas tempat tidur. * Dibesarkan oleh kakek dan ayah yang sering kawin-cerai, membuat pernikahan tidak akan pernah terlintas di benak Gaffandra, meskipun usianya sudah menginjak 38 tahun. Ia terlalu menikmati hidup bebas tanpa ikatan dan drama yang merepotkan. Namun ketenangannya pun terusik ketika pasangan hidup selibatnya, Olivia, tiba-tiba saja menuntut sebuah pernikahan. Gaffandra pun segera memutuskan hubungan tanpa ikatan dengan Olivia tanpa merasa keberatan sedikit pun, meskipun sesudahnya ia bingung bagaimana menyalurkan hasrat normalnya sebagai seorang lelaki yang butuh pelampiasan. Hingga akhirnya ia bertemu Katya, dan mengajukan sebuah penawaran menggiurkan yang sulit untuk ditolak. *** IG : @blackauroranovels

Wanita CantikRomansaBillionaireSalah PahamMemanjakan

1. Movie Date

"Kakak, sini!!"

Seorang anak perempuan dengan dress pink selutut, tiba-tiba saja menggandeng tangan Katya dan menarik gadis itu keluar dari barisan antrian panjang untuk membeli tiket bioskop.

Katya pun hanya bisa melongo ketika gadis kecil berkuncir dua itu terus menyeretnya entah kemana.

Eh, tunggu. Ini dia enggak sedang diculik kan?

Masa iya sih gadis 21 tahun diculik sama bocah perempuan yang paling-paling masih berusia sekitar 10 tahunan ini?

"Uhm adik, maaf... tapi kamu salah orang deh kayaknya..." Kia berusaha mengajak si adik kecil itu untuk berbicara, tapi sayangnya lagi-lagi Katya hanya bisa pasrah karena tak ada jawaban, dan dirinya yang masih saja terus dibawa.

Bisa saja Katya menarik kembali tangannya atau menahan langkahnya, tapi entah kenapa ia merasa tidak tega melihat bagaimana sikap bersungguh-sungguhnya gadis kecil itu.

Mungkin dia cuma salah orang, dan nanti setelah sadar, pasti dia akan melepaskan Katya.

Hingga akhirnya, langkah kaki mungil gadis itu pun terhenti tepat di depan seorang pria yang sedang berdiri sambil berkacak pinggang.

Katya melebarkan manik coklatnya saat melihat sosok rupawan dengan tubuh kekar menjulang tinggi, terbalut kemeja putih bersih dan jas abu tua. Celana panjang sewarna jasnya itu terlihat pas membalut kaki panjang yang terlihat proporsional.

Wah, tampan sekali! Apa pria ini ayah dari bocah perempuan aneh ini?

Sayangnya meskipun sangat tampan, namun wajah lelaki itu terlihat gusar dan berkerut kesal menatap anak perempuan di depannya.

"Cia! Kamu dari mana saja?? Jangan berjalan-jalan seorang diri lagi!" Desisnya dengan nada penuh peringatan, sambil memelototi bocah perempuan yang hanya tersenyum lebar seolah merasa tak bersalah.

"Tunggu, kenapa kamu menggandeng gadis itu? Siapa dia?" Tanya pria itu saat ia baru menyadari bahwa ada Katya di sana.

Tatapannya pun kini terarah lurus dan tajam ke arah gadis itu, meneliti setiap jengkal wajah Katya yang tidak ia kenal sama sekali.

"Ini? Ini kakak cantik yang aku temukan sedang mengantri," jawab anak kecil itu dengan luwesnya tanpa ragu sedikit pun. Lalu anak kecil yang dipanggil Cia itu pun menolehkan wajahnya untuk ikut menatap Katya yang berada di belakangnya.

"Halo, Kak. Namaku Sheila, tapi semua orang memanggilku Cia. Nama kakak siapa?" Cia tersenyum dengan sangat manis ke ara Katya sembari menyodorkan satu tangannya ingin berkenalan.

"Halo, Cia. Aku Katya," sahut gadis itu sedikit kikuk, karena ayahnya Cia yang masih terus menatap dirinya dengan sorot tajam.

"Kak Katya? Waaah, namanya saja manis sekali," puji Cia sambil melirik ke arah pria di sampingnya yang sejak tadi hanya diam tanpa melepaskan pandangannya kepada Katya.

"Dia manis, kan?" Dengan sengaja, Cia berbisik sembari menyikut pria di sampingnya, membuat sang pria tersentak seperti seseorang yang baru tersadar dari lamunannya. Lelaki itu pun mendehem pelan.

"Ehem. Cia. Apa ini maksudnya?" Sorot yang terpancar dari manik legam pria itu terlihat menyipit curiga menatap Cia dan Katya secara bergantian.

"Uhm, sebentar Pak. Saya tidak ada hubungannya dengan... dengan entah apa ini semua maksudnya. Anak bapak yang tadi tiba-tiba saja menarik tangan saya hingga keluar dari antrian," sergah Katya buru-buru membela diri.

Tiba-tiba saja suara tawa terdengar menyembur keluar dari bibir Cia, yang serta merta membuat Katya mengalihkan wajah dan menatapnya heran.

"Aku bukan anaknya dia loh, Kak! Hahaa... Mana mungkin sih Gaffandra punya anak, menikah saja dia tidak mau kok!" Cetus Cia di sela-sela tawanya yang masih tersisa.

Katya mengerjap kaget mendengar informasi Cia mengenai pria yang ternyata bernama Gaffandra itu.

Oh, jadi Cia bukanlah anak pria ini? Kalau begitu mungkin keponakannya, barangkali. Tapi Katya pun merasa aneh karena Cia malah memanggil pria itu hanya menggunakan nama saja.

Rasanya itu kurang sopan, kan? Ini di Indonesia, bukan di luar negeri yang memanggil orang yang lebih tua dengan menyebut namanya saja bukanlah hal yang aneh.

"Oh, maaf. Kalau begitu mungkin 'Om'-nya Cia, ya?" Tanya Katya lagi, yang kemudian malah makin penasaran karena anak perempuan itu malah menggelengkan kepalanya.

"Dia juga bukan Om-ku, Kak! Gaffandra itu kan keponakanku," sahut Cia sembari tertawa kecil melihat ekspresi kaget Katya.

"Hah? Keponakan?" Katya menatap Gaffandra yang menjulang tinggi di depannya, membuat lehernya terasa sakit karena harus mendongak.

"Pasti Cia cuma bercanda kan?" Cetus gadis itu lagi, meminta konfirmasi kepada Gaffandra.

"Itu benar. Cia adalah anak dari kakek, yang artinya adalah saudara perempuan ayahku, yang sama juga artinya dengan tanteku," sahut Gaffandra datar, namun sukses membuat manik coklat Katya semakin membelalak lebar.

Oke, ini benar-benar aneh.

Semula Katya ingin tertawa mendengarnya, namun ekspresi serius dari Gaffandra dan Cia membuatnya mengurungkan niat dan menelan tawanya kembali sembari meringis.

"Jadi, Cia. Kembali lagi ke pertanyaanku semula. Kenapa kamu membawa gadis ini?" Gaffandra pun kembali menginterogasi Cia sambil melipat tangan di dada untuk meminta jawaban.

"Ck. Ya tentu saja untuk menjadi teman kencan menonton untukmu, keponakanku tersayang!" Sambar Cia galak. "Please, Gaffandra. Jangan jadi obat nyamuk pada kencanku dengan Jayden."

Lalu Cia menatap Katya lekat. "Gaffandra ini baru saja putus dengan pacarnya, Kak. Padahal hari ini kami sudah berjanji untuk double date. Jadi Kak Katya mau kan menjadi kencan menontonnya Gaffandra?" Pinta Cia dengan wajah memelas dan puppy eyes.

Anak perempuan itu berjinjit untuk meraih telinga Katya yang hanya berjarak sepundak. "Padahal bisa saja dia pulang, tapi Gaffandra bersikeras ingin menonton! Tolong bantu aku ya Kak Katya yang manis, aku cuma ingin bisa bebas kencan dengan pacarku tanpa diganggu keponakan rese ini," bisiknya.

Aah, sekarang Katya mengerti ceritanya, setelah beberapa saat mencoba mencerna semuanya.

Jadi intinya, Cia bermaksud menjodohkan dirinya kepada Gaffandra sebagai teman menonton, agar Cia tidak terganggu ketika sedang kencan. Tapi tunggu dulu.

"Cia, sebenarnya usiamu berapa sih?" Tanya Katya sambil mengernyit.

"Minggu depan aku sudah sebelas tahun, Kak!" Sahut anak perempuan itu dengan riang, terlalu polos untuk mengerti arah dari pertanyaan Katya.

"Oh, jadi umur kamu baru sebelas tahun ya?" Ulang Katya sembari menaikkan satu alisnya dan mengarahkan tatapan yang dipenuhi penilaian kepada Gaffandra, tapi lelaki itu malah terlihat cuek dan hanya mengedikkan bahunya.

Ya ampun. Masa iya usia Cia yang masih berusia 11 tahun dibiarkan kencan begitu saja??

Tapi Katya mulai mengerti sekarang. Pasti Gaffandra bersikeras tetap menonton bersama 'tantenya' ini karena ingin menjaga Cia yang masih terlalu dini untuk melakukan kegiatan berunsur dewasa seperti kencan dengan pacarnya.

Duh, seketika Katya pun teringat pada adik-adik di panti asuhannya yang beberapa juga seusia dengan Cia.

Semoga saja adik-adik asuhnya itu lebih fokus untuk menimba ilmu yang lebih berguna dibandingkan pacaran seperti orang dewasa.

Anak yatim piatu seperti mereka tidak dibesarkan oleh kemewahan dan kemudahan dalam hidup, segala sesuatu harus diperoleh dengan kerja keras dan semangat baja pantang menyerah.

Katya merasakan tangannya digoyangkan dengan lembut, membuat pikirannya yang sempat terbang sejenak kembali kepada kenyataan.

"Kak Katya mau kan, jadi teman kencan nonton film untuk Gaffandra?"

Suara renyah penuh bujukan dari Cia membuat Katya merasa bimbang. Ia pun kemudian mendongak untuk menatap Gaffandra yang ternyata sejak tadi hanya diam dan terus memandanginya.

Katya menggaruk lehernya sambil meringis. Fix. Hari ini adalah hari paling aneh seumur hidupnya, ketika dirinya diminta oleh orang asing untuk menjadi teman menonton.

"Uhm, gimana ya..."

"Kamu mau nonton apa?" Tanya Gaffandra tiba-tiba.

"Itu... uhm, film horor," jawab Katya pelan, berharap pilihannya berbeda dengan tante dan keponakannya yang aneh ini.

"Wah, sama dong!" seru Cia gembira. Hanya ada satu film horor yang saat ini sedang tayang, jadi sudah pasti pilihan mereka sama.

"Kami juga mau nonton film itu kok, kak!"

"Eh..." Tangan Katya kembali ditarik oleh Cia, namun alih-alih menuju studio Silver Class yang semula menjadi tujuan Katya, Cia malah mengajak gadis itu memasuki kelas studio paling mahal di bioskop itu.

"Hah? Kita masuk ke Platinum?" Cetus Katya yang terkejut. Platinum class adalah studio private yang hanya memiliki 20 kursi saja.

Ada selimut dan bantal-bantal empuk juga, dengan meja kecil di depannya yang telah berisi makanan dan minuman ringan.

Harga tiket untuk kelas tertinggi ini empat kali lipat dari studio yang Katya pilih sebelumnya, jadi wajar saja jika berkali lipat jauh lebih nyaman.

Katya melihat seorang anak lelaki tampan seusia dengan Cia yang melambaikan tangannya ke arah gadis kecil itu. Cia segera menghampiri anak lelaki itu dengan antusias dan duduk di sebelahnya.

Mereka berdua pun terlihat mengobrol dengan heboh, tak mempedulikan Gaffandra dan Katya yang berada di belakang mereka.

"Sini." Gaffandra menarik pergelangan tangan Katya agar gadis itu duduk di sebelahnya.

"Kita bisa mengawasi mereka dari sini," ucapnya lagi, dengan dagu yang menunjuk ke arah Cia dan pacarnya.

Katya pun melotot horor ke tempat duduk yang telah diatur oleh Gaffandra hingga sandarannya menjadi rebah maksimal, yang jadi lebih mirip tempat tidur empuk dibandingkan kursi bioskop.

"Ayo, sini. Tiduran." Gaffandra menepuk pelan sisi di sampingnya untuk mengajak Katya.

"Sandarannya bisa agak dinaikkan kan, Pak?" Sergah Katya sambil mendelik sebal. Ternyata mau setampan apa pun, dimana-mana lelaki sama saja modusnya.

Seringai tipis namun jahil pun terlukis di wajah rupawan yang menatap Katya sambil memiringkan kepalanya ke satu sisi.

"Kenapa?" ucapnya sambil menahan tawa geli melihat wajah Katya yang merona jingga, mungkin karena kesal. Atau malah karena malu?

"Ini cuma tiduran, Katya. Santai saja, saya nggak akan tidurin kamu beneran, kok. Yaa~ kecuali kamu yang minta."

***