Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Saya Ini Wanita Bersuami

Sepulang dari kantor, Renata pergi ke hotel tak lupa dia meminta kartu akses untuk masuk ke dalam kamar, setibanya di kamar Renata berkali-kali menghubungi rumah sakit untuk bertanya tentang operasi sang suami.

"Operasinya akan segera dimulai ibu, Pak Andika sudah masuk ke ruangan operasi bersama tim dokter yang menanganinya." Suster yang berjaga di sana memberikan laporannya.

"Baiklah terima kasih suster," sahut Renata dalam sambungan telponnya.

Renata melihat jam tangannya, dia beberapa kali melihat ke arah pintu, pikirannya terus melayang ke rumah sakit, dia mondar-mandir bingung memikirkan sang suami yang akan segera di operasi.

"Apa aku kesana saja ya, bodoh amat dengan pak Dion" gumam Renata.

Saat bersamaan Dion masuk, suara Dion membuat Renata tersentak kaget.

"Pak Dion," spontan lisan Renata memanggil Dion.

Renata mendekati Dion, mencoba berunding lagi supaya mengijinkannya pergi ke rumah sakit sebentar setidaknya sampai Andika selesai operasi.

"Nggak, sekali nggak tetap nggak," kata Dion yang membuat Renata menatap kesal atasannya tersebut.

"Saya mohon." Tatapan Renata mengiba, memohon pada Dion untuk mengijinkannya.

"Baiklah, kita main sebentar setelah itu kamu boleh pergi tapi setelah urusan kamu selesai kembali lagi kesini," ucap Dion.

"Baiklah," sahut Renata yang langsung menyetujui kemauan Dion.

Mereka berdua mulai melakukan ritual cocok tanam mereka, lagi-lagi belaian Dion membuat Renata melayang, keduanya saling menyerang satu sama lain untuk memburu hasrat yang telah berapi-api.

"Aaaahhhhhh," lenguhan Renata membuat Dion semakin bergairah, dia semakin memompa Renata dengan cepat.

"Lebih cepat mas," ucapnya dengan nafas yang memburu.

"Baik sayang," sahut Dion.

Tak berselang lama keduanya sama-sama menegang dan keluarlah sesuatu yang hangat dari area sensitif mereka masing-masing.

Dion yang lelah langsung saja menindih tubuh Renata sehingga Renata merasa sulit bernafas.

"Pak, saya tidak bisa bernafas," protes Renata.

Dion tersenyum, lalu menyingkirkan tubuhnya dari tubuh mungil Renata.

Setelah Dion menyingkir dari tubuhnya, Renata langsung beranjak dan memakai pakaiannya kembali.

"Saya harus segera ke rumah sakit pak," kata Renata

"Ingat Renata ini hanya pembukaan saja belum ke inti dan penutup jadi kembalilah secepatnya," pesan Dion.

"Baik pak," sahut Renata lalu pergi keluar.

Renata berjalan dengan langkah cepat, dia mengambil motornya dan segera pergi ke rumah sakit.

Setibanya di rumah sakit, Renata berlari menuju ruang operasi dan nampak lampu masih menyala yang artinya operasi masih berlangsung.

Renata nampak cemas, pikirannya kemana-mana memikirkan Andika yang kini berada di ruang operasi.

"Mas kamu harus kuat, jangan sampai pengorbananku sia-sia," gumam Renata.

Lama menunggu dan akhirnya lampu operasi telah mati, beberapa dokter keluar dengan wajah yang lelah.

"Bagiamana Dok?" tanya Renata.

"Operasinya berhasil, kita berdoa saja semoga pasien segera siuman dan pulih," jawab dokter.

Renata nampak lega, dia sangat bahagia karena operasi suaminya telah berhasil yang bearti pengorbanannya menjadi budak ranjang CEOnya tidak sia-sia.

"Terima kasih ya Tuhan," ucap Renata dengan bahagia.

Kini Andika telah dipindahkan ke ruang perawatan, Renata terus menunggui suaminya yang masih memejamkan mata hingga dia melupakan Dion yang sedari tadi menunggunya di hotel.

"Mas kamu kok nggak sadar sadar." Rasa khawatir perlahan hinggap ke dalam pikiran Renata.

Renata menangis di samping Andika yang tak kunjung membuka matanya hingga Renata ketiduran.

Waktu menunjukkan pukul enam pagi, Andika yang sudah membuka matanya sengaja tidak membangunkan istrinya dia juga meminta dokter yang datang untuk pelan-pelan dalam berbicara.

"Baik dok," sahut Andika dengan lirih.

Andika mengelus kepala sang istri yang tidur di dengan posisi duduk dengan kepala di tepi ranjangnya.

Mata Andika membasah, melihat sang istri yang pasti kelelahan sehabis bekerja langsung menungguinya, apalagi pekerjaan Renata kini bertambah banyak untuk biaya pengobatannya.

"Terima kasih sayang, aku janji setelah aku sembuh aku akan kerja keras," ucap Andika.

Dadanya sungguh sesak melihat sang istri susah karena dirinya, dia merasa kalau hanya jadi beban Renata.

Waktu terus berlalu jam dinding telah menunjukkan pukul tujuh pagi namun Renata masih memejamkan matanya.

"Sayang," panggil Andika dengan menggoyang tubuh Renata.

Perlahan Renata membuka matanya, dia sungguh bahagia karena Andika telah siuman.

"Mas kamu sudah sadar? gimana? mana yang sakit?" Renata memberondong Andika dengan banyak pertanyaan.

"Sudah enakan sayang, ini udah jam tujuh kamu nggak ke kantor?" tanya Andika.

"Iya mas. Maaf ya nggak memiliki banyak waktu untuk merawat kamu, nanti aku usahakan pulang cepat kalau aku nggak ada lembur," jawab Renata.

Sebelum pergi Renata meminta suster untuk menjaga Andika. Dia takut kalau ada apa-apa dengan Andika.

"Mas aku pamit ya," pamit Renata.

Sebelum ke kantor, Renata mampir rumah untuk membersihkan diri, saat dia membuka bajunya bau Dion yang menempel seketika membuat Renata ingat akan janjinya semalam.

"Astaga pak Dion?" kata Renata sembari membolakan matanya.

Renata segera menyelesaikan mandinya dan bergegas untuk bersiap.

"Pasti dia marah padaku," gumamnya dengan takut.

Renata melajukan motornya dengan kecepatan lumayan tinggi sehingga dia sampai di kantor lebih cepat.

Tepat pukul delapan dia tiba di kantor, saat berjalan menuju meja kerjanya Renata berpapasan dengan Dion.

"Ikut ke ruangan aku," titahnya dengan dingin.

Renata sungguh takut, dia yakin pasti Dion marah padanya, dengan sedikit gemetar Renata mengikuti Dion ke ruangannya.

Setibanya di ruangannya, Dion menyuruh Renata masuk.

Brak

Dion menutup pintu ruangannya dengan keras, untung ruangan Dion berada di lantai paling atas yang mana di lantai tersebut hanya ada ruangnya dan ruangan Jerry serta ruang-ruang lainnya yang hanya pada saat tertentu digunakan sehingga tidak akan ada yang mendengar.

"Kamu pikir siapa dirimu hah! membuatku menunggu hingga pagi!" teriak Dion yang membuat Renata tersentak kaget.

"Maafkan saya pak," sahut Renata dengan takut.

"Cih, kamu pikir maaf kamu bisa mengobati kekesalanku menunggumu hingga pagi!" tukas Dion.

Renata pasrah dengan apa yang akan Dion lakukan, dia semalam sungguh tidak ingat karena pikirannya tertuju pada Andika yang tidak kunjung sadar.

"Lantas apa yang harus saya lakukan pak?" tanya Renata.

Dion menatap Renata dengan tatapan memangsa, kekesalannya semalam membuatnya ingin memberi pelajaran pada Renata.

"Kamu harus mengganti malam kemarin dengan tiga puluh malam," jawab Dion.

Renata membolakan matanya menatap Dion, tiga puluh hari malam? lalu bagaimana dengan Andika?

"Pak saya mohon, saya bisa menggantinya sekarang tapi saya mohon jangan meminta tiga puluh hari pak, bagaimana dengan suami saya," Renata mengiba meminta belas kasihan Dion.

"Terserah kamu Renata, kalau kamu menolaknya kembalikan semua uang yang telah aku beri dan segera buat surat pengunduran diri," kata Dion.

Lagi-lagi Renata dibuat membatu, bagaimana mungkin mengembalikan uang yang sudah dia gunakan untuk membayar biaya perawatan sang suami?

"Ingat kalau kamu sampai lupa lagi, satu malam kamu harus menggantinya dengan tiga puluh malam," imbuh Dion.

Tubuh Renata terhuyung ke belakang, kakinya terasa lemas, rasanya untuk menopang tubuhnya dia tidak memiliki kekuatan.

"Saya mohon pak, saya ini wanita bersuami," kata Renata dengan menangis.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel