Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

HMT 2 - DAHSYAT

Kabut pagi memutih di sekitar pegunungan. Tessa baru saja selesai membuat sarapan. Wanita itu sedang berdiri di samping meja makan. Tangannya sibuk menata menu sarapan yang baru selesai dia buat.

"Pagi, Darling!"

Suara bass itu menyentuh telinga Tessa bersamaan dengan dua tangan berbulu yeng melingkat di sekitar perutnya.

Tessa tersenyum manis, lantas memutar sampai menghadap pria yang mengganggunya.

"Kau sudah selesai mandi?" tanyanya sambil menatap wajah tampan Leo dengan kagum.

Pria dalam seragam ARMY Angkatan Darat itu mengulas senyum lantas berkata. "Aku mau menu pembukanya sekarang," bisiknya ke wajah Tessa.

Wanita itu terkekeh geli, dan Leo langsung menyambar bibir Tessa dengan ciuman. Suaminya memang amat romantis dan agak mesum. Tessa membalas ciuman Leo dengan bersemangat.

"Hari ini aku harus melapor ke kantor pusat, sepertinya aku akan pulang besok pagi," ucap Leo sambil menyantap sepotong roti. Matanya tertuju pada Tessa.

Ada banyak tugas sejak dia naik jabatan, Leo takut jika Tessa akan kesepian. Usia Tessa baru genap 23 tahun. Istrinya sangat manja dan sering kekanak-kanakan.

Mungkin karena Tessa sudah tidak memiliki orang tua lagi. Leo paham akan hal itu. Dia menyukai Tessa apa adanya.

Wajah Tessa berubah murung setelah mendengar ucapan suaminya. Inilah resiko menjadi istri tentara. Leo sangat sering pergi ke luar kota untuk bertugas di lapangan.

Meski begitu, Tessa sudah memikirkannya sebelum dia memutuskan untuk menikahi Leo.

Pria itu idola di kampus. Tessa amat tergila-gila pada Leo.

Hanya saja, dia sering kesepian jika Leo pergi ke luar kota atau ke luar negeri. Tessa takut jika suaminya yang tampan itu akan bermain gila dengan wanita lain saat bertugas.

Tessa masih belum mengatakan apa pun, dia tampak gelisah sambil mengunyah rotinya pelan-pelan.

Melihat wajah murung sang istri, Leo jadi turut gusar. Dirainya jemari Tessa di atas meja. Mereka saling memandang kemudian.

"Mengapa harus menginap di sana? Di New Shamila sedang turun salju, bagaimana jika kau terkena flu atau kedinginan? Siapa yang akan menjadi selimutmu nantinya?"

Sambil mengemasi beberapa pakaian Leo ke dalam koper, Tessa tidak henti mengoceh.

Hatinya benar-benar berat melepaskan suaminya pergi. Namun apa boleh buat, Leo seorang tentara yang harus melakukan tugasnya untuk negara.

Leo yang sedang berdiri di teras balkon tersenyum tipis mendengar ucapan Tessa. Dia selalu dibuat gemas saat istrinya yang cantik dan nakal itu sedang merajuk.

Diletakkan senapan yang sedang dipegangnya pada meja, Leo bergegas menghampiri Tessa.

"Kyaaaa!!"

Wanita itu memekik kaget saat Leo merengkuh pinggulnya dari belakang, lantas menghempaskan Tessa ke tengah ranjang. Mereka saling berpandangan dengan jarak yang amat dekat.

"Mengapa terus mengoceh seperti burung beo? Suamimu bahkan masih di sini," bisik Leo ke wajah Tessa. Jarinya membelai pipi, rahang lalu mencuubit hidung mancung Tessa dengan gemas.

"Leo!"

Tessa mengerang kesakitan akibat ulah suaminya. Leo segera berlari saat Tessa bangkit dan ingin membalas. Mereka saling berkejaran di dalam kamar.

Tessa yang gemas ingin mencubit pipi Leo. Namun, kaki meja membuatnya tersandung dan nyaris terjatuh.

Leo dengan sigap menangkap Tessa. Mereka jatuh bersama ke lantai, dan Tessa menimpa Leo.

"Kau tidak apa-apa? Mana yang sakit?" Leo buru-buru bangkit dan memeriksa kondisi Tessa. Wajahnya terlihat amat cemas pada istrinya. Ini Salahnya membuat Tessa terjatuh, pikirnya menyesal.

Mata Tessa terangkat ke wajah Leo. Dipandangi suaminya dengan kagum. Tak ada pria sebaik Leo yang dia temui selama 23 tahun.

Sejak orang tuanya tiada dan semuanya meninggalkan dia, hanya Leo yang Tessa miliki. Pria itu selalu ada untuknya, melindunginya meski sendirinya bisa saja terluka.

Melihat Tessa diam saja, Leo jadi cemas. Diusap pipi istrinya itu sambil menatapnya dengan lembut. "Kau melamun?"

"Aku hanya sedang berpikir, mengapa ada pria yang sepertimu? Kau tahu? Kau bisa terluka karena menolongku tadi," jawab Tessa dengan pendar mata yang sendu.

Leo tersenyum tipis mendengarnya. Tessa benar-benar membuatnya gemas. "Dasar wanita bodoh. Kau pikir jika terjadi apa-apa denganmu aku akan bisa hidup, hah?" ucapanya sambil mencubit hidung Tessa.

"Leo ...," erang Tessa dengan wajah kesal.

Sementara di rumah sebelah.

Alex baru saja selesai berolahraga. Sambil berdiri di samping sebuah alat gym, dia menyeka keringat yang membasahi tubuhnya dengan handuk.

Selain melukis, pria 27 tahun itu gemar berolahraga untuk merawat bentuk tubuhnya. Lagi pula tidak banyak hal yang dia kerjakan selama di rumah sepanjang hari. Dengan berolahraga, dia bisa sedikit mengurangi rasa bosannya.

Dari arah pintu masuk, seorang wanita berjalan menghampiri. Bibirnya mengulas senyum melihat tubuh atletis Alex yang bertelanjang dada.

"Aku akan segera ke kantor. Sarapanmu ada di ruang makan. Sore ini aku akan pergi ke lokasi kontruksi untuk melihat proyek perusahaan. Jangan tidur larut malam ya, aku tidak mau kau sakit."

Alex mencengkeram handuk dalam genggaman mendengar ucapan wanita yang berdiri di belakangnya itu. Lagi-lagi Tracy pergi dan pulang keesokan harinya.

Kapan wanita itu mau tinggal di rumah dan melakukan percintaan panas dengannya?

Mereka sangat jarang melakukan hubungan intim layaknya suami-istri. Baru enam bulan mereka menikah, tapi semuanya terasa begitu hambar bagi Alex.

Melihat suaminya diam saja, Tracy tersenyum pahit sambil memalingkan wajah ke arah jendela. Alex pasti kesal karena dia tidak memiliki banyak waktu untuk suaminya itu.

Namun, harusnya Alex tahu diri. Jika dia tidak bekerja, maka harus bagaimana mereka bertahan hidup di kota kecil ini? Sedangkan Alex sebagai suami bahkan tidak pernah memberinya nafkah.

Semua itu hanya terucap dalam hati Tracy saja. Sungguh dia sangat mencintai Alex. Dia tidak mau sampai menyinggung perasaan suaminya.

Namun, sikap Alex dua bulan terakhir ini membuatnya serba salah dan sedih.

Alex selalu dingin dan memberinya wajah bosan. Tracy kebingungan. Bagaimana dia harus mengimbangi sikap Alex?

"Pergilah. Aku akan baik-baik saja meski tanpamu," ucap Alex dengan acuh dan tanpa mau melihat wajah istrinya. Pria itu malah sibuk memainkan barbel di tangannya sambil duduk.

Tracy tercengang akan ucapan Alex. Dia menatapnya tegas. "Maksudmu, akan lebih baik jika aku tidak berada di hadapanmu, begitu?" tegasnya ke depan Alex.

Pria yang sedang duduk sambil memainkan barbel menatap Tracy. "Aku tidak ngomong begitu."

"Tapi caramu bicara ... kau seperti membenciku," ucap Tracy mulai terpancing emosi.

Alex berdecak jengah. "Pergilah. Nanti kau ketinggalan meeting dengan hanya mengurusi suami pengangguran ini," ucapnya lantas bangkit.

Tracy kembali tercengang. Alex tidak peduli. Pria itu segera melenggang pergi meninggalkan istrinya.

"Alex ...,'' lirih Tracy lantas mengusap wajahnya dengan kasar. Sikap Alex membuatnya kesal dan sedih.

*

"Bye! Sayang!"

Tessa melambaikan tangan sambil tersenyum lebar pada mobil dinas yang baru saja melaju meninggalkan pelataran rumah.

Leo telah pergi. Hatinya terasa sepi kemudian.

Wajah Tessa berubah murung saat mobil yang membawa Leo sudah tidak kelihatan lagi. Menghela napas lesu, langkah Tessa terayun menuju pintu rumahnya.

Dari teras balkon rumah sebelah, Alex memperhatikan Tessa sambil menikmati secangkir kopi. Wanita itu lucu juga dan sangat manis, pikirnya gemas.

Malam pun tiba. Tessa sedang menonton televisi seorang diri. Sesekali dia menoleh ke arah pintu. Siapa tahu Leo berubah pikiran dan kembali ke rumah, pikirnya berharap.

Namun, sampai jarum jam menunjuk angka dua belas malam, Leo tidak kunjung datang. Tessa jadi sedih. Akhirnya dia putuskan untuk pergi ke kamar dan tidur.

Entah berapa lama dia tertidur, Tessa terjaga saat mendengar suara-suara gaduh dari arah dapur. Matanya yang bulat mencari-cari dalam kegelapan kamar. Sepertinya ada orang di dapur, pikir Tessa.

Apakah Leo telah kembali?

Tessa masih berpikir sambil memasang telinganya guna menangkap suara-suara yang dia dengar.

Sepertinya Leo memang telah kembali. Tessa tersenyum senang, lantas dia beringsut dari ranjang.

"Sayang, kau kah itu?!"

Teriak Tessa sambil menarik handel pintu kamarnya ke luar.

Tak ada jawaban?

Aneh sekali.

Tessa berjalan menuju dapur untuk memeriksa. Setibanya di sana, dia sangat terkejut melihat ada dua orang pria asing yang sedang membuka pintu-pintu lemari kitchen set.

"Pencuri!"

Dua orang pria itu terkejut mendengar teriakan Tessa. Mereka segera menghampiri dengan memasang wajah sangar. Satu orang mengeluarkan pisau lipat untuk menakut-nakuti Tessa.

"A-apa yang mau kalian lakukan? Jangan bunuh aku!" Tessa ketakutan setengah mati. Dia bergegas mundur hendak kabur.

Namun, tiba-tiba dari arah belakang. Tendangan dahsyat seorang pria membuat pencuri tersungkur. Tessa sangat terkejut. Matanya membulat penuh melihat pria yang datang menolongnya.

"Pak Alex Spencer?"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel