Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 - Apa Kau Menginginkan Pernikahan Ini?

"Miracle..." Mateo beranjak dari tempat duduknya, dia mendekat ke arah Miracle dan menarik dagu wanita itu dengan jemarinya. "Apa kau tidak bertanya pada Jordan asissitantmu?" bisiknya dengan nada begitu menusuk di telinga Miracle.

"Bertanya?" Kening Miracle berkerut, menatap bingung Mateo. "Bertanya apa maksudmu, Mateo?" tanyanya lagi dengan tatapan yang tak mengerti.

"Well, aku sudah meminta assistantmu memindahkan barang-barangmu yang ada di Roma. Jadi kau tidak perlu kembali ke sana," ujar Mateo begitu santai, sontak membuat Miracle terkejut.

"Kau memindahkan barang-barangku? Apa hakmu memindahkan semua barang-barangku di Roma tanpa persetujuan dariku?" Suara Miracle berseru dan tatapan yang kian menajam. Rahangnya mengetat. Sedangkan Mateo hanya memilih duduk di kursi kerjanya seraya menghisap rokoknya dan mengabaikan perkataan Miracle.

"Kenapa kau harus marah? Apa yang aku lakukan adalah hal yang benar. Aku membantumu memindahkan barang-barangmu di Roma. Lagi pula, ini bukan sepenuhnya keinginanku. Tapi ayahmu berpesan padaku untuk segera meminta anak buahku memindahkan barang-barangmu. So, it's not a big deal," Mateo menghembuskan asap rokok ke udara. Kemudian, dia mengambil botol wine yang ada di hadapannya dan menuangkan ke gelas sloki di tangannya dan menyesapnya perlahan.

Miracle menggeram. Tatapan matanya kian menajam pada Mateo yang tampak begitu santai dan tidak bersalah. Dia terus mengumpat kasar dalam hatinya. Dia sudah menduga, pasti ayahnya meminta Mateo untuk memindahkan barang-barangnya. Meski sudah menduga ini akan terjadi, tapi Miracle tidak menyangka bisa secepat ini.

Sial, kali ini Miracle kalah cepat. Padahal jika dia kembali ke Roma, dia akan sedikit menenangkan pikiranya. Menikah adalah hal yang tidak pernah Miracle sangka dalam hidupnya. Bukan tidak ingin, tapi dia tidak menyangka menikah secepat ini. Itu kenapa dia ingin sekali menenangkan pikiranya. Tapi jika sudah seperti ini, dia bisa apa? Kini Miracle mengatur napasnya, dia berusaha meredakan amarah dalam dirinya. Percuma saja kalaupun dia marah karena semuanya sudah terjadi.

"Mateo, kau benar-benar pria yang menyebalkan! Apa yang selama ini tertulis di media mengenai dirimu hanya omong kosong! Kau adalah pria yang menyebalkan yang pernah aku temui! Aku membencimu!" Miracle meluapkan apa yang ada di hatinya. Kemudian dia turun dari meja seraya menyambar tasnya dan hendak melangkahkan kakinya meninggalkan ruang kerja Mateo.

"Jadi selama ini kau memperhatikanku lewat media?" Senyuman samar di bibir Mateo terukir kala mendengar perkataan Miracle. Tatapannya menatap Miracle penuh intimidasi. "Atau jangan-jangan, kau menggantikan saudara kembarmu karena memang kau menginginkan menikah denganku?" ujarnya dengan nada tersirat menyindir.

Perkataan Mateo sukses membuat langkah Miracle terhenti. Dia langsung membalikan tubuhnya, menatap Mateo dengan tatapan dingin. "Aku hanya tidak sengaja melihat berita tentang dirimu! Kau ini percaya diri sekali!" jawabnya tegas.

"Percaya diri?" Mateo beranjak dari tepat duduknya, dia melangkah mendekat ke arah Miracle yang masih tidak bergeming dari tempatnya. "Jika kau tidak menyukaiku maka kau tidak perlu repot melihat berita itu. Tapi kau terlihat memperhatikan berita mengenai diriku. Bisa jadi kau menggantikan saudara kembarmu karena memang kau menginginkannya," ujarnya dengan seringai di wajahnya.

Miracle mendengkus tak suka. Dia mengumpat dalam hati. Pria di hadapannya ini begitu percaya diri. Miracle bersumpah, pria di hadapannya ini adalah pria yang paling menyebalkan dihidupnya. Kini Miracle mengatur napasnya dan mengangkat wajahnya seraya berkata tajam, "Memangnya kau pikir kau siapa hingga membuatku harus menyukaimu? Kau itu Percaya diri sekali! Dengarkan aku baik-baik, Mateo De Luca. Aku tidak pernah menyukaimu! Meski hanya sedikit tidak akan pernah! Satu lagi, aku menggantikan Selena karena untuk menyelamatkan nama keluargaku. Sudahlah, aku mau pulang. Terserah kau mau mengatakan apa. Aku tidak peduli!"

Tanpa lagi berkata, Miracle langsung berjalan meninggalkan ruang kerja Mateo. Terlihat wajah Miracle yang masih begitu kesal. Sejak awal Miracle tidak pernah memiliki perasaan apapun pada Mateo. Dia hanya melihat di berita mengenai Mateo, itupun tidak disengaja. Sungguh, jika saja ini bukan kantor, Miracle sudah pasti menendang Mateo. Sayangnya, Miracle tidak ingin membuat keributan di perusahan pria itu.

Mateo menyeringai melihat punggung Miracle yang mulai menghilang dari pandangannya. Bahkan dia masih terus membayangi wajah kesal Miracle. Tepat setelah Miracle pergi, Mateo kembali duduk di kursi kerjanya seraya menyandarkan punggungnya. Dia hanya sedikit menggoda Miracle karena wanita itu membaca berita mengenai dirinya. Tapi respon dari wanita itu, langsung marah padanya. Well, Mateo pun tidak peduli. Bagi Mateo, menikah ataupun tidak, itu semua tidak ada bedanya dihidupnya.

Suara ketukan pintu terdengar, Mateo membuang napas kasar kala ada yang mengganggunya. Meski kesal karena ada yang mengganggunya, dia tetap menginterupsi untuk masuk.

"Tuan Mateo," sapa Gustav, assistant Mateo menundukan kepalanya kala tiba di hadapan Mateo.

"Ada apa kau ke sini?" tanya Mateo dingin. Terlihat tatapannya menatap tajam Gustav yang berdiri di hadapannya.

"Tuan, apa Tuan hari ini akan mengunjungi Nona Heera?" tanya Gustav hati-hati.

Mateo terdiam kala mendengar pertanyaan Gustav. Seketika raut wajahnya berubah. Tampak iris matanya terlihat penuh dengan kerinduan bersamaan dengan kepedihan yang mendalam. Pandangan Mateo berubah menjadi kosong dan menerawang ke depan.

"Aku sudah lama tidak mengunjungi Heera. Sejak mengurus pernikahanku, aku sampai lupa pada Heera. Dia pasti marah dan memebenciku saat ini karena mengabaikannya." Mateo mejeda, dia mengehembuskan napas kasar seraya melanjutkan perkataanya, "Jika saja Miracle tidak menggantikan posisi saudara kembarnya, aku pasti tidak harus terjebak dalam pernikahan ini."

"Tuan, tapi menurut saya Nyonya Miracle sosok wanita yang tepat bersanding dengan anda. Saya mendengar dia begitu mandiri di Roma. Nyonya Miracle mampu mendirikan perusahaannya sendiri tanpa bantuan ayahnya. Tidak hanya itu, tapi Nyonya Miracle memiliki prestasi yang hebat dalam pendidikan. Dengan semua yang dimiliki Nyonya Miracle, dia adalah wanita yang sangat pantas bersanding dengan anda, Tuan," ujar Gustav memberi pendapat.

"Aku tidak pernah peduli tentang Miracle. Apapun mengenai dirinya tidak akan membuatku tertarik sedikit pun," tukas Mateo dingin dengan raut wajah datar. Tampak dia enggan jika membahas tentang Miracle.

"Tuan, tapi bagaimanapun Nyonya Miracle adalah istri anda. Apa anda tidak ingin belajar untuk mencintai Nyonya Miracle?" tanya Gustav hati-hati.

"Aku tidak mungkin mencintai wanita lain," jawab Mateo dengan suara yang begitu dingin dan tajam. "Hanya akan ada satu wanita yang aku cintai. Dan kau sangat tahu itu, Gustav. Lebih baik kau pergi dan jangan lagi membahas tentang Miracle. Aku tidak ingin kau kembali membahas tentangnya. Aku dan Miracle menikah hanya karena keadaan terpaksa. Meski dia istriku, tapi dia tidak memiliki hak apapun," lanjutnya menegaskan.

"Maaf, Tuan. Kalau begitu saya permisi." Gustav menundukan kepalanya, pamit undur diri dari hadapan Mateo.

Mateo kembali menyandarkan punggungnya di kursi seraya memejamkan mata lelah. Dia tidak pernah peduli dengan apapun yang menyangkut Miracle. Hingga kemudian, tatapan Mateo teralih pada laci di mejanya yang tidak tertutup rapat. Dia membuka laci itu.

Seketika senyuman samar di bibirnya terukir melihat bingkai foto yang ada di dalam laci itu. Kini dia mengambil bingkai foto, lalu mengecup foto yang ada di bingkai itu. Tatapan dan hatinya berubah menjadi begitu lembut melihat sosok wanita yang berada dibingkai foto itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel