Ringkasan
Maximilano Russel merasa bahwa takdir benar-benar lucu. Dia telah tertidur selama seribu tahun karena mantra sihir dari seorang penyihir yang berada di pihak musuhnya. Seribu tahun kemudian dia dibangkitkan oleh tetesan darah seorang gadis kecil - Quinne Alarice, yang ternyata adalah putri dari penyihir yang telah mengambil bagian besar dalam pembantaian seluruh keluarga dan klannya. Maximilano sangat membenci gadis itu dan ia ingin membunuhnya dengan kedua tangannya sendiri, tapi takdir terus bermain dengannya karena ia dan Quinn terikat. Jika wanita itu mati maka dia juga akan mati. Bagaimanakah perjalanan balas dendam Maximilano berlangsung saat cinta dan benci ikut bermain di dalamnya? Dan bagaimanakah dengan Quinn ketika dia mengetahui bahwa dia dimanfaatkan oleh Maximilano untuk membalas dendam pada raja iblis karena dirinya telah diramalkan sebagai seseorang yang bisa membunuh raja iblis? Akankah Quinn membantu Maximilano atau berbalik melawan Maximilano yang secara perlahan telah merebut hatinya?
Prolog
Seorang gadis kecil tengah berlari dari kejaran anjing hitam dengan mata merah. Peluh membasahi wajah gadis kecil berparas cantik itu. Napasnya tidak beraturan, kaki mungilnya terus berlari di atas rumput. Beberapa luka yang ia dapatkan saat berlari tidak ia risaukan. Yang ia pikirkan saat ini ia harus selamat dari kejaran anjing hitam yang mengerikan.
Ayah, Ibu, tolong Quinn.
Dia hanya bisa mengucapkan kalimat itu dari dalam hatinya, bagai sebuah mantra yang menguatkan langkahnya.
Gadis itu melihat ada sebuah goa di depannya, ia berlari ke arah sana. Ia menemukan tempat untuk bersembunyi dari si anjing.
Tanpa memikirkan apapun, gadis kecil yang bernama Quinn tersebut masuk ke dalam goa. Ia tidak lagi melihat ke belakang, kakinya hanya terus berlari masuk lebih jauh.
Tenaganya sudah mencapai batas. Quinn berhenti berlari. Tubuhnya sudah sedingin es sekarang. Anjing itu telah membuat ia berlari tanpa henti.
Kepala Quinn tiba-tiba terasa berat. Ia melihat ada sebuah batu besar dengan permukaan datar yang berbentuk segiempat mirip sebuah ranjang.
Perlahan ia mencoba menggapai batu itu dengan sisa tenaga yang ia miliki. Sampai di batu itu, Quinn membaringkan tubuhnya. Detik selanjutnya mata gadis itu terpejam. Ia kehilangan kesadaran dirinya.
Darah Quinn menetes di atas batu yang ia tiduri. Perlahan darah itu diserap dan lenyap oleh batu yang kini menjadi sebongkah es.
Di dalam sana terlihat ada seorang pria dengan mata tertutup yang berbaring sejajar di bawah Quinn. Darah milik Quinn mengalir menuju ke mulut pria itu.
Mata pria itu terbuka, irisnya terlihat semerah darah. Batu es yang mengawetkan tubuhnya mencair. Tubuh Quinn yang tadinya ada di atas batu es itu kini berpindah ke atas tubuh si pria bermata merah dengan kulit pucat.
Di tempat lain, seseorang pria merasakan kebangkitan dari tuannya. Ia segera keluar dari ruang kerjanya, menembus kegelapan dengan kecepatan yang tidak dimiliki oleh manusia biasa.
Pria itu membeku, ia kemudian berlutut di depan si pria berambut cokelat terang yang saat ini tengah berdiri menatap Quinn di ranjang es.
"Hamba memberi hormat pada Putra Mahkota," seru pria yang baru saja memasuki goa.
"Berdirilah, Assegaf."
Pria yang bernama Assegaf segera mengikuti ucapan tuannya.
"Sudah berapa lama aku terkurung di tempat ini?"
"Seribu tahun, Yang Mulia."
Seribu tahun. Pria itu memandangi Quinn tanpa emosi. Seorang gadis kecil telah membangunkan ia dari tidur panjang. Membebaskan ia dari sihir jahat penguasa dunia immortal saat ini.
Siapa gadis kecil ini? Pria itu mengerutkan keningnya. Ia mencoba mendeteksi asal gadis itu, tapi tak ada yang ia rasakan. Meski begitu ia tidak yakin seorang manusia biasa bisa menghidupkannya. Pasti ada sesuatu di dalam diri bocah cilik yang terbaring di depannya.
Mengenyahkan rasa penasarannya, ia membalik tubuhnya menatap sang bawahan. Siapapun gadis itu, itu bukan urusannya.
Ia anggap utang nyawanya pada gadis itu telah ia bayar karena berkat sihir yang menutupi goa tempat tinggalnya si gadis kecil itu selamat dari anjing yang mengejarnya.
Pria itu tidak suka berutang apapun pada orang lain.
"Sembuhkan luka-luka gadis itu, dan kembalikan dia ke rumahnya," titah pria bermanik emas dengan kulit pucat itu.
"Baik, Yang Mulia."
Di masa depan pria itu akan bersikap seolah ia tidak mengenal gadis yang telah menyelamatkannya. Namun, sayangnya ketika darah mereka bercampur menjadi satu, sejauh apapun pria itu dari Quinn mereka akan terus terhubung. Sekuat apapun pria itu mengabaikan Quinn, mereka akan tetap terikat.