Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter #4

Malam itu di sebuah bar elit tempat para pejabat membuang uang mereka di meja kasino. Di sudut ruangan dengan pencahaan yang remang, tampak Landon yang sedang minum-minum ditemani oleh seorang wanita berpakaian seksi.

Wanita tidak tahu malu itu duduk di pangkuannya dengan bangga. Sesekali ia tersenyum saat Landon menyentuh pipinya dengan ciuman. Sementara permainan kasino masih terus berlangsung.

"Tuan Muda!"

Ernes datang dengan tergopoh-gopoh. Dia membawa dua orang boduguard untuk menyeret Landon dari meja judi. Pria itu memakinya habis-habisan, karena telah mengganggu kesenangannya malam ini.

"Bos memanggil Anda sekarang juga," bisik Ernes. Tangannya memegangi lengan Landon yang terus berontak.

Seketika Landon terdiam. Mereka pun segera membawa pria itu keluar dari bar. Orang-orang memandangi kepergian mereka.

"Kau sudah menikah, benar begitu?"

Sambil berdiri di tepi garis jendela yang menampilkan situasi kota di malam hari, Alex bicara kepada Landon. Sekitar lima belas menit sang putra tiba di ruangannya.

Mendengar pertanyaan sang ayah, Landon berpaling muka. "Jadi, kau menyeretku malam-malam cuma untuk menanyakan hal yang tidak penting?" ujarnya seraya menyalakan api rokoknya.

Alex mengepalkan tangannya mendengar perkataan Landon. "Tidak penting katamu?"

Landon cuma melirik usai mengembuskan asap putih ke udara. Ia lantas sibuk lagi dengan batang rokoknya, tak mengendahkan perkataan sang ayah sama sekali.

Alex jadi kesal. Maka ia maju ke depan Landon. Kini mereka berdiri saling berhadapan tepat di bawah lampu kristal besar, di dalam ruangan yang dipenuhi dinding kaca, dengan interior bergaya Eropa klasik, mereka terpisah karena amarah.

"Kau menganggap hal besar itu tidaklah penting? Bahkan kau telah menikah tanpa memberitahuku. Apa kau sudah benar-benar memutuskan hubungan denganku?"

Alex bertanya dengan tatapan yang tajam dan nafas yang memburu menahan emosi. Setelah malam pesta peresmian CEO Landon di Hotel California satu pekan yang lalu, mereka baru bertatap muka lagi.

Kematian Veronica menyisakan luka mendalam di hati Alex. Ia memutuskan pergi meninggalkan kota dan menitipkan Landon yang baru berusia sepuluh tahun bersama kakeknya.

Alex pikir setelah menyandang banyak gelar, Landon akan mumpuni memimpin perusahaan, tapi nyatanya sang putra bisanya cuma menghabiskan banyak uang di meja judi dan hobi main perempuan.

Perusahaan mengalami rugi besar-besaran sepanjang tahun. Alex menahan emosi yang telah ia kubur selama bertahun-tahun di Romania. Sekarang Landon menariknya kembali ke kekacauan ini.

Mendengar pertanyaan sang ayah, Landon tersenyum remeh. "Orang yang gagal dalam pernikahannya, mana pantas bicara soal pentingnya sebuah pernikahan."

Alex terkesiap mendengarnya. Nafasnya tiba-tiba tercekat di tenggorokan, dadanya terasa amat sesak, tangannya mengepal kuat.

Apa yang anak itu katakan? Apa Landon sedang menaburkan garam di atas luka yang hampir mengering?

"Apa maksudmu?" Ia berusaha tenang dan menatap Landon dengan tegas.

Landon memiringkan kepala dengan mimik merendahkan. "Apa aku harus ceritakan lagi kisah menyedihkan Keluarga Parker?"

Alex terdiam. Semua persendiannya terasa mati. Ucapan Landon bagai ujung tombak yang amat tajam, yang menghujam langsung ke jantungnya.

Anak itu tidak tahu apa-apa tentang kandasnya pernikahan dia dan Veronica, juga alasan kematiannya yang tragis. Tidak sepantasnya Landon bicara begitu. Namun Alex juga tak ingin membahas masa lalu yang hanya membuatnya sakit hati.

Melihat sang ayah hanya bergeming, Landon kembali menyunggingkan senyuman. Ia lantas mundur dari hadapan Alex. Namun sebelum dia mencapai pintu, langkahnya dihentikan.

"Kakek menulis dalam wasiatnya, jika aku harus menikah barulah boleh menerima wewenang perusahaan. Makanya aku menikahi gadis bodoh dari desa. Tentang siapa gadis itu, kau tak perlu tahu."

Usai menyampaikan hal itu, Landon segera melenggang pergi meninggalkan sang ayah yang masih mematung di posisi.

Asap rokok masih tercium di seluruh ruangan selepas kepergian Landon. Di tengah ruangan dan di bawah sinar lampu kristal yang menggantung tepat di atas kepala, Alex berdiri memandangi punggung sang putra melewati ambang pintu.

Siapa gadis yang sudah Landon nikahi? Dia harus mencari tahu hal itu. Jika tidak, hubungannya dengan David akan memburuk. Parahnya lagi, kemitraan dua perusahaan pun bisa berantakan.

"Bos memanggil saya?"

Satu jam setelah Landon mengemudikan sport car miliknya meninggalkan perusahaan, Ernes memasuki ruang kerja Alex. Sang asisten tampak gugup.

"Ernes, antar aku menemui istri Landon."

Mendengarnya Ernes amat terkejut. Matanya terangkat ke punggung lebar seorang pria yang kini berdiri di hadapannya.

Saat tubuh tinggi kekar dalam balutan kemeja putih yang lengannya dilipat sampai ke siku itu memutar, ia segera membungkuk.

Suara guntur bersahutan menyambar jendela kaca ruangan. Wajah Alex terlihat dingin saat terkena kilat petir. Ernes tak berani menatapnya karena hawa takut.

Situasi ini amat mencekam, saat alam pun menolak atas apa yang terjadi di balik rahasia kelam Keluarga Park ke

***

Provinsi Salvador Barat pukul sembilan pagi.

"Apa katamu? Kau mau ke rumah sakit?! Kau pikir biaya rumah sakit itu murah, hah?! Daripada kau mimpi mau ke rumah sakit, lebih baik kau menabung untuk biaya pemakaman mu saja!"

Prang!

"Uhuk! Uhuk!"

"Mati saja kau! Aku muak denganmu!"

Suara gaduh itu terdengar dari pintu rumah yang terbuka. Rumah kecil yang berada di tepi jalan berbatu menuju bukit. Kawanan domba yang sedang mencari rumput di padang tandus terkejut saat barang-barang dapur dilempar ke luar pintu.

Namun para tetangga di balik jendela hanya melirik sekilas, sudah terbiasa dengan drama sarapan pagi keluarga Xavier.

Tak lama kemudian tampak seorang gadis yang sedang berjalan menyusuri tanah berbatu. Rumah yang pintunya terbuka yang ia tuju. Elsa tersenyum lega karena sudah hampir tiba di rumah Paman Xavier.

Setelah menikah dengan Landon lima bulan yang lalu, ia meninggalkan desa. Elsa sangat senang karena Landon memberi cukup uang untuk pengobatan Paman Xavier yang sakit paru-paru.

Ia berharap saat ini kondisi sang paman jauh lebih sehat. Sehingga ia tidak sungkan menceritakan nasib pernikahannya dengan Landon.

"Mati saja kau sana!"

Prang!

Sebuah piring kaleng menggelinding keluar dari pintu rumah dan berhenti saat menabrak tungkai jenjang seorang gadis. Elsa tercengang. Dia buru-buru melepaskan tas besar yang dibawa, lantas menerobos masuk.

"Uhuk! Uhuk!"

"Sudah tua merepotkan saja kerjanya!"

Di dalam rumah sedang terjadi pertengkaran sengit. Deborah yang sedang marah-marah pada Xavier yang sedang terbaring di atas dipan tua. Sementara di bangku kayu dekat jendela tampak seorang gadis yang sedang makan camilan sambil menonton.

Elsa geleng-geleng. Bergegas ia menghampiri mereka.

"Bibi, tolong jangan marahi Paman! Aku bawa uang jika itu yang Bibi butuhkan, tapi tolong jangan marah-marah lagi! Paman Xavier sedang sakit!"

Sambil merentangkan kedua tangannya, Elsa melindungi Xavier dari Deborah yang hendak menyeret pria tak berdaya itu.

Mendengar uang yang disebutkan oleh Elsa, Deborah dan putrinya terpengarah. "Apa? Kau bawa uang?" tanya Deborah dengan wajah tak sabar.

Sementara putrinya yang bernama Tracy turut menatap penuh rasa antusias kepada Elsa. Dengan gugup dan air mata yang membendung di mata, Elsa segera merogoh ke tas kecilnya.

"Ini, ambilah uang ini," ujar Elsa seraya menyodorkan semua uang kertas yang cukup dibawanya ke depan Deborah dan Tracy.

Dengan cepat Deborah langsung menyambar uang itu. Saat dia dan putrinya sibuk menghitungnya, Elsa bergegas menghampiri Xavier.

"Paman, ayo kita berobat ke rumah sakit. Kau harus sehat lagi!" rintih Elsa dalam tangisnya.

Xavier masih terbaring di tengah dipan. Ia melihat Elsa yang tampak baik-baik saja. Ia berharap anak angkat sudah bahagia atas pernikahannya.

"Di mana suamimu? Apa kau datang seorang diri?"

Xavier berkata dengan nafas yang tersenggal. Mata cekungnya melirik ke arah pintu rumah yang masih terbuka.

Elsa tersenyum pahit. Dia bingung harus mengatakan apa kepada Paman Xavier. Nyatanya dia kabur ke Salvador untuk menghindar dari Landon.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel