PART 9
"Hal--"
"Swannn...! Tolong aku, Swan. Da..ddy... Daddy akan menikahiku secara paksa!" tangis Poppy di ujung telepon, membuat Swan kebingungan.
Sejumlah pertanyaan keluar dari bibirnya di sana, berharap akan ada jawaban yang dapat menuntaskan rasa penasarannya, "Apa?! Poppy, kau-- Daddy? Maksudnya ayahmu akan menikahimu? Tapi kenapa bisa begitu, Baby?"
Saat ini, Poppy sedang berada di bawah kolong tempat tidurnya dan mencoba menghubungi Swan dengan ponsel pintar yang tidak disita oleh Arthur Millers. Akan tetapi ketika Swan meminta penjelasan yang baginya terdengar aneh dan membingungkan, Poppy sama sekali tak bisa menjelaskan itu melalui lubang telepon.
Selain ia merasa hal tersebut terkesan sangat tabu dan begitu menjijikan, Poppy juga menjaga agar suaranya tidak terdengar oleh Arthur yang bisa saja tiba-tiba masuk ke dalam kamar, lalu mendapati dirinya sedang menghubungi Swan.
Jadi yang bisa Poppy perbuat, tak lain adalah mendesak Swan untuk menolongnya terbebas dari perbuatan konyol Arthur, "Aku tidak punya banyak waktu untuk menjelaskan ini semua sekarang, Swan. Datang ke mansion Daddy dan cepat bawa aku pergi dari sini. Aku tidak ingin menikah dengannya. Aku tidak mau!"
Tertegun dengan segelas kopi tanpa gula di tangan kirinya, Swan mencoba menenangkan Poppy sebisanya, "Oke, Baby. Aku akan segera datang ke sana. Emmm... Kau hidupkan saja GPS di ponselmu. Usahakan jangan sampai ayahmu menemukan ponsel itu. Aku akan menyamar sebagai tukang ledeng atau apa saja dan siapkan berkas penting apapun yang kau rasa perlu dibawa. Oke? Egh, satu lagi."
Poppy segera menyambar ucapan itu ketika Swan terdengar menarik napas panjang, "Apa, Swan? Jangan membuatku takut."
"Tidak, Baby. Tolong tenangkan dirimu. Bagaimana pun cerita tentang kau dan ayahmu, itu tak akan merubah perasaan dalam hatiku untukmu. Aku menyukai cara gilamu menjebakku hingga aku mencapai pelepasanku." Membuat Swan kembali bersuara, bermaksud untuk menyelesaikan isi kepalanya tentang Poppy.
Bukan Poppy Millers jika ia akan diam dan mendengarkan, terutama di saat dirinya berada dalam kekacauan seperti itu, "Kau memang sialan, Swan Albano! Aku sedang sekarat!"
"Aku berkata jujur, Baby. Jangan menyambar ucapanku." Sampai-sampai Swan harus mengingatkannya, bahwa ia belum menuntaskan segalanya.
Memutar kedua bola matanya ke sisi kanan sembari masih menumpu bobot tubuhnya, suara Poppy terdengar lagi, "Cepat katakan!"
Swan yang merasa sedikit lucu pun tersenyum simpul, sebelum berbicara,"Ya. Aku menyukai tingkah sinismu ketika kita bertemu untuk kedua kalinya di bar tempatku bekerja, aku tak bisa melupakan wajahmu hingga harus mencuri dompet milikmu di pertemuan ketiga demi mengetahui namamu."
"Oh, shit! Jangan bicara la--"
"--Dan aku menyayangimu, ketika kita kembali menyatu kemarin malam, Poppy Millers! Jadi jangan takut pada apapun itu, karena aku akan terus berjuang untuk bisa mencintai dan memilikimu selamanya."
"Swan, tak bisakah kau berhenti merayu dan membuatku menangis?" Menghasilkan saling sahut yang sukses membuat Poppy mengharu biru.
Suara milik Poppy, memang terdengar bergetar di telinga Swan. Merasa sedikit bersalah, kali ini Swan benar-benar ingin merayu, namun ia tak dapat berpikir banyak, "Baby, please..."
"Ya. Aku juga menyayangimu, Swan. Jangan khawatir. Aku akan menceritakan semuanya setelah kita pergi dari tempat ini nanti. Itu janjiku." Poppy yang masih berada di bawah kolong tempat tidur dengan cepat membalas ocehan Swan.
"Baiklah. Akhiri panggilan teleponmu. Aku segera menemuimu di sana." Maka tak lama percakapan telepon itu pun berakhir dengan saling memberi kecupan sayang.
Beruntung Arthur tak menangkap basah kegiatan sembunyi-sembunyi yang Poppy lakukan, hingga tubuhnya berhasil beringsut keluar tanpa intimidasi jahat dari ayahnya.
"Daddy? Apa yang sedang ia lakukan di luar?" Akan tetapi rasa penasaran membawanya ingin tahu apa yang terjadi di luar kamar, sebab ketika ia menempelkan telinganya di pintu kamar, tak ada suara apapun yang terdengar dari sana.
"Daddyyy... Buka pintunya, Dad! Daddy, aku hausss...! Aku ingin minum segelas air dingin, Daddd...!"
Brak brak brak...
Sepersekian detik berikutnya, Poppy mulai menjalankan perintah si peri hitam di dalam hatinya. Ia terus saja memukuli pintu kamar dengan keras, bertujuan agar Arthur mendengar dan membukakan pintu itu untuknya, "Bi-bibi Rone! Kau--"
"Iya, ini aku. Kau mau apa Nona pemaksa?" Namun sejujus kemudian, Poppy begitu terkejut mendapati Bibi Rone Dawson yang membukakan pintu untuknya.
"Si..siapa yang menyuruh Bibi datang kemari? Bukankah Daddy sudah memecat Bibi?" tanya Poppy tanpa basa basi.
Raut tidak suka terpancar jelas dari rona wajah cantik Poppy Millers, sayangnya kenyataan berkata Rone Dawson memang kembali bekerja di Mansion mewah sang senator, karena Arthur sendirilah yang meminta ia datang sejak semalam ketika Poppy tidak pulang ke rumah. Wanita paruh baya itu sebenarnya tak mau menerima permintaan memelas Arthur, tetapi ia begitu berhutang budi, saat anak-anaknya dapat terus mengenyam pendidikan setelah selesai dari Junior High School.
"Well, Tuan Arthur sendiri yang memintaku datang tadi malam, Nona Poppy. Sejujurnya, beliau juga melarangku untuk membuka pintu kamar cantikmu ini, tetapi aku takut Nona akan mati kehausan bila tidak segera meneguk setetes air," sengit Bibi Rone, memicingkan kelopak mata kanannya.
Poppy bermaksud untuk segera membalas sikap sini wanita tua di depannya itu, namun terhenti ketika suara bel terdengar tiga kali di kedua indera pendengarannya.
Ting tong
Ting tong...
Ting tong...
Alarm dalam otak jahat Poppy ikut berdentang, ketika bell pintu utama mansion tersebut berbunyi. Karena Bibi Rone tak sengaja menoleh ke belakang, maka saat itulah Poppy secepat kilat menerobos tubuh gempal sang pelayan yang menghalangi pintu kamar.
"Poppy, kembali! Kau tidak boleh keluar kamar, Poppy!" teriak Bibi Rone mengejar.
"Aku hanya ke pantri untuk mengambil air dingin, Bibi! Ayo ikut denganku!" Menjadikan Poppy semakin kencang berlari menuruni anak tangga disertai balasannya.
Teriakan bersahutan itu sungguh menggemaskan, belum lagi langkah kaki keduanya tampak seperti seekor kucing yang sedang mengejar mangsanya, namun Bibi Rone kalah gesit dengan Poppy. Wanita muda itu, lebih dulu sampai di depan lemari pendingin.
Sejujurnya Poppy ingin langsung berlari menuju pintu utama, membukanya dan mengajak Swan berlari cepat meninggalkan mansion mewah milik Arthur, tetapi itu terlalu gegabah, sebab ia tak ingin pria kesayangannya terkena masalah dengan si penjaga gerbang.
"Jika sudah selesai, kembali ke kamarmu. Aku akan membuka pintu dan melihat siapa yang datang. Well, cepatlah masuk. Bisa jadi Tuan Arthur yang datang di sana," tegur Bibi Rone melipat kedua tangannya di dada.
Sekali lagi, ide cemerlang datang ketika Bibi Rone menegurnya barusan. Dengan sedikit merayu, Poppy mencoba berbicara dengan intonasi suara yang sengaja diperhalus, "Apa aku boleh bercerita sesuatu padamu, Bibi? Emmm... Ini tentang hubunganku dengan Daddy," Poppy sedikit berhati-hati, "Tapi kurasa ada baiknya kau buka saja dulu pintunya. Daddy tidak mungkin masuk dengan membunyikan bell pintu terlebih dahulu, bukan? Mansion ini miliknya, bahkan Anda juga dipekerjakan di sini," sambung Poppy setelah memberi jeda.
Ketika selesai memicingkan mata pada penjelasan Poppy, ada satu tarikan napas panjang yang pelayan itu lakukan sebelum berkata-kata, "Hem... Sejujurnya aku juga ingin menceritakan sesuatu padamu sebelum Tuan memecatku saat itu, Nona. Tapi ... sebaiknya sekarang kau kembali ke kamarmu dan aku akan menyusul setelah melihat siapa yang datang."
Jiwa muda Poppy membawanya untuk bertanya, "Aku ingin tahu. Katakan, Bibi Rone."
"Kujanjikan ini adalah rahasia yang membawa ketenangan tentang kelanjutan hubunganmu dan Tuan Arthur, Nona. Pergilah ke kamarmu sekarang juga."
"Kau selalu saja begitu, Bibi Rone! Baiklah. Aku akan naik ke kamarku." Menghasilkan langkah panjang Poppy menuju ke lantai atas, setelah sorotan mata seorang Rone Dawson meyakinkannya.
Ketika sudah membuka satu daun pintu yang bercat putih dengan ornamen kuning kecoklatan itu, suara tipuan Swan menyambut Bibi Rone di sana, "Hallo, aku Jade. Emmm... Aku dari perusahaan leding dan mereka memintaku membenarkan kran kamar mandi yang rusak."
Pelayan setia di mansion sang senator itu pun terkejut mendapati pria tampan berseragam jins pudar berdiri di depan pintu, namun berusaha disembunyikan. Sama sekali tak tahu menahu apakah ada kran air yang rusak atau tidak, maka ia pun mengeser tubuhnya, mengizinkan Swan yang berganti nama menjadi Jade tersebut masuk ke dalam.
"Rone Dawson! Siapa yang kau bawa masuk ke mansionku?!" Namun baru saja Bibi Rone hendak menutup pintu, suara menggelegar seorang pria yang merupakan pemilik Mansion, sudah terdengar menegurnya.
Deg
Tentu saja degupan jantung Swan Albano berpacu sekeras suara Arthur tadi. Di dalam hati, Swan begitu merutuki kebodohannya yang tiba-tiba saja merasa bergetar, hingga membuatnya harus berkeringat dingin.
Penjelasan Bibi Rone, menambah daya pacu jantung tersebut menjadi semakin kencang, "Tuan! Anda su..sudah pulang? Ini tukang ledeng, Tuan. Emmm... Dia berkata ada yang memintanya datang kemari, oleh sebab itulah dia kuizinkan masuk."
"Tukang ledeng? Aku tak memanggil siapapun untuk datang kemari. Tapi, coba kau bawa dia mengecek kran di kamar Poppy, karena kamar mandinya sering bermasalah," Dan bersyukurlah Arthur tidak terlalu memedulikan.
Ayah angkat Poppy Millers itu, pun memilih untuk bergegas masuk. Swan kembali bernapas lega dengan apa yang ia dapatkan, tetapi keberuntungan itu tampaknya hanya sesaat, ketika ternyata apa yang dikatakan Poppy pada sambungan teleponnya tadi benar adanya, "Oh iya, Bibi Rone. Setelah selesai jangan lupa mengunci kembali pintu kamar Poppy dan beri dia makan. Aku hanya datang mengambil berkasku dan Poppy yang tertinggal untuk acara pernikahan kami besok. Jadi tolong jaga dia untuk hari ini saja. Kau mengerti?"
"Ba..baik, Tuan."
"Shit! Menikahi Poppy? Apakah dia sudah gila?! Oh, God! Katakan ini tidak boleh pernah terjadi atau aku akan membunuhnya sekarang juga!" Menghadirkan sejumlah geraman keras di dalam hati Swan untuk Arthur.
Buku-buku jari Swan bahkan memutih akibat terlalu keras mencengkeram gagang di kotak plastik yang berisi peralatan tukang ledeng, dan untuk hatinya sendiri? Tolong jangan tanyakan hal tersebut, ketika tingkat kekesalannya kian menjadi-jadi.
