BAB. 3 Surprise Dari Para Sahabat
Kejutan di Apartemen Mary
Malam sudah cukup larut ketika Mary duduk di dalam mobil, membiarkan kepalanya bersandar pada jendela. Dia baru saja menghabiskan waktu di rumah orangtuanya, melepas rindu dengan Papi Desmond dan Mami Intan. Momen itu membuat hatinya terasa hangat. Namun, sekarang saatnya dia kembali ke apartemennya di kawasan Jakarta Selatan.
Pak Ridwan, sopir pribadinya, menyetir dengan tenang melewati jalanan Kota Jakarta yang mulai lengang. Sesekali, Mary melirik ke layar ponselnya, membaca beberapa pesan masuk, akan tetapi pikirannya masih melayang pada obrolan dengan orang tuanya tadi tentang pekerjaan dan masa depannya.
“Nona Mary, kita sudah sampai,” ucap Pak Ridwan, menghentikan mobil di depan lobi apartemen.
Mary menghela napas lega dan tersenyum.
“Terima kasih, Pak Ridwan. Hati-hati di jalan pulangnya, ya.”
Pak Ridwan mengangguk sopan.
“Sama-sama, Nona Mary. Selamat beristirahat.”
Mary pun keluar dari mobil, lalu melangkah masuk ke dalam lobi apartemen yang tampak sepi. Hanya ada seorang resepsionis yang menyapanya dengan anggukan ramah. Mary membalas sapaan itu sebelum menuju lift. Jemarinya menekan tombol lantai tempat unit apartemennya berada, dan beberapa detik kemudian, pintu lift terbuka.
Di dalam lift, Mary melipat tangannya di dada sambil menunggu. Sesekali, dia mengecek jam tangan. Hari ini cukup melelahkan, dan gadis itu sungguh tidak sabar untuk beristirahat di apartemen kesayangannya.
Setelah sampai di lantai yang dituju, Mary berjalan menuju unit apartemennya. Dia lalu mengeluarkan kunci dari tas kecilnya dan membuka pintu. Namun, begitu pintu terbuka .…
“Surprise!”
Mary terlonjak kaget. Di ruang tamunya, telah berdiri dua sosok yang sangat dikenalnya yaitu Zera dan Marsha dengan senyum lebar di wajah mereka.
“Ya ampun, Marsha? Zera? Kalian kok bisa ada di sini?” seru Mary dengan mata terbelalak.
Tanpa pikir panjang, sang gadis segera memeluk kedua sahabatnya secara bergantian dengan erat. Sudah lama mereka tidak berkumpul seperti ini, dan Mary sangat merindukan momen-momen seperti ini.
Marsha terkikik.
“Hi-hi-hi. Kita dapat kunci dari Tante Intan.”
Mary menggeleng tak percaya. “Oh, pantas saja! Mami memang suka kejutan seperti ini.”
Zera tertawa senang.
“He-he-he. Beliau bilang kamu pasti senang kalau kami datang. Dan ternyata benar, kan?”
“Tentu saja! Kalian kangen aku, ya?” goda Mary sambil tersenyum jahil.
“Banget!” jawab Marsha dan Zera bersamaan, membuat mereka bertiga tertawa.
“Ha-ha-ha!”
Mereka pun duduk di sofa ruang tamu. Mary menatap sekeliling, memastikan tidak ada yang berubah di apartemennya. Semua tetap rapi, seperti saat dirinya tinggalkan selama ini.
“Jadi, bagaimana kabar kalian?” tanya Mary antusias.
Zera tersenyum bahagia.
“Aku baru saja menikah dengan Kak Farez, kamu pasti sudah tahu, kan?”
Mary menepuk tangan Zera dengan girang.
“Tentu saja! Selamat ya, Zera! Aku lihat fotomu dan Kak Farez di medsos milikmu. Kalian berdua tampak serasi banget.”
“Terima kasih, Mary,” ucap Zera tersipu.
Mary kemudian menoleh ke arah Marsha dengan tatapan penuh arti.
“Dan kamu, Marsha? Aku dengar kamu makin dekat dengan Kak Arnold, ya?”
Marsha langsung memerah. “Eh, siapa yang bilang?” tanyanya pura-pura tidak tahu.
Zera tertawa.
“Ha-ha-ha. Sudahlah, Marsha, kami tahu segalanya!”
Mary ikut tertawa.
“Ha-ha-ha. Pokoknya, aku ikut senang untuk kalian berdua.”
Malam itu mereka bertiga berbincang dengan akrab, melepas rindu dan berbagi cerita. Mary lalu memesan pizza favorit mereka dari restoran langganannya.
“Aku pesan pizza dan moktail, biar ngobrolnya lebih seru,” ucap Mary.
“Setuju!” seru Marsha dan Zera bersamaan.
Tak lama kemudian, pesanan mereka tiba. Aroma pizza yang menggoda memenuhi ruangan. Mereka menikmati potongan demi potongan sambil terus mengobrol tentang banyak hal, dari pekerjaan hingga kehidupan pribadi masing-masing.
Ruangan apartemen Mary terasa begitu nyaman malam itu. Aroma pizza yang baru saja dikeluarkan dari kotak memenuhi udara, menggoda selera mereka bertiga. Mary, Zera, dan Marsha duduk di sofa dengan santai, masing-masing memegang sepotong pizza panas yang keju lelehnya masih terlihat menggoda.
“Duh, ini enak banget!” seru Marsha sambil menggigit potongan pizzanya.
Mary tertawa pelan.
“He-he-he. Makanya, aku langsung pesan begitu kalian datang. Kita kan udah lama nggak makan pizza bareng.”
Zera mengangguk setuju. “Bener banget. Apalagi sekarang aku udah jadi istri orang. Susah deh kalau mau kabur ke apartemen temen buat makan pizza gini.”
Marsha dan Mary tertawa mendengar candaan Zera.
Ha-ha-ha!”
“Tapi serius, aku masih nggak percaya kamu udah menikah, Zera. Rasanya baru kemarin kita ngobrolin tentang Kak Farez di kafetaria sekolah dulu,” ucap Mary sambil mengambil sepotong lagi.
Zera tersenyum penuh arti.
“Ya, namanya juga jodoh, Mary. Kadang datang lebih cepat dari yang kita duga.”
Marsha yang duduk di samping Zera menatap Mary dengan tatapan menyelidik. “Ngomong-ngomong soal jodoh, kamu bagaimana, Mary? Masih jomlo atau ada gebetan baru?”
Mary menggeleng sambil tertawa.
“Nggak ada siapa-siapa. Aku sekarang lagi fokus cari kerja dulu.”
Mendengar itu, Zera dan Marsha langsung menoleh dengan perhatian penuh.
“Serius? Kamu lagi nyari kerja?” tanya Zera.
Mary mengangguk sambil menyeruput moktailnya.
“Iya, aku lagi cari posisi yang cocok buat aku. Mau mulai kerja di perusahaan yang bagus.”
Zera tampak berpikir sejenak, lalu wajahnya berbinar.
“Eh, aku baru ingat! JM Corp lagi cari sekretaris CEO. Kayaknya cocok banget buat kamu, Mary.”
Mary menoleh dengan antusias.
“JM Corp? Perusahaan besar itu?”
Zera mengangguk.
“Iya, perusahaan multinasional. Kak Farez kebetulan punya kenalan di sana. Mereka lagi butuh sekretaris CEO yang baru.”
Mary meletakkan piringnya dan menatap Zera dengan penuh minat.
“Kamu serius? Bagaimana cara daftarnya?”
Zera segera merogoh ponselnya dan mulai mencari informasi.
“Sebentar, aku cari link pendaftarannya dulu.”
Sementara itu, Marsha ikut menimpali.
“Wah, kalau Mary kerja di JM Corp, keren banget tuh. Gajinya pasti gede, kan?”
Zera tertawa.
“Ha-ha-ha. Ya jelas! Apalagi posisi sekretaris CEO, pasti banyak benefitnya.”
Mary merasa semakin tertarik. Dia memang sedang mencari pekerjaan yang menawarkan tantangan baru. Bekerja di perusahaan besar seperti JM Corp tentu akan menjadi pengalaman yang luar biasa.
Tak lama, Zera menunjukkan layar ponselnya kepada Mary. “Nih, link-nya. Kamu bisa daftar online langsung.”
Mary dengan cepat mengambil ponselnya dan mulai membuka tautan tersebut. Dia pun membaca persyaratan dan merasa yakin bahwa dirinya memenuhi kriteria.
“Kayaknya aku cocok untuk posisi ini,” gumam Mary sambil mulai mengisi formulir online.
Zera dan Marsha memperhatikannya dengan penuh semangat.
“Tulis pengalaman kerja dan keterampilanmu yang paling menonjol, Mary,” saran Marsha.
Mary mengangguk,
“Tenang, aku udah terbiasa bikin CV yang menarik.”
Zera tersenyum puas.
“Bagus! Aku yakin kamu pasti dipanggil untuk interview.”
Setelah beberapa menit, Mary akhirnya mengirimkan lamaran tersebut. Dia lalu menatap layar ponselnya dengan perasaan lega dan sedikit gugup.
“Done! Aku sudah kirim,” katanya dengan napas lega.
Marsha menepuk bahunya. “Good luck, Mary! Siapa tahu minggu depan kamu sudah mulai kerja di sana.”
Mary tertawa pelan.
“He-he-he. Amin! Doakan aku diterima, ya.”
Zera mengangguk penuh keyakinan.
“Kamu pasti bisa, Mary. Aku yakin kamu adalah kandidat yang kuat.”
Mereka bertiga kembali menikmati pizza sambil terus mengobrol santai. Malam itu terasa istimewa bagi Mary, bukan hanya karena kebersamaannya dengan sahabat-sahabatnya, tetapi juga karena langkah barunya menuju dunia kerja yang lebih menantang.
