Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Besok Kamu Milik Aku

Entah siapa yang harus disalahkan dalam hal ini, apakah Renata, Dion, Andika atau Vera istri Dion? yang jelas apapun yang mereka lakukan tidak ada niatan untuk menyakiti pasangan masing-masing.

Mereka juga tidak mau terjebak dalam situasi yang seperti ini namun kembali lagi semua sudah digariskan untuk mereka.

Pagi sekali Renata sudah bangun, bola matanya memutar menatap Dion yang masih memejamkan mata di sampingnya.

"Anda begitu sempurna pak Dion, saya takut kalau terus terusan bercinta dengan anda, saya akan memiliki perasaan lebih," gumam Renata.

Hatinya mulai bimbang, meski selama ini dia selalu membayangkan Andika saat bercinta dengan Dion namun belaian Dion mampu membuatnya ke awan.

Tak ingin terjebak dalam perasaannya, Renata beranjak dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Dalam kamar mandi Renata mengguyur tubuhnya di bawah pancuran shower, dirinya menggosok tubuhnya dengan banyak sabun supaya aroma percintaan panasnya dengan Dion hilang.

"Maafkan aku mas Dika," batin Renata.

Setelah mandi, Renata segera pergi dari kamar hotel karena tugas melayani Dion sudah selesai.

Renata melajukan motornya pergi ke rumah sakit, sebenarnya Andika ingin pulang namun dokter masih ingin memantau sel kanker di tubuhnya masih ada atau sudah benar-benar hilang.

"Mas." Dengan manja Renata memanggil Andika yang duduk di atas bed.

Andika menoleh dia sangat senang karena Renata sudah datang.

"Sayang kamu sudah pulang?" tanya Andika.

"Iya mas, aku sengaja pulang cepat," jawab Renata.

"Kenapa tidak setiap hari pulang cepat, aku sungguh rindu denganmu sayang," ucap Andika yang membuat Renata tersenyum ketir sambil mengangguk.

Sebenarnya dia juga sangat merindukan sang suami tapi bagaimana lagi ketidakberdayaan membuatnya terjebak dalam situasi yang sulit.

"Maafkan aku mas," sahut Renata dengan mata yang basah.

Hatinya perih jika mengingat kalau dirinya telah berhianat, menodai janji sakral tiga tahun yang lalu saat mereka memutuskan untuk menikah dan saling setia.

"Maaf diterima tapi peluk dan cium dulu," tukas Andika tersenyum.

Dengan segera Renata memeluk sang suami, hatinya hancur ketika Andika mendekapnya, tangisnya pecah mengingat kelakuannya yang seperti seorang jalang, bagiamana tidak setiap malam dia selalu berada dalam dekapan lelaki lain.

"Sayang kok nangis sih," protes Andika lalu melerai pelukannya.

Andika meletakkan kedua tangannya di kedua pundak Renata, dia menatap Renata dengan tatapan yang tak biasa.

"Ada apa?" tanya Andika dengan khawatir.

Renata tersenyum dalam tangis sembari menatap Andika yang juga menatapnya.

"Aku nggak papa mas," jawab Renata.

"Nggak apa-apa kok nangis, jangan berbohong sayang," sahut Andika.

"Nggak berbohong mas," timpal Renata.

Tangan Andika tergerak untuk mengusap air mata istrinya kemudian dia memeluk Renata lagi dengan erat.

"Maafkan aku mas," batin Renata.

Waktu sudah menunjukan pukul tujuh, waktunya bagi Renata untuk ke kantor lagi.

"Mas aku kantor dulu ya, nanti sore aku usahakan pulang cepat, malam ini aku juga gak ada kerjaan," kata Renata yang membuat Andika senang.

Senyum merekah di bibir Andika, sudah lama dia dan Renata tidak menghabiskan waktu bersama karena sakit dan juga kesibukan Renata.

"Aku tunggu ya, sebenarnya aku bosan jika terus terusan di rumah sakit," sahut Andika.

"Iya nanti kalau udah sembuh bisa pulang kok," timpal Renata.

Setelah mengecup kening dan mencium punggung tangan sang suami Renata berjalan keluar, dia segera berangkat karena takut kalau telat.

Setibanya di kantor, Renata langsung menuju meja kerjanya dan segera bekerja pikirannya hari ini hanya ingin pulang cepat supaya bisa menemani sang suami.

Waktu terus berlalu, tak terasa sudah waktunya untuk makan siang. Renata yang sangat lapar rencannya ingin makan di depot yang tidak jauh dari kantornya.

"Makan siang dulu ah," gumam Renata.

Dalam pikirannya, dia membayangkan soto ayam yang pedas dengan perasan jeruk nipis.

"Hmmmmm pasti enak siang-siang gini makan bakso soto." Saliva Renata terus mengalir.

Baru beberapa langkah berjalan Jerry dari belakang memanggilnya.

"Renata," panggil Jerry.

Renata segera menghentikan langkahnya dan menoleh.

"Ada apa pak Jerry?" tanya Renata.

"Dipanggil pak Dion," jawab Jerry.

Mendengar Jerry bilang kalau dirinya dipanggil Dion membuat keinginan untuk makan lenyap sudah.

"Ada urusan apa pak?" tanya Renata.

"Kurang paham, kamu bisa tanya dengan pak Dion langsung," jawab Jerry.

Renata menghela nafas, dia memiliki firasat kalau Dion pasti meminta jatahnya malam ini padahal Renata sudah ada janji dengan Andika untuk menghabiskan malam bersama.

Dengan langkah malas Renata pergi ke ruangan Dion. Keinginan untuk makan Soto ayam hilang sudah karena Dion.

Setibanya di depan ruangan Dion, Renata mengetuk pintu dan menyapa Dion yang sibuk di meja kerjanya.

"Siang pak," sapa Renata.

Dion beranjak dari kursi kebesarannya dan meminta Renata untuk masuk. Dia menggiring Renata untuk duduk di sofa.

"Kenapa anda memanggil saya pak?" tanya Renata.

"Nanti malam aku ada urusan keluar kota, aku ingin kamu menemani aku," jawab Dion.

Renata menatap Dion dengan tatapan yang tak biasa, kenapa Dion berubah pikiran? bukankah dia sendiri yang bilang kalau dirinya akan meminta jatahnya setiap dua hari sekali tapi kenapa sekarang berubah?

"Pak saya barus menjaga suami saya pak, saya sudah berjanji dengannya malam ini," protes Renata.

"Tapi aku juga membutuhkan kamu Renata," sahut. Dion.

"Tapi saya tidak bisa pak," tukas Renata.

Renata dan Dion sama-sama terdiam, Dion merasa kesal karena Renata menolak ajakannya sedangkan Renata juga merasa kesal pada Dion yang tidak mengerti keadaanya.

"Gini saja, kamu pulang sekarang dan temani suami kamu dan nanti pukul empat aku jemput di rumah sakit." Dion mencoba bernegosiasi.

"Mohon maaf pak, kalau saya pulang sekarang hanya hanya memiliki waktu tiga jam untuk suami saya." Renata mencoba menolak.

Dion menghela nafas, meski kesal tapi dia tidak memaksakan kehendaknya daripada Renata terus kepikiran suaminya yang nantinya membuat kualitas bercinta mereka tidak nikmat.

"Baiklah, tapi besok jatahku, suami kamu nggak boleh mengganggu," sahut Dion dengan kesal.

"Baik pak," sahut Renata.

Karena sudah tidak ada yang dibicarakan Renata pamit undur diri daripada Dion berubah pikiran yang memaksanya untuk ikut dengannya keluar kota.

"Ya sudah pak, saya pamit dulu karena saya mau makan siang," pamit Renata.

"Iya," ucap Dion.

Dengan segera Renata keluar dari ruangan Dion, benar saja nafsu makannya kini telah hilang dan untuk mengganjal perutnya Renata membuat teh di pantry.

Dalam ruangnnaya, Dion sedikit kesal entah mengapa kini dirinya ingin selalu bersama Renata.

Setiap malam dia ingin bawahannya tersebut untuk selalu menemaninya mengabiskan malam.

"Besok malam kamu milik aku Renata," gumam Dion dengan senyuman iblisnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel