Pustaka
Bahasa Indonesia

HOLD ME : Panasnya Gairah Malam ini

89.0K · Tamat
Dewa Amour
78
Bab
31.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Setelah berhasil mencuri hati ribuan pembaca di beberapa Platfoam novel ternama, kini Alice dan Devan akan menyapa para readers Hinovel yang suka cerita berbau gairah cinta yang panas. Kisah ringan yang menyentuh dan bisa bikin kalian panas dingin tak karuan. Simak selengkapnya. Namaku Alicia Michaela Prahadie, namun semua orang biasa memanggilku Alice. Usiaku 18 tahun, dan aku termasuk siswi berprestasi di sekolah. Namun semua itu hancur, karena Kakakku sendiri telah menjualku pada teman kuliahnya. Devan Adipati Gumilang, lelaki tak punya hati yang telah membeliku. Dia memperlakukanku layaknya sebuah boneka. Devan menjadikanku boneka pemuas nafsunya. Aku tak berdaya. Devan mengancamku dengan sebuah video laknat. Aku ingin berontak namun tak bisa. Devan mengatakan aku adalah miliknya. Tak sekali pun dia melepaskanku dari cengkeraman nafsunya. Entah akan seperti apa nasibku di tangan Devan. Akankah selamanya aku menjadi boneka pemuas nafsunya? Bagaimana caranya agar aku bisa terlepas darinya?

Mengandung Diluar NikahTuan MudaRomansaKeluargaMenyedihkanDewasa

HMT 1 - KAK MARTIN

Di sebuah ruang unit gawat darurat rumah sakit, tampak seorang lelaki yang terbaring lemah dengan beberapa alat medis menempel pada tubuhnya. Dia adalah Angga Prahadie, seorang manager  hotel bintang lima di Bandung. Angga baru saja mengalami kecelakaan mobil di jalan tol Cipularang bersama istrinya yang bernama Karina.

Karina tewas di tempat sedangkan Angga sendiri sedang menjalani masa-masa kritisnya. Di sampingnya tampak seorang lelaki muda sekitar umur 23 tahun yang duduk dengan memasang wajah acuh tak acuh. Dia adalah Martin Richard Prahadie. Putranya dari istri pertamanya di Jakarta.

Angga sengaja meminta pihak rumah sakit untuk menghubungi Martin karena merasa waktunya sudah tidak lama lagi. Martin memang datang dengan terpaksa karena sebenarnya dia sangat membenci lelaki itu. Pasalnya, Angga sudah meninggalkan Martin dan ibunya 18 tahun yang lalu saat Martin masih sangat kecil. Karena mengalami pendarahan hebat, ibunya Martin yang bernama Stela meninggal saat sedang mengandung anak keduanya dari Angga.

Sejak itu Martin sangat depresi dan tumbuh rasa benci di hatinya untuk Angga yang menurutnya tidak pantas dipanggil "ayah" lagi olehnya.

"Martin ..." suara Angga terdengar sangat berat dengan napasnya yang mulai putus-putus.

Martin membuang wajahnya jauh-jauh, dia tak ingin menatap wajah ayahnya itu yang sudah hampir menemui ajalnya.

"Nak ..." Angga meraih jemari Martin sampai menggenggamnya erat. Dipandanginya wajah putranya itu yang sangat mirip dengannya sewaktu muda.

"Ayah minta padamu, Martin. Tolong bawa Alice bersamamu ke Jakarta. Bagaimanapun dia adalah Adikmu, Nak. Alice tak punya siapa-siapa lagi," ucapan Angga membuat Martin menoleh padanya.

Tidak mungkin! Dia harus mengurus anak dari istri kedua ayahnya itu.

"Dengar pesan Ayah, Martin. Ayah mohon, kamu jaga dan lindungi Adikmu itu ya, Nak?" Angga kelihatan sangat berharap.

Namun Martin hanya diam dan mengalihkan wajahnya ke sembarang arah. Ya, ini sangat berat baginya.

Dia tidak bisa menerima adik dari ibu yang berbeda itu.

"Martin, berjanjilah pada Ayah, Nak.." suara Angga semakin dalam sedangkan Martin belum juga memberikan jawaban. Paling tidak sebuah anggukan, mungkin bisa membuat lelaki itu pergi dengan tenang.

Martin masih membisu sampai Angga menghembuskan napas terakhirnya dengan mata yang masih menatapnya penuh harap. Para perawat dan dokter segera memeriksa dan mencatat waktu kematian lelaki berumur 50 tahun itu.

"Ayah...!!"

Teriakan seorang gadis berseragam SMA yang tiba-tiba histeris di ruang ICU. Martin mundur agak jauh dari ranjang Angga yang sudah tertutup kain putih. Dia tampak jengah melihat tangisan gadis itu. Akan tetapi, butiran bening tanpa sadar terjun di pipinya. Ya, bagaimanapun Angga adalah ayahnya.

"Ayah bangun! Jangan tinggalkan Alice. Ayah..!!" suara histeris itu sangat menyayat hati Martin.

Ya, gadis malang itu adalah anak dari wanita yang sudah menghancurkan kebahagiaan ibunya. Tidak, tidak, dia tak boleh sampai simpatik pada gadis itu. Karena gadis itu adalah anak haram ayahnya! Anak yang tidak seharusnya terlahir! Dia harus membencinya!

***

Setelah proses pemakaman selesai, Martin yang berdiri agak jauh mulai berbalik untuk segera meninggalkan makam Angga. Baginya kematian yang sangat mudah itu terlalu singkat untuk seorang lelaki yang sudah menelantarkan dia dan ibunya bertahun-tahun lamanya. Harusnya Angga mendapatkan hukuman yang lebih. Semoga dia membusuk dia neraka! Martin berdoa dalam hatinya

"Kak Martin!"

Terdengar suara Alice yang membuatnya menghentikan langkahnya tanpa menoleh. Alice berjalan agak ragu menghampiri lelaki berkemeja hitam itu. Ya, seperti pesan terakhir sang ayah; dia harus mengikuti Martin, karena cuma pemuda itu keluarga satu-satunya yang dia miliki sekarang.

"Kak Martin mau kemana? Aku ikut ya, Kak?" Alice menatap nanar pada Martin yang malah membuang wajahnya jauh-jauh. Sangat terlihat jelas kebencian di wajah pemuda itu.

"Gue mau balik ke Jakarta," jawab Martin dengan wajah datarnya membuat Alice sedikit lega. Paling tidak lelaki itu mau melihat wajahnya sekarang.

"Aku ikut ya, Kak? Ayah bilang.."

"Siap-siap sana! Gue nggak suka menunggu." Martin tak ingin berlama-lama berhadapan dengan adik sialan itu. Dia segera melanjutkan langkahnya disusul oleh Alice yang tersenyum puas mendengar ucapan sang kakak.

Setelah semuanya selesai dipacking, Alice segera meninggalkan rumahnya dan langsung memasuki mobil Martin. Pemuda itu tidak bergeming sedikit pun saat dia sudah duduk di dalam mobilnya. Martin merasa sangat sial karena harus mengurus anak hasil hubungan terkutuk sang ayah.

Martin segera melajukan mobilnya menuju Jakarta. Sepanjang perjalanan mereka tidak saling buka suara apa lagi mengobrol. Keduanya merasa sangat asing karena memang mereka belum pernah bertemu sebelumnya. Alice sesekali menoleh pada Martin, tapi pemuda itu tidak pernah menggubrisnya.

Martin sedang mengutuk dirinya sendiri karena merasa kasihan pada Alice. Kenapa tidak ia tinggalkan saja gadis itu. Apa pedulinya? Anak haram ayahnya itu juga harus mendapatkan balasannya, bukan?

Setibanya di Jakarta. Mobil Martin memasuki gerbang sebuah rumah yang cukup besar. Rumah peninggalan ibunya itu dirawatnya dengan baik selama ini. Martin kesal melihat Alice yang malah tertidur dengan santainya. Gadis sialan! Dia mengumpat sampai kemudian membuka suara lantangnya.

"Heh, bangun! Lo mau tidur di mobil, hah?!"

Alice tersentak dan tampak linglung karena suara bariton Martin tadi cukup membuatnya kaget. Dia melihat Martin sedang memasang wajah geram padanya.

"Oh iya, Kak. Maaf, aku ketiduran tadi." Alice segera membuka pintu mobil dan menyeret kopernya keluar. Martin tidak membantunya sama sekali. Pemuda itu segera membuka pintu dan memasuki rumah.

"Bawa semua barang-barang lo ke kamar itu! Gue capek mau tidur!" perintah Martin sambil menunjuk pintu sebuah kamar yang ada di sudut ruangan.

"Iya, Kak. Makasih.." Alice tersenyum padanya. Namun Martin langsung membuang muka dan berlalu menuju kamarnya yang ada di lantai dua.

Tak apa, Alice bisa mengerti perlakuan sang kakak padanya. Siapa sih, yang mau menerima anak dari wanita lain ayahnya.

Setibanya di kamar, Alice membuka kopernya dan segera menata semua barang-barangnya. Dia meraih sebuah figuran foto orang tuanya yang tampak sedang tersenyum manis.

Air matanya mulai menetes lagi. Mulai sekarang dia tidak bisa bermanja-manja lagi, tidak ada yang melindunginya lagi, dan tak ada tempat untuk berkeluh kesah lagi. Sekarang dia hanya menumpang pada kakak yang sangat membencinya. Entah akan seperti apa kehidupannya nanti.

Dia ingin berontak dari nasib buruk ini, dia tak mau begini! Tapi apa boleh buat, Tuhan berkehendak lain. Ayah-bundanya harus pergi, dan cuma Martin satu-satunya keluarga yang dia miliki sekarang. Dia harus kuat menerima kenyataan ini.

Alice tertidur dengan pipinya yang basah dan kedua tangannya mendekap figuran foto orang tuanya. Andaikan semua ini hanya mimpi, dia ingin segera bangun dari mimpi buruk ini sekarang juga!

Tok! Tok! Tok!

"Bangun!!"

Suara Martin membuatnya kaget, Alice melihat jam wekernya yang baru saja menunjuk pukul dua pagi. Mau apa kakaknya itu memintanya bangun? Meski masih mengantuk Alice segera beranjak dari ranjangnya untuk membuka pintu.

"Tidur apa mati sih? Lama banget. Pakai ini! Cepat keluar." Martin langsung melemparkan sehelai pakaian berbahan tipis ke wajahnya. Alice masih bingung dan menjembreng pakaian itu.

Lingeri? Apa maksudnya?

"Apa ini, Kak?"

"Pake tanya lagi. Elo nggak lihat itu apa?"

"Lingerie, Kak," jawab Alice dengan wajah polosnya.

"Bagus kalo lo tahu. Cepat pakai itu dan temui teman-teman gue di teras belakang. Temani mereka minum."

Apah? Menemani minum? Pake baju begini? Alice masih tidak percaya dengan apa yang barusan didengarnya. Dia masih terdiam menatap wajah Martin yang tampak geram padanya

"Kenapa bengong? Cepat pakai sana!" Martin mendorong bahu Alice kasar. Alice benar-benar tidak menyangka kalau kakaknya itu menyuruhnya melayani temannya yang sedang pesta miras di teras belakang rumah.

Astaga, bagaimana ini? Tidak mungkin dia mengenakan pakaian tipis begitu di depan banyak lelaki.