Pustaka
Bahasa Indonesia

Gemintang Hatiku

176.0K · Tamat
Romansa Universe
150
Bab
3.0K
View
7.0
Rating

Ringkasan

Demi mewujudkan impiannya menjadi seorang musisi, Bintang rela meninggalkan rumah yang selama ini dia tinggali karena sikap sang ayah yang terlalu mengekang. Sementara, di tempat barunya Ia terjebak cinta segitiga antara gadis yang tak punya pendirian dan seorang manajer cafe tempatnya bekerja.

DewasaKeluargaSweetWanita Cantik

Bab 1 Prolog

"Follow your passion, be prepared to work hard and sacrifice, and above all, don’t let anyone limit your dreams." — Donovan Bailey

...

"Ini yang terakhir kali. Maaf Bintang."

Manik cokelat pemilik lesung pipi sebelah kiri itu terlihat sendu menatap panggung. Pasalnya, tempat di mana dia mencari makan dan uang kost kurang lebih dua bulan ini harus ia tinggalkan mulai besok. Meski secara fisik penampilannya mirip seperti aktor Jefri Nichol itu, nyatanya Bintang Pramudya tak mendapatkan simpati sama sekali. Wajah gantengnya ternyata masih belum cukup mengalahkan tikungan orang dalam.

Bintang menghela napas. Memandangi beberapa lembar kertas merah itu sambil menghitungnya. Membayangkan sesaat, kira-kira berapa lama perutnya akan bertahan dengan uang sebanyak itu. Bintang tertawa dalam hati. Setelahnya Ia hanya bisamenyunggingkan senyum kecewanya setelah ditepuk pelan punggungnyaoleh pengelola kafe yang kini telah menghilang dengan cepatmenuju dapur.

Bintang berlalu.Ia pun pasrah karena tak bisa lakukan apapun. Karena memang begini lah kehidupan penyanyi non kontrak sepertinya. Harus siap-siap ditendang saat tak lagi dibutuhkan.

Manggung dari satu kafe ke kafe lainnya. Penolakan demi penolakan juga sudah menjadi makanannya sehari-hari. Rekor paling lama ia bersemayam di satu kafe adalah selama 3 bulan saja. Itupun, Bintang tak mendapatkan honornya yang terakhir karena terlibat perkelahian dengan manajer kafe tersebut.

Mereka tak mengatakan apapun kenapa dirinya hanya bisa manggung sebagai penyanyi panggilan. Kadang sesekali Bintang menanyakan performanya, apa nyanyiannya buruk hingga ia tak bisa menetap?

Tapi semua hanya mengatakan cukup cukup dan cukup. Membuatnya bingung apa kekurangannya.

Hah! Bintang hanya bisa menghela napas kasar lagi.

Sebagai lagu penutup untuk malam ini, pemuda capricorn itu melantunkan senorita dari Shawn Mendes. Melihat mereka menggerakkan kepala atau menikmati nyanyiannya saja sudah cukup membuat Bintang puas. Pasalnya, ia jadi tahu bahwa suaranya masih cukup layak untuk didengar orang.

Menjadi penyanyi adalah mimpinya. Mimpi yang membuatnya nekad untuk mengakhiri segalanya.

Mengakhiri hubungannya dengan papanya, berpisah dengan adik semata wayangnya dan juga Mama.

Bukan mudah untuk memilih jalan ini. Memaksakan diri ikut kemauan papanya agar ia bisa duduk di kursi manajer tekstil kayu lapisdan foodcourt, malah membuatnya ingin bunuh diri. Otak Bintang tak sampai kesitu. Bahkan memimpikannya pun tidak.

Kuliah jurusan bisnis membuat Bintang engap sendiri. Walau universitas ternamaan Jogja itu menjamin ijazahnya kelak akan cemerlang, nyatanya yang membuat Bintang drop out adalah tekanan. Tekanan dari seorang papa yang otoriter pada semua anggota keluarga.

Bintang menyerah. Ia tak lagi sanggup memaksa otak dan hatinya untuk menuruti kemauan papanya selama ini. Bahkan dari kecil lagi ia sudah mendapatkan doktrin tentang menjadi - pewaris usaha terkenal Pramudya.

"KAMU ITU HARUS IKUTI KARIR PAPA! APA YANG KAMU HARAPKAN DENGAN UKULELE MU ITU? MENJADI PENGAMEN SEPERTIRUDI KENALPOT!"

Kalau saja Bintang kecil bisa menjawab saat itu, dia ingin sekali bilang pada papanya bahwa banyak sekarang musisi jalanan seperti Rudi Kenalpot yang sukses. Seperti mang Kule yang dulunya pengamen pun kini menjadi pelawak nomor satu di Indonesia.

Tapi ya sudahlah. Toh Bintang harus membuktikannya sekarang. Bahwa tak ada yang tak mungkin untuk meraih mimpi.

Karena mimpi itu untuk dikejar, bukan cuma sebagai karangan tugas bahasa Indonesia.

Ada hal lain juga kenapa Bintang memilih membelot. Melihat papanya yang terlalu sibuk di kantor hingga mengabaikan dirinya dan adiknya, sudah cukup membuat kenangan pahit di dalam diri Bintang.

Bintang tak ingin seperti itu. Menghabiskan separuh hidupnya mengejar harta hingga tak satupun kesenangan dan kelekatan yang di dapat bersama keluarga.

Keluarga yang tak utuh itu membuat Bintang bertekad, kelak ia tak ingin seperti itu.

Tepuk tangan dari para pengunjung kafe menutup penampilan Bintang malam ini. Pemuda yang suka menenteng ukulele berwarna biru pastel itu, turun dari panggung dan mendapati Divo teman satu kostnya itu duduk santai sambil melambaikan tangan padanya. Bintang menghampiri sambil menyicip bir bermerk sama seperti namanya itu dari atas meja Divo.

Divo menyipit serius. Tampak sekali raut kekecewaan terpancar dari wajah teman sekamarnya itu. Sebatang rokoknya yang tersisa pun Bintang rampas tanpa persetujuannya. Membuat Divo menelan ludah menahan diri untuk tak merokok sampai besok pagi.

"Ada apa? Kenapa wajahmu tertekuk seperti kertas begitu?" sindir Divo sesekali tertawa melihat wajah Bintang yang bermuram durja.

Bintang mengepulkan asapnya ke udara. Menatap malas rekannya itu. Karena yang dilihat pun tak ada bedanya dengan dirinya. Mengeneskan dan suram. Sama-sama nekad keluar dari keluarga yang hangat demi meraih cita-cita.

Cita yang entah kapan akan menjadi kenyataan yang mengenyangkan.

"Besok aku pindah tempat lain -"

"Lagi?"

"Kenapa kaget begitu?" keryit Bintang seolah Divo tak bernasib sama dengannya.

Divo tergelak. Ia kembali membahas soal karma. Apa ini akibat dari membantah kata orang tua? Sudah berapa kali Divo ingatkan untuk sesekali menghubungi Mama Bintang sebagai ungkapan rindu. Tapi Bintang berulang kali pula tak menggubrisnya.

"Biar aku tebak, sedang memikirkan nasib?"

"Iya. Harus mulai serius nih dari sekarang. Tapi..." sungut Bintang yang kali ini atensinya berpindah pada suara nyaring seorang gadis di parkiran. Gadis itu tampak sempoyongan. Mungkin mabuk.

Orang-orang mulai mengerumuni. Bak adegan dalam sinteron, seorang pengendara motor tampak sengit menghalau gadis yang tengah menarik jaket kulitnya. Tapi sang gadis terlihat gigih meskipun untuk menegakkan tubuhnya sendiri saja pun dia kesulitan.

"Coba ikut audisi nyanyi yuk, mana tahu -"

Ocehan Divo dianggap angin lalu oleh Bintang. Pasalnya fokus pemuda dua puluh tiga tahun itu sudah sepenuhnya pada sang gadis yang kini harus puas menelan rasa sakit di pipi akibat tamparan keras dari pengendara motor itu.

Bintang terkesiap. Seperti role film yang berputar ulang, rasa panas di pipinya kembali terasa. Scene berulang saat dia mendapat tamparan keras dari sang papa kembali melekat dan tak mungkin bisa Bintang lupakan seumur hidupnya.

"Anak tidak tahu diri! Papa berusaha keras untuk menjadikan kamu pewaris keluarga Pramudya. Tetapi, lihat! Lihat apa yang kamu berikan sebagai balasannya?"

"Surat DO yang kampus keluarkan membuat Papa malu dengan sikap kamu. Kamu calon penerus keluarga Pramudya, Bintang! Tetapi, kamu justru mempermalukan nama keluarga kita dengan perbuatan kamu itu."

Keadaan yang kian tak kondunsif itu memaksa Bintang beranjak, mengacuhkan Divo yang baru sadar tentang adanya sebuah pertikaian di sudut parkir. Divo terlambat untuk menghalangi Bintang yang kini berlari cepat menuju sang gadis menyeruak dari kerumunan kamera dan ponsel yang terselip di antara mereka. Bintang tak habis pikir dengan fenomena jaman sekaranh. Kenapa lebih mendahulukan mengabadikan momen ke sosial media daripada menolong orang tersebut? Ck.

Dengan sigap, Bintang menarik gadis itu melepas ekor sepeda motor yang kapan saja bisa membuatnya terseret.

Geram, Bintang meraih sebuah helm untuk melampiaskan kekesalannya. Pengendara itu mau tak mau menghentikan lajunya akibat lemparan helm yang mengenai punggungnya. Penonton pun riuh.

Pengendara itu akhirnya turun dan tersulut. Mendekati Bintang yang tengah pasang badan siap menerima pelampiasan akibat perbuatannya.

"Kamu siapa?"

"Kamu yang siapa? Berani main kasar dengan perempuan!"

Tak terima karena dihina, pengendara motor yang diketahui adalah pacar si gadis itu hendak melayangkan tinjunya. Namun aksinya sudah didahului oleh sang gadis yang menampar Bintang secara tak terduga.

"JANGAN IKUT CAMPUR!"

"Hah?" jawab Bintang bingung. Penonton semakin riuh.

Menyunggingkan senyum menjengkelkan, pengendara motor itu lalu kembali naik ke motornya. Meninggalkan Bintang yang emosinya kini malah berpindah pada sang gadis gila di depannya. Bintang tak habis pikir. Inikah yang dinamakan air susu dibalas dengan air tuba. Sudah dibantu, ditampar pula?

"Jangan mabuk sembarangan! Sayangi diri sendiri dulu baru sayangi orang lain!" ketus Bintang.

Yang diajak bicara malah balik mendelik kepadanya. Mengacungkan jari tengahnya ke arah Bintang seolah tak merasa bersalah sedikitpun. Bintang geleng-geleng kepala tak mengerti.

"Hei! Aku bisa jaga diri sendiri!"

Bintang angkat tangan. Melepas tangan gadis itu yang dia pikir sudah tak sanggup lagi berdiri. Perasaan kesalnya menguap. Bintang terus merutuki dirinya karena bodoh sekali beradu argumen dengan orang yang tengah mabuk. Daripada terus menjadi tontonan, Bintang mengakhiri aksi heroiknya yang gagal. Dengan kesal, Bintang memilih diam lalu bergerak menjauh.

Baru saja Bintang melepaskan tangannya,gadis bersurai cokelat itu kembali kehilangan keseimbangannya. Membuatnya berputar lalu menarik ujung jaket Bintang yang tepat berada di sisinya. Bintang reflek menangkap tubuh gadis itu lagi hingga wajah mereka saling bertemu. Karena terkejut,Bintang terjatuh lalu menindih gadis itu yang kepalanya tergeletak tepat di jok motor yang terparkir.

Bibir mereka pun akhirnya saling bertemu. Membuat getaran hebat di sekitar mereka. Getaran... yang berakhir dengan jatuhnya satu persatu sepeda motor yang ada di sana.

Penonton semakin tambah riuh. Bahkan tak sabar menunggu kelanjutannya.

…Bersambung…