Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

HMT 2 - SENYUMAN LIAR

"Sudah cukup sesi perkenalannya, lebih baik kita makan sekarang." Dengan bibirnya yang tersenyum masam Edward segera melerai tangan Hardin dan Meghan yang sedang berjabat tangan. Dia lantas merangkul bahu wanita cantik di sampingnya itu menuju ruang makan.

Hardin mematung sesaat sampai akhirnya menyusul mereka. Sepasang matanya memandangi wanita yang tengah berjalan di hadapannya. Tubuh Meghan sangat indah bak sebuah jam pasir. Dia memiliki bokong yang besar dengan ingkar pinggangnya yang kecil. Sementara kedua payudaranya yang montok selalu menyembul penuh dari bagian depan pakaiannya. Ah, benar-benar tubuh yang sangat menggairahkan.

Dia sudah pernah melihat semuanya dua tahun yang lalu.

Benar, dua tahun yang lalu dirinya pernah mencumbui wanita itu di sebuah kamar hotel dimana teman kuliahnya Julio mengadakan sebuah sex party di Polandia. Pesta itu Julio gelar untuk merayakan ulang tahun Hardin. Akhirnya ia datang ke pesta konyol yang diadakan oleh rekannya itu. Dia tak ingin membuat Julio kecewa.

Namun sungguh tak disangkanya, baru saja dirinya tiba di pesta, Julio dan beberapa rekannya langsung memaksanya memasuki sebuah kamar.

Kamar 365 di lantai tiga hotel, dia masih mengingatnya. Hardin sangat terkejut melihat seorang wanita yang sedang terlentang pasrah di tengah ranjang di kamar itu. Tubuh wanita itu hanya dibalut sehelai lingerie hitam transparan yang seksi. Sedangkan kedua tangannya diikat pada masing-masing tepi ranjang.

Pengaruh obat horny yang dicampurkan pada wine yang diminumnya pun mulai bereaksi. Menariknya untuk segera menggumuli wanita itu. Julio dan yang lainnya hanya menonton saat Hardin membantai wanita itu di atas ranjang. Bahkan mereka merekamnya, entah untuk apa.

Hardin dalam keadaan sadar sepenuhnya. Meski di bawah kendali obat perangsang, dia tahu betul malam itu dirinya telah merenggut kebanggaan wanita itu. Namun ia akui, wanita itu sangat liar dan membuatnya sangat bergetar.

Ah, sial. Dia segera memalingkan wajahnya mengingat betapa menggilanya dia pada malam itu.

Setelah kembali dari Polandia, dia tak lagi mengetahui tentang wanita itu. Entah dari Julio sekali pun. Karena rekannya itu mengatakan, jika wanita itu sudah mereka beli untuk hadiah ulang tahunnya. Hardin pun tak mau ambil pusing.

Tapi sekarang apa yang terjadi. Wanita itu kini muncul di hadapannya, bahkan berada di sekitarnya. Sial! Hardin segera memalingkan wajahnya saat Meghan menatapnya. Wanita itu melempar senyum binal untuknya saat mereka sudah mulai menikmati hidangan di ruang makan.

Apa maksudnya? Hardin tak ingin Meghan sampai mengingatnya dan kejadian malam itu. Namun entah kenapa dirinya merasa sangat bergetar karena tatapan wanita di hadapannya itu.

'Aghh! Kamu ...'

Oh, shit! Tiba-tiba saja suara itu terdengar kembali. Saat dimana dirinya dan Meghan menghabiskan malam bersama di Polandia. Oh, tidak. Sepertinya dia sudah tidak waras sekarang. Meghan bukan lagi wanita bayaran yang dulu dirinya cumbui, melainkan ibu sambungnya saat ini. Konyol! Hardin menggelengkan kepalanya tampak dilema.

"Hardin, why? Kamu kelihatannya sangat gelisah. Apakah ada masalah?" tanya Edward seraya menunjuk pria muda di seberang meja makan dengan garpu di tangannya. Sejak tadi puteranya itu tampak gelisah, itu yang dilihatnya.

"Ah, tak ada. Maaf," balas Hardin dengan gelagat yang tampak canggung. Bibirnya tersenyum garing dan kembali sibuk dengan sendok dan garpunya.

Meghan tersenyum tipis melihatnya. Crazy, pria ini sangat menawan. Sepasang matanya tak mau beranjak dari wajah tampan blasteran Jerman-Rusia itu. Handsome, namun bukan itu yang mengalihkan dirinya. Justru bibir itu yang tampak seperti telaga kenikmatan. Ingin rasanya ia melumatnya. Gila! Bagaimana mungkin? Pria macho yang sedang dirinya pandangi itu adalah anak tirinya.

Sial! Meghan menusuk steak yang sudah diirisnya. Dengan agak kasar dia memasukan potongan daging panggang itu ke dalam mulutnya. Dia menguyahnya seraya memandangi Hardin. Nikmat sekali, pikirnya sudah hilang kendali.

"Hardin, Daddy senang kamu sudah menyelesaikan studimu. Esok kamu harus ikut dengan Daddy ke kantor. Mulai besok kamu harus mengurus perusahaan," tukas Edwar seraya menatap pada Hardin, sementara tangan kanannya meraih tisue untuk menyeka bibirnya. Dia sudah selesai makan.

"Wel," jawab Hardin singkat tanpa memalingkan pandangan dari steak yang sedang diirisnya. Mungkin memang sudah saatnya ia menjadi pria yang bertanggung jawab. Setelah selama ini hidupnya hanya berhura-hura bersama para wanita dan para rekannya di Jerman.

Edwar hanya mengangguk sembari tersenyum. Dia sangat bangga pada puteranya itu. Meski Hardin bukan darah dagingnya yang sebenarnya, namun baginya anak hasil perselingkuhan istrinya itu adalah anaknya. Dia rela menutupi aib itu seumur hidupnya sampai istrinya meninggal.

Dia berusaha menahan segala sakit di hatinya karena pengkhianatan sang istri. Namun saat istrinya, Deborah datang padanya dalam keadaan hamil tua, Edward tetap menerimanya dengan tangan terbuka. Sebenarnya dia masih sangat mencintai Deborah, namun sebagai seorang pria, dia merasa terhina atas perbuatan istrinya itu.

Bagaimana tidak? Deborah telah berselingkuh dengan koleganya sendiri. Daniel Hernandez, ingin rasanya ia menghabisi pria itu. Namun dari beberapa perkelahian mereka, dirinya tak pernah bisa lebih unggul dari Daniel. Sampai akhirnya Edward memilih untuk mengalah, membiarkan Deborah memporah-porandahkan pernikahan mereka.

"Aku harus pergi, ada beberapa berkas yang harus aku urus di kantor. Istirahatlah," tukas Edward seraya mengecup pucuk kepala wanita di hadapannya. Keduanya sedang berdiri di samping mobil BMW hitam yang menepi di pelataran mansion.

"Ini sudah malam, kenapa tidak besok saja?" Meghan hanya sedang berbasa-basi saja. Karena sebenarnya dia lebih merdeka jika pria tua itu tak berada di sampingnya.

"Jangan cemas. Lagi pula sekarang sudah ada Hardin. Aku rasa dia bisa menjagamu juga. Aku pergi," balas Edward. Dia melepaskan genggaman tangan Meghan darinya seraya melempar senyum manis untuk sang istri.

Meghan hanya mengangguk sembari tersenyum manis. Pergilah dan jangan kembali lagi, Tua bangka! Gumannya dalam hati. Dia melambaikan tangannya pada Edward saat pria itu memasuki pintu mobilnya. Bagus, pergilah kemana pun! Bibir tipis itu kembali tersenyum sembari memandangi mobil BMW hitam yang membawa Edward meninggalkan pelataran mansion.

Tubuh indah bak jam pasir itu spontan berputar untuk kembali memasuki mansion. Namun dia sangat terkejut mendapati Hardin yang sedang berdiri di hadapannya saat ini. Sepasang pupil kebiruan itu membulat penuh dengan mulutnya yang sedikit mengangah.

"Maaf, Mom. Boleh aku bicara denganmu?" tanya Hardin. Tak ada ekpresi apa pun di wajah tampan itu selain senyum misteriusnya dan tatapan yang terlihat menekan.

"Hm, baik. Ayo." Dengan jantungnya yang masih cenat-cenut tak karuan, Meghan segera melenggang melewati pria tinggi kekar di hadapannya itu. Bicara? Bicara apa? Dalam hati bertanya sendiri dengan ekor matanya yang berusaha menggapai bayangan Hardin yang tengah berjalan di belakangnya.

"Ya, bicaralah." Meghan mempersilakan Hardin duduk pada sofa panjang di ruang santai. Sementara dia segera mendaratkan bokongnya di sana.

"Aku ingin bicara di kamarku," tukas Hardin masih dengan ekpresi yang sulit diartikan oleh Meghan. Hanya tatapan yang menekan, namun sangat memesona.

Apa? Meghan sangat terkejut mendengarnya. Bicara di kamar? Pikirannya mulai traveling tak karuan. Dia menelan ludah kasar seraya mengangkat sepasang netranya ke wajah Hardin. Jujur saja, daripada menjadi anak tirinya, pria itu lebih cocok menjadi pasangan sex-nya. Konyol! Meghan segera memalingkan wajahnya guna menepis pikiran mesumnya itu.

"Ayo ke kamarku sekarang."

Meghan sangat tersentak mendengar ucapan Hardin. Dia segera bangkit dari sofa. Sepasang mata indahnya menatap penuh tanya pada pria berkemeja putih di hadapannya itu. Lengan kemejanya dilipat sampai ke siku, menampilkan otot-otot lengannya yang kekar. Meghan kembali menelan ludah kasar melihatnya. Terlebih cara pria itu membasahi bibirnya. Sangat menggemaskan.

"Kenapa masih diam? Ayo ikut aku sekarang." Hardin tak memberikan kesempatan lagi pada Meghan untuk bertanya. Pria itu segera mencekal lengan wanita itu, lantas menyeret Meghan menuju kamarnya di lantai tiga mansion.

Terhuyung-huyung langkah kecil Meghan mengimbangi langkah panjang Hardin yang tengah menyeretnya menaiki anak tangga. Apa ini? Kenapa pria itu memperlakukan dirinya seperti seorang wanita yang telah dibelinya. Hardin menyeretnya tanpa mengendahkan jika dirinya adalah ibu tirinya. Sekarang entah apa yang akan pria itu lakukan padanya. Meghan sedikit curiga.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel