Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Flucht : 4

Bayangan saat Mrs. Watson, yang pernah menjadi ibu bagi Emily. Ia mendandani Emily, memberikan pakaian yang membuatnya risih dan merasa tidak nyaman. Pakaian yang menurut Mercy seksi dan berkelas, namun bagi Emily sungguh pakaian yang tidak senonoh. Bayangan dua orang pria yang memaksa Emily untuk meminum minuman keras itu. Salah satu pria memegangi tubuhnya dari belakang. Memegang erat bahu Emily yang seakan mengunci Emily dengan rapat hingga membuatnya tidak bisa lepas. Dan satunya lagi dia yang mencengkeram wajah Emily lalu memaksakan masuk minuman itu. Tidak butuh waktu lama untuk Emilu merasakan nafasnya yang berubah cepat dan nyaris putus. Tenggorokan Emily terasa terbakar hebat.

“Cruz!!! aaahhh Cruz!!!” teriak Emily. Cruz tak kunjung datang juga hingga membuat Emily hanya bisa mendengar tawa yang memengkakan telinga.

“Bawa dia ke Danny. Cruz sudah menukarnya dengan kekalahan judinya,” ucap seseorang yang tidak Emily kenal, kepala Emily malam itu terasa begitu pening, ia merasa dunia berputar dengan cepat di porosnya. Wajah-wajah asing yang ada di sekelilingnya.

“Cruuuuuzzzzz!!! Tolooooong!!!” teriak Emily sambil meronta.

“Diam kau cantik!!!” Omel seorang pria dengan tangan yang diulurkan ke dagu Emily.

“Ternyata Cruz memiliki saudara perempuan yang cantik dan juga seksi... hahahahah,” gelak tawa di belakang Emily.

“Tidaaaaaakkkk!!!” pekik Emily tersadar dari mimpi buruk yang membekapnya. Spontan Emily terduduk tegak hingga selimut yang menutupi tubuhnya terjatuh di pangkuan, menampakan kedua payudaranya yang telanjang. Kening Emily berpeluh, ia merasakan tenggorokannya yang sangat kering. Emily mencoba untuk mengatur napasnya yang naik turun bagai usai berlari marathon. “Ya, Tuhan,” desis Emily mencoba menegmbalikan kendali dirinya. Pandangan matanya mendapati Ethan yang pulas tertidur dengan posisi telungkup. Menampakkan punggung yang kokoh sementara Emily merasakan nyeri di tulang rusuknya yang amat terasa hingga membuatnya meringis menahan sakit. Emily menelan ludah, menoleh ke arah nakas dan mendapati botol obat ibuprofen, membuatnya teringat jika ia belum meminum obat penahan sakit miliknya.

Emily menyibakkan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya, berjalan cepat menuju kamar mandi. Emily berdiri di depan wastafel, memandangi dirinya dalam cermin. Menyaksikan rambutnya yang acak-acakkan. Tubuhnya yang telanjang dengan jejak yang Ethan tinggalkan di permukaan kulit mulusnya. Emily tersenyum seorang diri.

Menyalakan kran, lalu meletakkan kedua tangannya di bawah guyuran air, disusul dengan membasuh wajah dengan air dingin. Rasanya membuat Emily merasa segar. “Aku bermimpi malam sialan itu lagi,” desis Emily kesal. Mimpi yang Emily ingin ia singkirkan dari malam-malamnya. Emily meraih botol obat miliknya, memutar tutupnya, dan meraih sebutir, lalu menelannya menggunakan air dari kran yang mengalir di hadapannya.

“Ya Tuhan, aku ingin pulang secepatnya,” batin Emily tak tahan, dia merasakan gemuruh dalam jiwanya selama keberadaannya jauh dari kota London. Emily berjalan meninggalkan kamar mandi setelah beberapa menit kemudian untuk kembali menuju tempat tidur di mana Ethan masih bergeming dengan posisi tidurnya. Ethan tidur telungkup dengan selimut yang hanya menutupi setengah dari bokongnya yang tampak seksi dan menggiurkan.

Emily berjalan ke arah sisi tempat tidur tempatnya berbaring sebelum dirinya merasakan bulu-bulu di kulitnya meremang, Emily bergidik. Ada sesuatu yang ia rasakan aneh. Kamar yang remang, dengan pencahayaan hanya dari jendela yang kordennya dibiarkan terbuka, manik mata Emily tertuju pada pintu ganda di hadapannya. Emily mendapati pintu geser kaca pembatas kamar dan halaman rumah tidak tertutup dengan rapat. Mata indah Emily membulat dan dengan gerakan spontan Emily meraih piyama satin miliknya yang tergeletak di sofa, yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Emily mengenakannya dengan cepat, menutupi tubuh telanjangnya.

Emily merasakan jantungnya berdegup lebih kencang dari sebelumnya, dan ia menelan ludah dengan susah payah lalu berjalan perlahan menghampiri pintu geser kaca yang dipandanginya. Mencoba untuk mengingat sesuatu yang mungkin terlewat darinya.

“Mungkinkah…,” Emily terdiam. Ia menjulurkan kepalanya, mencoba untuk melongok keluar. Matanya hanya menangkap kegelapan malam yang diiringi dnegan hembusan angin yang terasa mengigit. Kegelapan malam dengan cahaya lampu taman, dan lampu dari kolam renang yang ada di sisi kanan rumah. Emily mencoba untuk waspada.

“Em,” panggil Ethan yang membuat Emily berjingkat dengan terkejut. Emily menoleh, dan melihat tangan Ethan yang bergerak-gerak di atas permukaan kasur untuk mencari tubuhnya, meski mata Ethan masih terpejam. Emily menoleh sekali lagi, melayangkan pandangan matanya ke arah taman dan kolam renang. Emily ingin memastikan tidak ada apapun, lebih tepatnya tidak ada siapapun.

“Tidak, tidak mungkin dia,” batin Emily seorang diri. Emily kembali masuk, menutup dan mengunci pintu geser kaca di hadapannya lalu menarik korden, menutup seutuhnya. Emily menghela napas panjang, kemudian menghembuskannya dengan perlahan sebelum ia kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, menyelinap ke balik selimut, mencari lengan Ethan untuk memeluknya. Emily meringkuk dalam pelukan Ethan.

“Em,” desis Ethan dengan mata sedikit terbuka, ia tampak terkejut. Emily mendaratkan kecupan di pipi Ethan. “Kau baik-baik saja?” tanya Ethan dengan wajah mengantuk dan suaranya terdengar parau. Emily mengangguk dan menenggelamkan dirinya dalam pelukan Ethan. Emily tidak ingin yang lain.

Keesokan paginya, Emily terbangun saat dirinya merasakan tangan Ethan bergerak turun ke tubuhnya, melewati payudaranya, pinggangnya, dan turun menuju kewanitaannya. Ethan bergerak di sana dengan pelan, membuat Emily terkesiap dengan mendapati kedua tangannya yang terikat dengan kepala ranjang. “Ethan,” desah Emily saat Ethan menangkup kemaluanya dengan tangan. Piyama yang Emily kenakan semalam telah hilang, meninggalkan tubuhnya yang polos. Emily telanjang dengan kedua tangan terikat dan kedua kakinya terbuka lebar.

“Selamat pagi, Sayang,” sapa Ethan berbaring miring di samping Emily.

“Ah, Ethan,” desah Emily sambil menggigit bibir dan ia bergerak-gerak tanpa arah, punggung Emily melengkung saat ibu jari Ethan menyapu klitorisnya, dan napas Emily tertahan di tenggorokan saat kenikmatan menyentak layaknya listrik di dalam tubuhnya.

“Diam lah, Sayang,” bisik Ethan.

Ethan mencium Emily sekali lagi saat ibu jarinya berputar dengan lembut di sekitar kemaluan Emily, membuat Emily mengerang sambil menatapnya. “Aku mohon,” bisik Emily dengan suara serak menahan gairah saat jemari Ethan tidak henti-hentinya menggoda klirotisnya. Emily tahu jika Ethan telah membuat dirinya bergairah dan lembap. “Kau membuatku bergairah, ED,” racau Emily dan Ethan masih memainkan jarinya masuk dan keluar, menyiksa Emily dengan cara yang pelan.

Kedua kaki Emily telah terbuka lebar, terasa menegang saat salah satu jari Ethan berada di dalamnya, membuat kemaluan Emily mengeluarkan cairan, membasahi jari Ethan dan membuat kemaluan Emily berubah mengkilap. Apa yang dilakukan jari Ethan di dalam tubuh Emily membuat puting Emily menegang. “Ethan, aaaahhh,” pekik Emily penuh kenikmatan saat lidah Ethan menjilat ujung putingnya. Emily tak berdaya. “ED,” desah Emily sambil menggenggam erat tali yang ,mengikat tangannya.

Ethan tersenyum licik dan melepaskan jemarinya secara tiba-tiba, meninggalkan kemaluan Emily saat ia begitu menginginkannya. “Ethan,” desah Emily terdengar kecewa, cairan hangat telah keluar dari kemaluannya.

“Diamlah, Sayang,” ucap Ethan sambil beranjak dan Emily terkejut ketika Ethan menempatkan dirinya di atas kepalanya, kemaluan Ethan bergelantung tepat berada di hadapan Emily.

“Kau--” kata Emily dengan suara terkejut, keduanya bertatapan.

“Nikmati saja milikku sementara aku memanjakanmu dengan kenikmatan lain, Em,” sela Ethan sambil membuka kedua kaki Emily.

Emily menjulurkan lidah, menyentuh permukaan kulit kemaluan Ethan dengan ujung lidahnya, membuat Ethan tersentak. “Aku ingin berada di dalam mulut istriku, tapi aku juga ingin mengisap milikmu, Em,” tukas Ethan dengan mata berkabut gairah dan ia menenggelamkan kepalanya di kemaluan Emily lalu menjilatnya tanpa ampun.

Emily mengerang, kakinya bergerak-gerak, tegang di sekitaran pinggangnya sementara kemaluan Ethan telah masuk sepenuhnya ke dalam mulut Emily, membuatnya tidak dapat memekik saat Ethan mengisap kemaluannya dengan begitu kuat. Emily menegang, begitu juga dengan Ethan.

Emily tahu jika Ethan mahir untuk urusan seks, Ethan membuktikan dirinya tetap bergerak di dalam mulut Emily dan lidahnya tetap menyecap dilipatan antara kedua paha Emily.

Emily tidak dapat bergerak sampai Ethan menegakkan tubuhnya, melepaskan kemaluannya dari mulut Emily untuk meraih simpul ikatan pada pergelangan tangan Emily, membuatnya bebas, dan dengan tidak sabar, Emily meraih kemaluan Ethan yang memang diberikan untuknya.

Emily mulai memasukkannya ke dalam mulut, mengulumnya dengan rakus. Permukaan yang berubah licin, ukuran yang membesar dan panjangnya melewati genggaman tangan Emily.

“Ethan, aku…,” desah Emily.

“Memohonlah, Em,” timpal Ethan tanpa menghentikan isapannya di kemaluan Emily, ujung lidahnya telah melewati sela pusat Emily, membuatnya mengerang dengan punggung yang kembali melengkung.

Emily mengeluarkan kemaluan Ethan dari dalam mulutnya. “Sial. Aku ingin bercinta denganmu, Ethan Davis!!” sembur Emily kesal bercampur dengan gairahnya sendiri yang sudah berada di tepian pelepasan. Ethan terkekeh lalu beranjak dari atas tubuh Emily.

“F*ck me, Baby.” Ethan mengerang di telinga Emily.

Emily beranjak dari tempat tidur dan Ethan menuntun Emily untuk duduk di atas pangkuannya, membuka kedua kakinya dengan lebar sebelum mengangkanginya.

“I want you, ED.”

Emily merintih lagi, dan ia merasakan semua sensasi saat dirinya mulai menurunkan tubuhnya, milik Ethan yang menegang dan masuk dengan pelan, rasa licin yang membuat mata Emily tertutup rapat. Suara Ethan yang mendesah di telinga Emily disertai dengan napasnya yang terasa panas saat mengenai kulit leher Emily. Ethan telah memberikan kenikmatan yang lain bagi Emily, tidak hanya dengan jemari dan lidahnya kini Ethan telah melesak masuk ke dalam tubuh Emily, dan membuat keduanya tersesat. “Bergeraklah, Sayang,” pinta Ethan dan Emily mematuhinya. Emily bergerak naik turun di sepanjang kemaluan Ethan yang mengeras namun licin, Emily mengangkat bokongnya hingga mencapai ujung kemaluan Ethan sebelum kembali meluncur ke bawah hingga membentur bola-bola Ethan. “Oh…Em, f*ck me, Baby,” racau Ethan sambil meremas kedua payudara Emily yang bergerak bersamaan dengan tubuhnya yang naik turun.

Emily perlu berpegang pada kedua bahu Ethan untuk membuatnya tetap bergerak. Emily menggoyangkan pinggulnya, bergerak berputar dan Ethan langsung menciumnya, melumatnya sambil meremas bokong Emily dan keduanya mencari pelepasan. Batang kemaluan Ethan menegang dan Emily mengeratkan cengkeramannya sementara Ethan terus menyemburkan miliknya.

“Ya,” Ethan mendesis di telinga Emily membuatnya membuka mata dengan perlahan, menatap Ethan dengan liar sebelum kening keduanya saling menempel, menghadirkan napas yang panas dan berantakan. Emily merasakan miliknya yang meremas kemaluan Ethan sekali lagi saat ia datang di sekelilingnya. “Oh, Em,” Ethan menggumam, dan melingkarkan tangannya di sekitar Emily untuk melesakkan miliknya sekali lagi dan diam saat ia klimaks di dalam tubuh Emily.

Ethan menyapukan hidungnya di rahang Emily dan dengan lembut menciumi leher, pipi, k dan kening saat Emily bersandar padanya, kepala Emily tergeletak lemah di lehernya. Tubuh keduanya banjir keringat

Keduanya terkulai di atas tempat tidur. Mendorong turun selimut yang menutupi tubuh keduanya. Ethan telah membuat Emily meledak berkeping-keping di pagi hari hingga berkali-kali, dan Emily meringkuk menatap Ethan dengan tubuh telanjangnya. Ethan berjalan mondar-mandir saat ia berbicara dengan Ellard, ayah Emily di ujung saluran telepon.

Tampak wajah Ethan yang berubah serius, percakapan yang Emily dengar jika mereka sedang membicarakan bisnis. Sesekali Ethan melirik ke arah Emily, membuat Emily merasakan gairahnya yang tidak berkesudahan.

Emily merasa beruuntung dengan pemandangannya setiap pagi, menatap tubuh atletis Ethan yang telanjang, berjalan di hadapannya dengan percaya diri. Ethan pria yang menyadari pesona dirinya dan hal itu lah yang selalu dimanfaatkan Ethan untuk menggoda Emily.

Emily masih bisa merasakan kedua kakinya tak berdaya seperti jelly usai banyak orgasme yang diberikan suami seksi. Emily nyaris memejamkan mata saat Ethan melemparkan ponselnya ke atas ranjang usai percakapan dengan Ellard selesai. Mata Emily kembali terbuka. “Ayahmu menanyakanmu, Sayang.”

Emily tersenyum sebelum Ethan mengecup bibirnya dengan cepat. “Kau tidak mengatakan pada Ayahku, jika kau telah menyiksaku putrinya dengan banyak orgasme?” celoteh Emily dengan disusul kerlingan mata jail yang membuat Ethan terkekeh. “Siksaan dariku belum berakhir, Baby,” timpal Ethan sambil mengulurkan tangannya kehadapan Emily. “Kemarilah,” katanya.

Emily beranjak dengan perlahan, mencoba untuk meraih piyama miliknya sebelum Ethan berkata, “Kau tak perlu memakai apa pun, Em.” Emily terdiam sebentar, menatap Ethan dengan tatapan curiga. Emily berjalan menghampiri Ethan, meraih tangannya, dan keduanya pergi keluar dengan telanjang bersama.

Seketika angin berhembus mengenai kulit keduanya yang tanpa penutup. Tepat di luar ada teras yang membentang selebar rumah. Kursi santai untuk berbaring, bersama beberapa meja, dan dua pemanas minyak tanah untuk malam dingin jika mereka ingin menghabiskan waktu di luar. Emily merasa semalam tidak mendapati semua itu.

Halaman belakang itu dipagari dinding batu setinggi beberapa kaki ke sisi kiri dan kanan. Hanya sisi laut yang dibiarkan terbuka. Seluruh ruang dari dinding ke tanah ditutupi batu, dengan beberapa pohon palem yang tumbuh menjulang tinggi yang seakan hampir mencapai langit.

Emily baru melihat semua itu dengan jelas pagi ini. Ada kolam persegi empat di tepi halaman, tebing setinggi 30 kaki yang menjorok ke garis pantai, dan juga ada tangga kayu yang mengarah ke pantai. Tingkat air kolam itu rata dengan tanah, dan jika Emily duduk di salah satu kursi di teras dekat pintu rumah, ia akan melihat ilusi optik, kolam di hadapannya sekan berubah menjadi perpanjangan dari lautan, satu-satunya perbedaan adalah ombak kasar Laut Pasifik dan permukaan kaca kolam renang.

Emily jarang sekali melihat-lihat halaman di samping rumah yang di beli Ethan beberapa tahun silam. Ethan lebih menyukai rumah dari pada apartemen. Rumah yang terasa sempurna dengan kehadiran Emily Watson yang menjadi pusat dunia dalam kehidupan Ethan Patrick Davis.

Keduanya menikmati kebersamaan mereka. Emily sangat berterima kasih kepada obat penghilang rasa sakit yang sudah ia minum di sepertiga malamnya.

“Tidak ada yang bisa melihat kita, kan?” tanya Emily yang terdengar khawatir, mengingat tubuh keduanya yang telanjang tanpa penutup. Ethan meraih tangan Emily sebelum keduanya berjalan ke tepi kolam. “Rumah mereka tidak cukup dekat.”

“Bagaimana dari bawah sana, ED?” Emily menunjuk ke arah pantai.

“Tenanglah, Em sayang.” Ethan berbalik menghadap ke arah Emily lalu menekuk lehernya dan mencium bibirnya. “Mari menikmati pagi hari.”

“Sepertinya kau sudah pernah seperti ini,” ujar Emily sambil melihat ke bawah dan melihat kemaluan Ethan yang menegang di antara mereka. Ethan menggeleng pelan.

“Kau yang membuatku sangat liar. Sekarang, masuk ke sini bersamaku.”

Emily mengikuti Ethan menuruni empat anak tangga ke kolam. Airnya dingin, hampir terlalu dingin. “Coba tebak ini sama baiknya dengan mandi air dingin.” Emily berpegang pada tepian kolam sampai Ethan memeluknya saat ia membungkus kedua kakinya di pinggang Ethan. Ethan mencium Emily dengan penuh cinta, tidak penuh nafsu seperti saat percintaan mereka. Ethan melakukan hal yang berbeda, sesuatu yang kadang-kadang dia lakukan tapi biasanya saat mereka hanya berbaring bersama. Tidak pernah saat Ethan bergairah, mengeras dan siap untuk beraksi, sama seperti saat ini.

Emily tidak mengatakan apa-apa. Ia membiarkan dirinya menikmati ciuman yang diberikan Ethan, ciuman yang lembut dan sempurna. Setelah menggerakkan bibir ke leher Emily, Ethan mencium pundaknya, lalu menyandarkan kepalanya di sana. Inilah pagi bersama seorang Ethan Davis.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel