Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3. Kecurigaan Martin

Martin merasa yakin jika gadis yang sudah berani mencium bibirnya semalam adalah pelayan baru di cafe Lemoncello milik Pierre. 

"Untuk apa dia datang ke rumahku? Apakah dia orang suruhan Lili atau Ayahku?" gumam Martin sambil tetap mengamati dan curi-curi pandang memperhatikan Camille mengambil dan mengantarkan pesanan ke meja pelanggan lainnya di cafe. 

Lili adalah istri muda Gabriel, Papanya Martin yang selalu mencari kesempatan untuk menggoda Martin. Dan setiap kali itu pula penyakit alergi aneh Martin kambuh sampai pernah di bawa ke rumah sakit karena sekarat. 

Sedangkan Gabriel, sejak Martin menunjukkan reaksi serta alergi anehnya terhadap lawan jenis yang muncul saat dia berusia tiga belas tahun, Gabriel seperti tidak mempedulikan Martin. 

Namun akhir-akhir ini Gabriel semakin cerewet meminta Martin menikahi wanita-wanita yang dia carikan dan kenalkan kepada putra yang selama ini dia abaikan tersebut. Wanita-wanita yang memiliki kekuatan atau kekuasaan untuk membuat Gabriel semakin merajai Sisilia dengan bisnis ataupun kekuasaannya. 

"Dia tidak mungkin orang suruhan Lili! Bearti besar kemungkinan adalah orang suruhan Ayahku," Martin menyimpulkan analisisnya sendiri dalam kepalanya.

"Baiklah, akan aku ikuti permainan kalian," tambah Martin bermonolog sendiri. 

Martin segera berpamitan dengan Pierre dan mengatakan kepada pria itu untuk pesanan lemonnya akan segera dikirimkan oleh orang-orangnya ke cafe. 

--

Camille membantu merapikan ruangan cafe, membersihkan setiap meja lalu membalikkan kursi di atas meja yang telah dia bersihkan. Tubuhnya lelah tetapi hatinya senang luar biasa. Di hari pertama dia bekerja, Camille sudah luwes melayani dan mengingat menu serta jenis-jenis minuman yang di jual oleh Pierre dan Luca. 

"Terima kasih sudah memberikanku kesempatan untuk bekerja di sini," ucap Camille seraya pamit pada Pierre juga Luca karena Dylan, Ayah angkatnya sudah datang menjemputnya pulang. 

"Bagaimana pekerjaanmu?" tanya Dylan sambil memperhatikan riak wajah Camille yang bersemu kemerahan. 

"Sangat menyenangkan meski sedikit lelah. Ach, malam ini sepertinya aku akan langsung tidur pulas," sahut Camille yang berjalan melompat-lompat kesenangan juga melirik Dylan dengan tatapan mata ceria. 

Di ujung jalan, Martin memperhatikan Camille yang sedang berjalan bersama Dylan dan diam-diam mengambil photo kedua orang itu menggunakan kamera ponsel canggihnya lalu mengirimkannya pada seseorang. 

"Selidiki kedua orang ini!" perintah Martin pada Daniel, asistennya di bidang penyelidikan serta mata-mata selain Patrick yang merupakan asisten dalam pekerjaan dan keseharian Martin.

"Dylan Desoutter dan Camille Desoutter," sebuah pesan masuk ke ponsel Martin yang bergumam pelan. 

"Dylan Desoutter bebas bersyarat seminggu lalu saat tertangkap mencuri di salah satu kediaman di Palermo. Ada urusan apa kamu dengannya?" tambah Daniel sambil bertanya pada Martin layaknya kepada sahabat. 

"Aku mau kamu menyelidiki Camille Desoutter. Bukan sesuatu yang penting, tetapi aku curiga gadis itu digunakan oleh Ayahku untuk menjeratku," balas Martin, lalu meletakkan ponselnya ke laci dasbor dan dia fokus kembali memperhatikan Camille dan Dylan yang sedang membeli camilan pada pinggir jalan dan membawanya pulang. 

Tatapan mata Martin sedikit menyipit dan tanpa sadar sudut bibirnya membentuk garis senyum saat melihat Dylan berjongkok di depan Camille dan menggendong gadis yang sudah bisa di sebut dewasa muda itu pada punggungnya. Kemudian Dylan membawanya melangkah cepat ke rumah. 

"Aku sangat yakin kamu yang mencium bibirku, Camille. Dan jika alergiku tidak kambuh padamu, terimalah risiko permainanmu, akan ku jadikan kau berlutut padaku!" bisik Martin dengan wajah sedikit lebih kejam dan tatapan mata coklatnya sangat tajam. 

Dylan menurunkan tubuh Camilla dari punggungnya begitu mereka sampai di rumah. 

"Bibi ...kami membeli roti bakar untukmu dan Abraham. Dimana anak nakal itu?" teriak Camille ceria sambil mengangkat tinggi kantong kertas di tangannya ke hadapan Solenne, istrinya Dylan yang dia panggil ‘Bibi’.

Solenne tersenyum hangat, mengambil kantong kertas dari tangan Camille, "Pergilah mandi dulu agar segar tubuhmu. Bagaimana pekerjaanmu hari ini, apakah semuanya berjalan lancar?" tanya Solenne menatap lurus dengan senyum menggoda pada Camille. 

"Semuanya berjalan lancar. Aku bahkan sudah bisa menghapal semua menu di cafe untuk di tawarkan kepada pelanggan. Hallo, Miss Solenne, selamat datang di cafe Lemoncello. Kami memiliki minuman dengan bahan dasar lemon yang segar, sangat nikmat dan juga cocok untuk Miss Solenne yang cantik. Apakah Miss Solenne tertarik mencobanya? Untuk menunya kami juga ada berbagai macam variant seperti bruschetta, panini, gnocci dan juga cake seperti di menu ini. Ada potongan diskon untuk transaksi di atas 50 Euro, akan mendapatkan potongan diskon 10% karena pemilik cafe kami sangat tampan!" Camille mempraktekkan cara dia menyapa tamu yang datang ke cafe tentu saja dengan penambahan sana sini sesuai dengan isi kepalanya yang ingin berseloroh menggoda Solenne. 

"Och gadisku ku sangat pintar dan sudah mengerti pria tampan!" cetus Solenne ceria melirik Dylan yang tertawa kecil mendengar candaan istri dan putrinya. 

"Tentu, dia adalah putriku, tentu saja sangat pintar!" sahut Dylan yang mendorong kedua bahu Camille dari belakang agar bersegera pergi mandi. 

"Hei, anak nakal! Apa yang kamu lakukan di seharian di rumah? Apakah kamu merepotkan Bibiku?" goda Camille melirik Abraham yang turun dari kamarnya ketika mendengar suara nyaring Camille. 

"Aku sudah menjadi anak baik, Cammie! Bibimu adalah Bibiku sekarang!" balas Abraham memeletkan bibirnya menggoda Camille yang terbahak. 

Camille mandi dengan cepat di kamarnya di lantai tiga, mengganti pakaiannya lalu turun ke lantai dua dimana terdapat ruangan makan keluarga. Lantai satu digunakan untuk toko berjualan sebagai usaha mata pencaharian bagi Dylan dan Solenne yang kini dibantu juga oleh Abraham. 

Camille duduk pada kursi dengan menaikkan satu kakinya ke atas dudukan kursinya dan tangannya mencomot roti bakar yang dia makan berlepotan. 

"Oh, anak gadisku! Turunkan kakimu, Sayang. Bagaimana pria tampan akan menyukai dan melirikmu jika kamu makan berlepotan seperti ini dan kakinya makan seperti lelaki?" tegur Solenne gemas melihat Camille yang sangat tomboi. 

"Jangan kuatir, Bibi! Aku tidak akan menikah dan belum tertarik untuk berkencan dengan lelaki," ujar Camille cepat dengan mulut penuh tetapi dia menuruti Ibu angkatnya tersebut, menurunkan kakinya dan duduk dengan anggun layaknya gadis anak orang kaya. 

"Paman akan menjagamu seumur hidup jika tidak mau menikah. Paman juga tidak ingin kamu menikah dengan pria yang hanya akan memenjarakanmu berada di dalam rumah sementara dia bebas berkeliaran di luar rumah, mengencani gadis-gadis lain," Dylan ikut mendukung ucapan Camille dan menyuapi sepotong roti ke anak gadis yang dia anggap seperti putri kandungnya tersebut. 

"Aku juga akan turut menjagamu, Cammie!" celetuk Abraham yang juga menyuapi Camille potongan roti. 

Solenne menggelengkan kepalanya sambil tertawa kecil, "Dasar kalian para lelaki! Baiklah, kalau begitu ...Bibimu ini juga tidak akan keberatan jika itu pilihanmu. Meski Bibi ingin kamu menemukan pria yang tampan dan menyayangimu juga bisa menjagamu," 

"Ceritakan tentang bos mu di cafe, apakah dia masih single?" 

Solenne sepertinya selalu tidak kehabisan akal untuk menggoda serta mengharapkan Camille tertarik memiliki romansa dengan laki-laki, menikmati hidup bahagia dengan orang yang mencintai dan menyayanginya. 

"Uhm, cukup tampan! Tetapi sepertinya dia sudah menikah," sahut Camille asal menggedikkan bahunya cuek tetapi dia tiba-tiba melamun mengingat tatapan mata Martin juga rasa bibir pria itu masih melekat erat di dalam kepalanya. 

Tanpa sadar, Camille mengulum bibirnya sendiri. Solenne, Dylan dan Abraham saling bertatapan mata memperhatikan tingkah tuan putri cantik mereka yang meraba dan mengulas bibirnya dengan telunjuknya. 

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel