Pulang dari Rumah Sakit
Dion terjebak sendiri, alih-alih ingin menyalurkan hasrat tapi kini dia malah kecanduan dengan tubuh bawahannya sendiri. Lantas bagaimana dengan ucapannya dulu? yang melarang Renata untuk tidak baper? dia pun kini seperti menjilat ludahnya sendiri.
Tak ingin Andika menunggu lama, Renata bergegas pergi ke rumah sakit, pikirannya bercabang kemana-mana antara Dion dan Andika yang membuatnya semakin tak menentu.
Tak terasa motor sudah memasuki kawasan rumah sakit, Renata segera memarkir motornya lalu dia menuju resepsionis untuk melunasi sisa biaya administrasi perawatan Andika.
"Totalnya 225 juta." Suster memberikan daftar list pembayaran pada Renata.
Melihat mahalnya biaya pengobatan penyakit kanker membuat Renata menghela nafas padahal sebelumnya dia juga mengeluarkan uang untuk biaya operasi dan lain-lain.
Sederet tindakan tindakan untuk pasien yang banyak memakan biaya, mulai kemoterapi, radioterapi, terapi hormon hingga terapi target dan lain-lainnya ini membuat Renata menggelengkan kepala.
Seusai membayar tagihan rumah sakit Renata pergi ke ruang perawatan Andika untuk membawa suaminya pulang.
"Mas udah siap pulang?" tanya Renata.
"Udah dong sayang," jawab Andika dengan tersenyum.
"Nanti kamu aku pesankan taksi online sedangkan aku bawa motor," kata Renata sambil mengambil tas yang berisi baju Andika.
"Nggak, aku bareng kamu saja sayang," sahut Andika.
"Kan kamu masih sakit mas," timpal Renata.
"Siapa yang sakit sih sayang aku udah sembuh," tukas Andika.
Renata menghela nafas, baiklah jika itu kemauan Andika.
Kini keduanya berjalan keluar rumah sakit, Andika nampak lebih baik sekarang dan wajahnya nampak lebih ceria.
"Sayang, berapa biaya pengobatan aku?" tanya Andika.
Renata tersenyum ketir, dia memang sengaja tidak ingin memberi tahu berapa biaya rumah sakit pada Andika karena takut kalau Andika tau dirinya akan drop.
"Sudahlah mas, aku nggak mau bahas masalah ini, lebih baik kamu fokus dengan proses pemulihan kamu saja," kata Renata.
"Baiklah," sahut Andika.
Tak ingin membuat sang istri kesal, Andika memilih diam dan menahan rasa kepo yang ada di dirinya.
Sepanjang perjalanan pulang Andika memeluk Renata dari belakang, sudah lama mereka tidak merasakan momen seperti ini.
Sesampainya di rumah, Renata membawa Andika ke kamar untuk istirahat karena dia juga harus segera kembali ke kantor.
"Mas untuk makan kamu pesan online aja ya, nanti aku transfer saldo untuk e-wallet kamu," kata Renata.
"Iya, kamu nanti kerja lagi?" tanya Andika.
"Iya mas, mungkin besok siang aku baru pulang. Ini aku dikirim atasan aku keluar kota," jawab Renata.
Andika nampak berpikir, bagaiamana bisa Renata dikirim ke luar kota? bukankah dia hanya staf biasa lalu untuk kerjaan malamnya sebenarnya dia kerja apa? beragam pertanyaan muncul di dalam pikirannya.
"Ini dikirim kantor ke luar kota, lalu bagaimana dengan pekerjaan kamu yang malam hari? ijin lagi kan kemarin udah nggak kerja." Andika menatap Renata dengan lekat menanti jawaban yang akan istrinya sampaikan.
Seketika raut wajah Renata berubah, jawaban apa yang akan dia berikan untuk sang suami.
Untung dengan cepat otaknya berpikir sehingga bisa memberikan jawaban logis untuk sang suami.
"Sebenarnya aku bekerja di kafe milik bos aku mas, manganya aku kadang diberi kelonggaran," jelas Renata.
Kebohongan sudah diciptakan, apa akan ada kebohongan-kebohongan lainnya? entahlah yang pasti Renata tidak ingin Andika tau kalau dirinya dan Dion cocok tanam setiap malam.
"Oh begitu," sahut Andika.
Andika memeluk Renata dengan erat, rasanya berat sekali mengijinkan Renata bekerja seperti ada sesuatu tapi apa? Andika tidak bisa menjelaskan lewat kata-kata.
Ingin sekali menahan Renata di rumah tapi.... Andika sungguh kesal dengan keadaannya.
"Aku ini kangen berat sama kamu sayang," bisik Andika.
"Sama mas tapi aku harus kerja kan kamu tau sendiri uang untuk biaya pengobatan kamu itu uang pinjaman," sahut Renata.
Andika melepas pelukannya, andaikan dirinya tidak sakit mungkin saat ini istrinya tidak harus bekerja banting tulang untuk dirinya.
"Iya sayang aku tau," tukas Andika dengan sedih.
"Tapi aku tidak apa-apa kok mas, aku ikhlas menjalani semua ini, aku hanya punya kamu begitu sebaliknya jadi jangan bersedih," kata Renata dengan mengelus pundak Andika.
"Iya sayang," ucap Andika dengan mencoba tersenyum.
Sebelum kembali ke kantor, Renata mengemasi bajunya yang akan dia pakai besok dan nanti malam.
"Aku berangkat kerja ya mas, kamu baik-baik di rumah, semua sudah aku siapkan kamu tinggal ambil saja dan untuk makannya pesan online saja ya." pesan Renata.
"Iya sayang," sahut Andika.
Tak lupa Renata mengecup pipi Andika sekilas begitu pula sebaliknya.
Renata pergi dengan perasaan yang tak karu-karuan, dia tahu dan paham kalau perbuatannya sungguh tidak pantas, suami baru pulang dari rumah sakit sedangkan dirinya akan enak enak di bawah kungkungan tubuh atasannya tapi bagaimana lagi dirinya pun tidak ingin melakukan semua ini namun keadaan yang memaksa. Kesederhanaan mereka membuat Renata terpaksa melakukan ini semua.
"Maafkan aku mas, aku terpaksa melakukan hal ini," batin Renata.
Waktu terus berlalu jam pulang kantor telah usai, Renata diminta Dion untuk menunggunya di mini market dekat kantor karena dirinya tidak mungkin naik satu mobil dengan Renata dari depan loby kantor.
"Baiklah pak," Renata mengirim balasan untuk Dion.
Renata bergegas keluar kantor dan pergi ke mini market, dia menunggu di depan sambil memainkan ponselnya.
Beberapa waktu kemudian mobil Dion masuk parkiran mini market dan Jerry diperintahkan keluar untuk memanggil Renata.
Setelah Renata masuk Jerry melajukan mobilnya kembali.
Suasana hening di antara mereka, baik Dion dan Renata sama-sama memainkan ponselnya hingga pertanyaan Dion melerai keheningan di antara mereka.
"Bagaiamana suami kamu?" tanya Dion.
"Baik pak," jawab Renata.
"Syukurlah," sahut Dion.
"Iya," timpal Renata.
Dion yang kesal karena Renata terus memainkan ponsel meminta Renata untuk mendekat.
"Mendekat lah Renata," titah Dion.
"Kenapa pak? saya sudah nyaman duduk di pinggir jendela," protes Renata.
"Aku bilang mendekat ya mendekat, kamu tidak memilik opsi menolak," maki Dion.
Renata menghela nafas, atasannya sungguh menjengkelkan.
Renata menggeser tubuhnya dan mendekat, Jerry yang melihat dari depan nampak menggelengkan kepala, bagaiamana kalau pasangan mereka masing-masing tau?
"Mulai Minggu depan jadilah sekertaris aku," kata Dion.
Renata membolakan mata, bagiamana bisa Dion meminta dirinya untuk menjadi sekertaris? bukankah Dion sudah memiliki asisten.
Tak hanya Renata Jerry juga kaget dengan perkataan Dion.
"Astaga apa-apaan dia, kenapa meminta Renata menjadi sekretarisnya kalau sampai Nona Vera tau bagaimana?" Jerry bermonolog dengan dirinya sendiri dalam hati.
"Maaf pak, saya tidak bisa karena mungkin setelah hutang saya lunas saya akan resign," kata Renata yang membuat Dion terkejut.
Dion yang sudah kecanduan tubuh Renata tentu tidak akan membiarkan Renata resign.
"Siapa yang menyuruh kamu untuk resign," kata Dion dengan dingin sambil menatap Renata.
"Saya sendiri pak," sahut Renata.
"Lalu bagaimana dengan aku?" protes Dion.
"Pak kita ini bukan siapa-siapa, kenapa saya harus memikirkan anda, bukanlah anda sendiri yang bilang kalau tidak boleh baper," tukas Renata.
Mendengar ucapkan Renata, Dion menjadi marah dan mengepalkan tangannya.
"Lagipula suami saya sudah sembuh pak, dia yang ingin gantian mencari nafkah," imbuh Renata.
Nafas Dion udah mulai tidak teratur, moodnya kini berubah.
"Jerry tepikan mobilnya!" titah Dion yang membuat Renata bingung.
"Kenapa ditepikan?" tanya Renata.
Setelah mobil sudah menepi Dion meminta Jerry untuk keluar mobil.
"Pak, kenapa pak Jerry disuruh keluar?" tanya Renata.
Dion melonggarkan dasinya lalu menatap Renata dengan tatapan tak biasa.
"Aku tidak mengijinkan kamu untuk resign," kata Dion lalu mencium bibir Renata dengan panas.
Tangan Dion mere-mas pantat Renata dan ini membuat Renata kesakitan.
Dengan sekuat tenaga Renata mendorong tubuh Dion.
"Pak, sudah!" bentak Renata.
"Saya menghargai Anda sebagai atasan saya tapi bukan berarti anda bisa berbuat seperti ini," maki Renata.
