Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab.2. Let's Clubbing Tonight

"Van, ntar malem ikutan clubbing 'kan? Gue tungguin di Dark City Club jam 10 malem, oke?" ujar Cindy terdengar dari ponsel Vanya yang disetel mode loud speaker sementara si empunya ponsel sibuk mengoles kutek warna pink electric di kuku-kuku panjangnya yang termanikur rapi.

"Beres, Cyin. Gue pasti dateng, tungguin aja. Btw, lo masih jalan sama sugar daddy lo yang kemarin gak?" tanya Vanya berlagak kepo sambil meniupi kukunya.

"Aaahh lo mention dia juga. Kagaa ... si papi terlalu posesif, padahal dia 'kan sudah punya bini. Males aahh! 2 hari lalu udah gue putusin, biarin nangis-nangis bombay. Makanya gue mau cari gandengan baru ntar malem di club, kali aja ada Om-om ganteng yang tajir bisa dibungkus," jawab Cindy dengan pede.

"Ahahaha ... dibungkus? Lo pikir ketoprak, Cyin ... bisa dibungkus? Yang pedes pake karet dua," seloroh Vanya dengan asal.

"Hihihi ... makin pedes makin ajib, Say!" sahut Cindy cekikikan.

"Gue mau juga dong, Om-om ganteng yang hot. Nggak tahu kenapa ya, gue belakangan ngerasa hampa dan sedikit jablay. Lo ngerti sendiri Cyin, gue 'kan cewek abal-abal, kalau cowok normal tahu gue bukan cewek tulen selalu broke up. Mental orang Indonesia ya, emang masih belum bisa nerima yang unperfect kayak gue," ujar Vanya dengan sedikit nada sedih di ucapannya sembari duduk berselonjor menatap langit sore yang berwarna biru muda dari sofa di balkon ruko miliknya.

Cindy pun terdiam sejenak lalu menjawab, "Jangan terlalu dipikirin, Van. Someday lah lo pasti dapet cowok yang mau nerima elo apa adanya. Gue paham jiwa lo cewek kok, gue juga nggak pernah ngehakimin pilihan lo buat jadi cewek sekalipun lo cowek. Hihihi."

"Dasar lo, Cyin! Iya, thanks. Ya udah mpe ketemu ntar malem ya. Full genk 'kan?" balas Vanya.

"Iya semua ikut, Ellen, Rachel, Chacha, Lusy, full genk dateng semua. Lo dandan maksimal gih biar dapet jodoh, Van!" jawab Cindy.

"Siap, Boss! Bye, Cyin," sahut Vanya lalu mengakhiri teleponnya dengan Cindy.

Tak lama kemudian, Dedy naik ke balkon untuk memanggil bosnya karena ada klien setia salon yang ingin ditangani langsung oleh Vanya.

"Mbak V-vanya ...," panggil Dedy terbata-bata sambil menelan ludah melihat paha putih mulus Vanya yang berselonjor di sofa.

Vanya menghela napas melihat mata Dedy jelalatan melihat tubuhnya yang seksi semlohay. "Kenapa Ded?" tanyanya datar.

"Om Rusli minta potong rambut sama Mbak Vanya, dia nolak ditangani sama capster salon," jawab Dedy sambil menatap wajah cantik Vanya untuk mengalihkan perhatiannya dari bodi bos-nya yang menggoyahkan iman itu.

"Uhmm ... oke, aku turun." Vanya mengerucutkan bibirnya sembari berjalan melewati Dedy yang berdiri di samping pintu balkon.

Lengan Dedy tak sengaja menyenggol gundukan montok di dada Vanya ketika bos-nya itu melewatinya tadi. Tubuh Dedy serasa mendadak lemas, sementara Vanya tidak mengetahuinya. "Kapan gue punya pacar kayak Mbak Vanya?! Bodinya bikin gue merinding dangdut kesrempet slebornya," gumam Dedy melempar poni panjangnya ke belakang lalu menyusul Vanya turun ke bawah.

"Sore, Om Rusli. Gimana? Ada yang bisa Vanya bantu?" sapa Vanya dengan suaranya yang mendayu-dayu mendekati kursi tempat seorang Om-om berusia awal 50 tahunan berkumis tebal menghadap cermin salon.

"Ehh Vanya Sayang ... iya nih, Om mau minta dipotongin rambut sudah kepanjangan. Om nggak suka gondrong, kurang berwibawa dan nggak rapi kesannya," jawab Om Rusli.

Vanya pun berdiri di belakang kursi yang diduduki Om Rusli lalu menyentuh rambut dan kepala si Om. "Oke, model taper fade aja kali ya, Om. Jadi ntar bagian samping sama belakangnya Vanya clipper tipis tapi yang atas dibiarin jadi kesannya masih tebal biar nggak kelihatan botak gitu. Pakein pomade apa gel sedikit ujungnya biar rapi pas disisir ke belakang," ujar Vanya sembari menatap ke cermin bertukar pandang dengan Om Rusli.

"Boleh ... boleh, Van. Om yakin pasti jadinya bagus," jawab Om Rusli tanpa rewel.

Vanya senang dengan klien setianya yang satu ini, tidak banyak gaya dan berkantong tebal. Dia pun menyemprotkan air ke rambut Om Rusli lalu mulai menggunting rambut panjang seleher itu. Kemudian menggunakan clipper menipiskan bagian samping kanan kiri dan belakang kepala pria itu. Sesuai perkiraannya model rambut taper fade memang cocok untuk Om Rusli, aura Om-om tajir ala CEO lebih nampak dengan hairstyle ini. Vanya menemukan rambut putih yang lumayan banyak di kepala Om Rusli.

"Om, apa nggak minat sekalian toning rambut hitam? Ubannya sudah mulai banyak lho," ucap Vanya dengan perhatian.

"Oya? Boleh deh sekalian semir rambut biar nggak keliatan tua-tua banget. Hehehe," jawab Om Rusli terkekeh menatap Vanya dari cermin.

"Kalau toning-nya sama karyawan Vanya nggakpapa ya Om?" pinta Vanya dengan hati-hati sembari tersenyum tipis meletakkan kedua tangannya di bahu Om Rusli.

Om Rusli pun mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. "Oke, thanks ya Van," ucapnya sembari menepuk-nepuk tangan Vanya di bahunya.

Setelah itu Vanya pun berpamitan ke karyawannya untuk pulang ke rumahnya. Ruko salon sebenarnya ada kamar tidur untuk Vanya selain ditinggali oleh karyawan-karyawannya yang berjumlah 6 orang. Namun, Vanya merasa kurang nyaman tinggal bersama orang luar, dia lebih senang tinggal bersama keluarganya di rumah.

Jam pulang kantor di jalanan Jakarta selalu macet. Rumah keluarga Vanya ada di perumahan Pondok Indah, mereka sudah lama tinggal di sana.

Vanya mendengarkan siaran radio sambil menyetir mobil Honda Jazz putihnya. Dia menunggu lampu merah berubah menjadi hijau, diapun menoleh ke sisi kanan mobilnya. Ada sebuah sedan BMW hitam sepertinya keluaran terbaru, kaca mobilnya bening. Seorang pria bule yang mengendarai mobil itu, ganteng sekilas mirip Chris Hemworth.

Diapun cuci mata memandangi pria bule itu cukup lama hingga yang dipandangi sadar lalu menoleh ke arahnya.

"Ups!" ucap Vanya menggigit bibirnya lalu menatap ke arah mobil di depannya.

Vanya menoleh lagi ke kanan dan mendapati pria bule itu sedang menatapnya terang-terangan dari dalam mobil BMW hitamnya.

"TINN ... TINN ...." Suara klakson mobil di belakangnya memecah momen saling pandang itu.

Dengan segera Vanya mengemudikan mobilnya maju, sedangkan mobil BMW itu membunyikan klakson ketika melewati mobil Vanya. Si bule menyeringai dengan wajah tampannya kepada Vanya sekilas sembari melambaikan tangannya.

Diapun bersiul. "Wow, gantengnya maksimal, kece badai, si om bule. Kapan ya gue dapet cowok yang kayak gitu?" ujar Vanya bermonolog di dalam mobilnya sambil menyetir ke arah pulang ke rumahnya.

Melihat macetnya jalanan Jakarta, sepertinya Vanya hanya bisa makan malam dan mandi lalu berangkat lagi ke night club tempat dia dan genk-nya akan clubbing malam ini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel