Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 . Pekerjaan paruh waktu

"Tidak perlu, Bi! Aku akan menggunakan kamar mandi yang ada di lantai ini saja!" jawab Ellena, sambil menatap penuh sayang ke arah Bibi Mou.

"Tapi, tidak ada pemanas air di sana!" Bibi Mou merasa iba padanya.

.

"Bibi! Aku masih sangat muda, dengan tubuh sekuat kuda! Mandi air dingin bukanlah masalah besar!" Ellena mencoba menyakinkan Bibi Mou.

"Tapi-" Bibi Mou belum selesai mengucapkan kalimatnya, Ellena sudah mendorong wanita itu keluar dari kamar.

Lalu, Ellena menutup pintu dan bersandar, dirinya lalu terduduk di lantai, kakinya terasa lemas tidak bertenaga. Hatinya terasa sakit, dirinya begitu merindukan ayah. Ellena berusaha mengatur perasaannya, setelah tenang, dirinya bangkit dan mandi lalu tertidur.

***

Satu bulan kembali berlalu.

Saat Ellena selesai kursus piano, Sang Guru datang menghampirinya, seraya berkata, "Ellena, ehm ...."

"Ada apa, Bu?" tanyanya.

"Ehm ... uang kursus bulan ini belum dibayar!" ujar Sang Guru perlahan.

"Mungkin ibu saya lupa membayarnya! Saya akan mengingatkannya kembali!" balas Ellena.

Perasaannya mengatakan hal itu disengaja bukan lupa. Namun, Ellena selalu berpikir positif dan yakin Bibi Yihua lupa membayar.

Tapi, keyakinannya hilang, saat hal yang sama juga terjadi di tempat kursus melukis dan tata krama. Rasa khawatir mulai merayap di hatinya.

Seperti biasa, setelah langit gelap, dirinya baru tiba di rumah. Saat masuk ke dalam rumah, dirinya disambut tawa riang Bibi Yihua dan Pricilla. Namun, tawa mereka terhenti saat melihat dirinya.

"Bibi, bisakah kita bicara sebentar?" pintanya.

"Katakan, ada apa?" tanya Bibi Yihua dingin.

"Ehm ..., guru kursus mengatakan bahwa uang kursus bulanan belum dibayar-"

Ellena belum selesai berbicara, Bibi Yihua sudah menyela.

"Kau tahu, bisnis sekarang sangat sulit. Jadi, kamu tidak lagi dapat melanjutkan kursus!" Bibi Yihua menatapnya dingin. Pricilla yang berdiri di samping ibunya, tersenyum mengejek.

Ellena hanya diam, dirinya tahu seberapa besar perusahaan fashion milik ayahnya. Bagaimana Bibi Yihua dapat mengatakan bisnis sedang sulit dengan begitu banyak kantong belanjaan di sekitar mereka.

"Baik, aku tidak akan melanjutkan kursus! Namun, bagaimana dengan uang bulanan sekolah?" Ellena tidak ingin putus sekolah.

Dirinya memiliki cita-cita untuk kuliah jurusan fashion di Negara Z, universitas fashion ternama.

"Begitu juga dengan biaya sekolahmu, Bibi tidak mampu membayarnya lagi!"

Lalu Bibi Yihua dan Pricilla mengangkat kantong belanjaan yang banyak, naik ke lantai atas meninggalkan dirinya.

Kedua tangannya mengepal erat, dirinya tidak tahu harus berbuat apa.

"Ellena ...," panggil Bibi Mou yang datang menghampirinya.

"Bibi ...," Ellena tidak dapat tersenyum walaupun memaksanya keras.

"Sekolahlah!" ujar Bibi Mou, sambil menyerahkan sebuah amplop kepadanya.

"Apa ini, Bi?"

"Gunakan untuk membayar uang sekolahmu!" ujar Bibi Mou.

Ellena bersekolah di sekolah Internasional ternama, yang artinya dengan uang sekolah yang sangat mahal.

"Tapi .... Tidak, Bi! Bibi masih harus mengirim uang untuk keluarga Bibi di kampung!" Ellena mendorong amplop itu kembali.

"Terima ini! Apakah kamu mau berakhir menjadi anak yang putus sekolah? Tinggal dua tahun lagi kamu akan tamat sekolah!" Bibi Mou memarahinya.

Ellena terdiam, apa yang bisa dilakukannya jika putus sekolah? Bagaimana dirinya bisa menggapai cita-cita yang diimpikannya.

"Baik, Bi! Aku pinjam uang ini! Aku akan membayarnya kembali kepada Bibi!" Ellena menerima amplop itu dengan tangan gemetar.

Dirinya harus memikirkan bagaimana masa depannya nanti. Bibi Yihua tidak lagi mau membiayai pendidikannya, itu artinya juga termasuk biaya kuliah.

Ellena masuk ke dalam kamar dan duduk di atas kasur tipis. Apa yang harus dilakukannya? Iya, dirinya harus bekerja dan menabung. Membayar uang sekolah dan mengumpulkan biaya kuliah. Walaupun dirinya tidak mampu pergi ke Negara Z, tetapi dirinya dapat kuliah di sini dengan uang kuliah yang terjangkau. Dirinya tidak akan membiarkan Bibi Yihua menghancurkan masa depannya.

Keesokan harinya, Ellena membayar uang sekolah dan dirinya terkejut saat mengetahui betapa mahalnya tagihan itu. Dirinya harus belajar lebih giat untuk mengejar beasiswa.

Pulang sekolah, Ellena tidak lagi pergi kursus. Dirinya berencana mencari pekerjaan pada siang dan malam hari. Ellena berdiri di depan Dojo*, dibalik kaca Dojo itu tertempel pengumuman mencari pekerja paruh waktu.

Ellena membuka pintu Dojo. Dojo itu sudah ada di lingkungan ini puluhan tahun, jadi dirinya merasa tenang jika bekerja di sini.

Seorang pria paruh baya yang mengenakan Judogi** menyambut kehadirannya.

"Selamat siang, Tuan! Saya hendak melamar pekerjaan itu!" ujar Ellena, sambil menunjuk ke arah selebaran yang ditempel di jendela kaca itu.

"Kamu masih sekolah!" jawab pria itu.

"Justru karena saya masih sekolah, maka saya melamar pekerjaan paruh waktu!" jelas Ellena.

"Tidak! Tidak! Saya tidak bisa mempekerjakan anak sekolah!" ujar pria itu jujur.

"Tapi, jika saya tidak bekerja, maka saya akan putus sekolah!" Ellena menunjukkan ekspresi sedih.

"Namun, aku akan terkena masalah jika mempekerjakan anak sekolah!" ujar pria itu yang terlihat mulai mengasihani dirinya.

"Jika tidak dikatakan, maka tidak ada yang tahu! Orang-orang hanya mengira aku salah satu murid yang membantu!" jawab Ellena dan tersenyum manis.

"Di mana orang tuamu?" tanya pria itu kembali.

"Saya tinggal dengan Bibi! Ayah dan ibuku sudah meninggal. Bibi kesulitan keuangan dan tidak lagi mampu membayar uang sekolahku! Karena aku tidak ingin putus sekolah, maka aku akan mulai bekerja!" Ellena mencoba menjelaskan situasi. Dirinya tidak sepenuhnya berbohong saat menceritakan masalahnya.

Mata pria paruh baya di hadapannya mulai berkaca-kaca, lalu pria itu berkata, "Panggil aku Paman Gu! Kamu harus tiba sebelum pukul 2. Setelah itu bersihkan seluruh matras dan rapikan ruangan itu. Latihan akan dibagi menjadi 2 sesi. Sesi pertama dimulai pukul 2 sampai pukul 3. Sesi kedua dimulai pukul 4 sampai pukul 5!"

"Seperti yang kamu lihat, murid-murid di sini adalah anak-anak, jadi kamu juga harus membantu mereka berganti pakaian dan ke toilet! Apakah kamu keberatan?" tanya Paman Gu.

Ellena menggelengkan kepalanya dan berkata, "Tidak, Tuan .... Eh ..., Paman Gu!"

Mulailah Ellena bekerja sepulang sekolah, pekerjaan tidak terlalu melelahkan dan menyenangkan. Suasana begitu ramai karena anak-anak itu yang selalu mengerumuni dirinya. Jeda diantara sesi pertama dan kedua digunakannya untuk belajar.

Paman Gu juga memujinya sangat rajin dan senang ada yang membantu dirinya. Ellena mulai mencari pekerjaan untuk malam hari dan meminta bantuan kepada Paman Gu.

Paman Gu membawanya ke swalayan kecil di jalan sebelah. Pengelola swalayan itu adalah sepasang suami-istri yang masih muda. Karena Sang Istri harus merawat bayi, jadi tidak lagi memiliki waktu membantu di swalayan.

Ellena sepulang sekolah bekerja di dua tempat. Sungguh ironis, dirinya dulu pulang ke rumah saat langit gelap karena begitu banyak kursus yang harus diikutinya. Namun, sekarang dirinya pulang larut malam karena pekerjaan.

Ellena menjalani hari-harinya dengan penuh semangat. Dirinya tidak ingin terpuruk karena ulah Bibi Yihua.

Perlahan buku tabungannya mulai terisi sedikit demi sedikit. Di tambah dirinya berhasil mendapatkan beasiswa di sekolahnya, itu meringankan beban pengeluarannya.

Tiga bulan telah berlalu, dirinya berhasil mengumpulkan uang untuk dikembalikan kepada Bibi Mou. Bibi Mou menolak dan meminta dirinya membayar setelah tamat sekolah dan resmi bekerja.

Setiap dirinya pulang malam, Bibi Mou pasti menyiapkan makanan hangat untuknya. Ellena yakin, Bibi Yihua tidak mengetahui hal tersebut.

*Dojo adalah bangunan tempat kompetisi, pertandingan, latihan, dan belajar (keiko) untuk semua cabang seni bela diri Jepang.

**Judogi adalah jenis pakaian bela diri yang digunakan untuk Judo. Pakaian ini terdiri dari tiga jenis yaitu Umagi (baju), Shitabaki (celana) dan Obi (sabuk).

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel