Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 Hari Pertama

Bab 2 Hari Pertama

Hari ini adalah hari pertama bagi Jashie untuk mengikuti MOS di sekolah yang sama dengan Aaron–kakaknya. Aaron selalu senantiasa menemani Jashie. Semua mata terus tertuju pada mereka sejak mereka turun dari mobil Ferari merah yang diparkir di parkiran sekolah. Tak terkecuali Briyan yang sedang berkumpul dengan teman-teman seangkatannya yang duduk di bangku taman sekolah, menunggu instruksi dari para panitia MOS.

Aaron berjalan dengan gagah perkasa mendekati para panita MOS diikuti dengan Jashie yang berjalan di belakangnya. Aaron meminta kepada mereka untuk memperlakukan Jashie dengan lebih baik. Sedangkan Jashie sudah berkali-kali mengatakan pada Aaron untuk tidak terlalu berlebihan padanya seperti saat sekarang ini. Namun, Aaron tidak mendengarkan penolakan Jashie, baginya kesehatan Jashie lebih penting dari apa pun, sehingga ia tidak menginginkan jika Jashie harus ikut baris berbaris di bawah terik mentari seperti saat sekarang ini.

“Kenapa Aaron?” tanya Ketua panitia mempertanyakan alasan Aaron menolak untuk jashie ikut baris berbaris di bawah terik sang surya.

“Jashie berbeda dari anak yang lain, fisiknya sangat lemah. Jangan sampai Jashie merasa kelelahan karena harus mengikuti semua perintah kalian semua!” tegas Aaron pada ketua panitia MOS dan juga para panitia yang lain.

“Baiklah Aaron. Kalau begitu Jashie bisa duduk di sana, selama kegiatan berlangsung.” Ketua panitia MOS menepuk pundak Aaron. Ia meninggalkan Aaron dan Jashie. Kemudian memanggil para peserta MOS untuk memulai kegiatan mereka di pagi hari ini.

Sedangkan Aaron dan Jashie berjalan menuju pohon rindang yang ditunjukkan oleh ketua panitia. Mereka duduk di sana, memerhatikan kegiatan yang sedang berlangsung saat ini.

Aaron mengusap lembut rambut Jashie di bawah pohon rindang – di taman sekolah – di hadapan mereka para peserta MOS. Para peserta yang lain tengah baris berbaris di lapangan sekolah. Sedangkan Jashie dengan santainya berteduh dan ditemani Aaron. Semua mata tak henti memandang pada Jashie. Rasa cemburu sosial terlihat jelas di mata para peserta yang lain, yang tidak mengetahui sebab alasan Aaron bersikap baik pada Jashie.

“Kak, semua orang melihat ke arah kita,” ucap Jashie dengan lemah lembut. Netranya menangkap iris mata yang terlihat tajam menatap ke arahnya.

“Sudah biarkan saja mereka, yang terpenting adalah kamu tidak kelelahan karena kegiatan itu.” Aaron begitu menyayangi Jashie. Ia tidak peduli pada pandangan mata yang terus menangkap dirinya bersikap lembut pada jashie.

Sontak, hal itu membuat seluruh siswa merasa cemburu melihat perlakuan yang begitu hangat dari Aaron kepada Jashie. Kepedulian Aaron dan sikap kasih sayangnya yang terlihat jelas membuat semua sorot mata tiada henti memandangi ke arah mereka, tanpa terkecuali dia yang berdiri di bawah terik mentari. Merasa jengah melihat perlakuan spesial Aaron terhadap Jashie.

“Mengapa hanya Jashie yang mendapatkan pengecualian ini? Sedangkan aku?” Dia – Bryan, teman seangkatan dengan Jashie merasa cemburu akan perlakuan istimewa para panitia MOS terhadap Jashie. Dan semua itu tidak terlepas dari turut campur Aaron di dalamnya.

“Bukankah salah satu persyaratan berada di sekolah ini adalah kita harus mengikuti kegiatan ini?” celetuk Bryan di dalam barisannya.

“Ada apa Bryan? Apa yang ingin kamu sampaikan di sini? Sampaikan lah!” tegas salah satu panitia MOS.

“Bukankah dia sama dengan kami? Kenapa dia berada di sana? Sedangkan kamu berada di bawah teriknya sang surya yang membakar kulit.”

“Maksud kamu? Kamu merasa keberatan dengan itu?”

“Ya, aku merasa keberatan karena dia tidak ikut dengan kita di dalam kegiatan ini.” Briyan menunjuk ke arah jashie dan Aaron.

“Lalu, apa masalahnya denganmu?” protes salah seorang panitia.

“Ya, ini adalah sebuah masalah. Kalian sudah berlaku tidak adil kepada kami. Kami berjemur di sini, sedangkan dia, asyik-asyikkan berteduh di bawah pohon nan rindang,” protes Briyan sembari terus menunjuk ke arah jashie.

“Kami semua yang berada di sini, tidak peduli pada protesmu, Briyan. Jika kamu ingin tempat yang teduh, kamu bisa ikut dengan kami setelah ini,” ujar salah satu panitia yang sedang membimbing Briyan dan kelompoknya.

“Heh, enak sekali dia. Diistimewakan oleh panitia.”

“Tidak ada yang istimewa, semua sama saja. Ada sebab tersendiri hingga dia tidak bisa ikut bersama dengan kita kali ini.”

“Huh… Kalian semua memang tidak adil,” dengus Briyan menendang tutup botol yang ada tepat di depan kakinya hingga mengenai salah ketua panitia MOS yang ada di hadapannya.

“Aduh.”

Briyan membelalakkan matanya menyadari benda itu mengenai tangan ketua panitia di hadapannya. Ia diam seribu bahasa. Perasaannya mulai tidak nyaman, serasa akan ada bom yang meledak di hadapannya kali ini.

“Briyan, ikut saya sekarang juga!” tegas wakil ketua panitia MOS dengan tatapan murka.

Briyan masih mematung di tempatnya. Menyadari kesalahannya atas kekesalannya pada Jashie. Wakil ketua panitia menarik kasar tangan Briyan dan membawa Briyan ke sebuah tempat. Sebuah tempat yang teduh membuatnya tidak terkontaminasi secara langsung dengan paparan sinar sang surya yang akan membakar kulitnya.

Namun, bukan tempat itu yang menjadi harapan Briyan untuk berteduh. seketika Briyan menutup hidungnya karena hawa yang menyengat cukup membuat hidungnya merasa tersumbat karena bau itu. Tidak tahan bau menyengat yang mengocok perutnya membuat ia merasa mual berada di sana.

“Kenapa kamu membawaku ke sini?” tanya Briyan terus menutup hidungnya dan beberapa kali ia merasa mual dan hendak mengeluarkan semua isi perutnya.

“Ini adalah hukuman bagi kamu yang terus protes, bahkan kamu dengan sengaja menendang tutup botol itu demi melampiaskan rasa amarahmu.”

“Aku tidak bermaksud seperti itu, emang apa salahnya jika aku protes? Karena aku memang merasa ada tindakan ketidakadilan di sini.”

“Masih mau protes juga kamu, sekarang kamu bersihkan semua ruangan di toilet ini sampai semuanya bersih, saya tidak mau tahu!” gadis itu mengambil sapu dan kain pel, melemparkan ke arah Briyan dengan kesal karena Briyan yang terus membantahnya.

Kemudian wakil ketua panitia MOS meninggalkan Briyan sendirian. Mendapatkan hukuman ini membuat Briyan merasa semakin kesal. Mau tidak mau ia harus membersihkan toilet yang tiada terkira harumnya. Sehingga membuatnya selalu berasa ingin melilah.

Dari tempatnya, Aaron sempat melihat Briyan yang ditarik paksa menuju ke sebuah tempat oleh wakil panitia, membuat ia merasa penasaran dengan apa yang terjadi pada orang itu. Segera Aaron menghampiri salah satu panitia yang tengah duduk santai di jam istirahat.

“Apa yang terjadi dengan anak itu?” tanya Aaron.

“Dia banyak protes,” jawabnya.

“Protes? Masalah apa?”

“Sepertinya dia iri dengan Jashie,” timpal panitia yang lain.

“Iya, sejak tadi ia selalu protes dan yang parahnya lagi dia menendang tutup botol hingga mengenai ketua,”

Aaron terdiam mendengarkan penuturan para panitia MOS dan yang membuatnya merasa terhenyak, permasalahan yang sedang dialami Briyan saat ini berhubungan dengan Jashie yang tidak bisa mengikuti kegiatan baris berbaris selama MOS.

Secara tak langsung, Briyan mendapatkan hukuman karena kecemburuannya terhadap Jashie – adiknya. Aaron merasa tak enak hati dengan apa yang terjadi pada Briyan saat ini.

“Aku harus segera bertindak,” gumamnya.

Aaron beranjak meninggalkan tempat ia berada saat ini. Kembali melangkah pada Jashie yang masih duduk di bawah pohon rindang sembari membaca buku di tangannya.

“Jashie, kamu tunggu aku sebentar di sini, ya. Aku ada urusan sebentar.” Setelah mendapati anggukan dari Jashie, Aaron berjalan meninggalkan Jashie menuju kantin. Membeli beberapa potong roti, minuman dan makanan lain.

Aaron berjalan ke suatu tempat, di mana Briyan tengah asyik dengan tangkai sapu dan pelnya. Membersihkan setiap sudut dan tiap bagian yang ada di dalam ruangan itu. Ruangan yang penuh dengan kuman dan kotoran di sulap Briyan menjadi tempat yang lebih baik dan harum sari sebelumnya. Ruangan itupun bersih.

“Sial benar aku hari ini, hanya gara-gara tutup botol dan juga mereka, aku harus membersihkan toilet busuk ini,” cerutu Briyan saat semua hampir rampung ia kerjakan.

Seseorang masuk ke dalam ruangan itu dan menghampiri Briyan yang tengah mencuci tangannya. Ia menaruh sekantong makanan di hadapan Briyan. Matanya melotot melihat sosok yang ada di hadapannya saat ini.

Bersambung …

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel