Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Jodoh Mengejutkan

"Ayo Zen. mereka sudah menunggu didalam," ucap Surya setelah mobilnya terparkir dihalaman restoran.

Tempat dimana yang akan menjadi saksi bisu pembahasan yang terjadi malam ini.

"Tapi yah, emang siapa sih yah orangnya? Namanya aja, Zen kan juga perlu tau." Kembali sebuah pertanyaan terlontar karena sebuah penasaran.

"Nanti juga kamu akan tau sendiri," jawab Surya tanpa memandang.

"Tapi yah, emang harus ya nikah bulan depan? Zen belum siap yah."

"Ya harus dong, udahlah Zen apapun alasanmu, sekarang kamu harus ikut ayah masuk untuk bertemu dengannya!" ucap Surya seraya melangkah keluar.

Kini Alzena pun melangkah dengan malas. Meski dengan wajah yang terus ditekuk, namun Alzena menemui tamunya dengan penampilan yang sangat cantik. Mengenakan midi dress berwarna hitam dan aksesoris sederhana yang membuat penampilannya tampak elegan.

Tiba tiba "dreet dreeet" terdengar suara ponselnya bergetar, nama Jody menari nari dilayar ponselnya. Dengan cepat Alzena meraih ponselnya dan menjawab panggilan itu.

"Hay Jod."

"Hay sayang, kamu lagi sibuk ngga? Aku jemput ya kita ke area balap malam ini," ucap Jody yang membuat ekspresi wajah Alzena seketika berubah.

Sungguh tawaran yang sangat menarik, Sebenarnya ia ingin sekali menerima ajakan itu, namun sayangnya ia terlanjur mengikuti keinginan sang ayah.

"Maaf ya Jod, malam ini aku ada keperluan sama ayah, jadi aku ngga bisa ikut kamu," jawab Alzena yang membuat Jody kecewa.

"Yaudah deh kalau gitu, next time ya."

"Oke, next time aku ikut kamu!"

Mendengar percakapan itu membuat Surya kini kembali mendekat. Seketika Alzena pun terbelalak, saat melihat sang ayah yang tiba tiba meraih ponsel digenggamannya.

"Ayah, kembalikan handphone Zen!"

"Ngga, ayah ngga akan kembalikan kalau kamu masih terus berhubungan sama Jody, ayah ngga mau kamu terbawa pengaruh buruknya Zen, mau jadi apa kamu nanti kalau terus terusan bergaul dengan laki laki itu? Udah jangan banyak bicara, ayo kita masuk."

Mendengar ucapan itu membuat Alzena kini terdiam, dan terpaksa menurutinya, memasuki restoran dan menemui laki laki serta keluarga yang hendak dijodohkan dengannya.

Sementara dimeja yang tidak jauh dari pintu, tampak sepasang suami istri yang sudah menunggu lebih dulu. Mungkin mereka adalah orang tua dari laki laki tersebut.

Melihat kedatangan Surya dan Alzena, sepasang suami istri itu pun menyambutnya dengan hangat, dengan senyuman merekah dan wajah yang tampak bahagia.

Namun yang membuat Alzena bingung adalah, mengapa tak ada laki laki seumurannya disana? Lalu siapa yang hendak dijodohkan dengannya?

"Maaf, Emilio kemana?" tanya Surya yang membuat Alzena melebarkan mata.

Nama itu tak asing ditelinganya, bahkan hampir setiap hari nama itu digadang gadang dilingkungan kampusnya. Dan tadi pun ia sempat berdebat dengan laki laki yang bernama persis dengan yang disebutkan sang ayah.

Apa mungkin mereka orang yang sama, atau hanya kebetulan saja persis namanya?

Tak lama kemudian.

"Nah itu dia Emilio," ucap seorang wanita tua yang menunjuk ke arah pintu masuk.

Membuat Surya dan Alzena turut mengikuti arah pandangannya. Seketika Alzena melebarkan mata, setelah melihat laki laki yang kini berjalan mendekat.

"Pak Emil," gumam Alzena tanpa suara.

Ternyata laki laki yang dijodohkan dengannya itu tidak lain adalah dosen killer dikampusnya.

Pandangannya tak terhenti memperhatikan laki laki bertubuh tegap itu terduduk. Tapi mengapa reaksinya biasa saja setelah melihat Alzena? Apakah mungkin ia sudah tau jika Alzena lah wanita yang dijodohkan dengannya?

"Jadi laki laki yang ayah maksud itu pak Emil yah?" Tanya Alzena yang membuat Surya mengangguk.

Anggukan itu benar benar membuat Alzena tak dapat berfikir jernih, ulah sang ayah yang dianggapnya benar benar aneh.

Usia keduanya terpaut sangat jauh, lalu mengapa Surya dengan mudah hendak menjodohkan laki laki itu untuk Alzena? Bukan kah lebih pantas menjadi paman nya, dari pada harus menjadi suaminya?

Kini Alzena pun berniat membicarakan hal ini empat mata dengan Emil, berusaha mendekat dan membawa Emil menjauh dari keluarga.

"Jadi bapak tau tentang ini?" Tanya Alzena memperhatikan wajah Emil dengan tajam.

"Ya, saya tau," jawab santai Emil yang membuat Alzena melebarkan mata.

"Kalau bapak tau, kenapa bapak ngga tolak perjodohan ini aja sih? Saya kan ngga mau nikah sama bapak, saya udah punya pacar nama nya Jody, dia seumuran sama saya, ngga kaya bapak yang udah tua," tutur Alzena yang membuat Emil melebarkan mata.

"Kamu bilang saya tua? Jadi kamu bawa saya ketempat ini hanya untuk mengatakan saya tua?"

"Iyalah kan umur bapak udah empat puluh tahun, sedangkan saya baru dua puluh lima tahun, saya ngga tau gimana jadinya kalau saya nikah sama bapak," jawab Alzena yang membuat Emil kini geram.

Pandangan matanya tertuju tajam, dan rahangnya sedikit mengeras.

"Memang sih bapak ganteng, saya akui itu. Tapi ya tetep aja, bapak ini tua, ngga cocok sama saya," tambah Alzena yang benar benar menguji kesabaran Emil.

"Kamu fikir saya mau menikah dengan kamu?"

"Terus kenapa bapak terima perjodohan ini? bapak harus batalin, saya kan ngga mau nikah sama om om kaya bapak."

"Oke, lihat saja nanti, laki laki yang kamu bilang om om ini akan membuatmu jatuh cinta padanya," ucap Emil memalingkan wajah dan membuat Alzena melebarkan mata.

"Dih ngga akan, udah saya bilang, saya udah punya pacar, dan saya sangat mencintainya, saya ngga mau tau, bapak harus bisa batalin perjodohan ini!"

"Lalu, kenapa bukan kamu saja yang membatalkannya?"

"Saya ngga berani pak, ayah pasti marah kalau permintaannya ngga diturutin."

"Nah itu juga jawabannya. Saya ngga bisa karena saya takut kualat pada orang tua saya," jawab Emil yang membuat Alzena kini terdiam.

Wajahnya kembali ditekuk, dengan pikiran yang terus bermain. Entah apa perjodohan ini benar benar akan terlaksana?

Jika iya, Alzena tak bisa membayangkan akan seperti apa hari harinya nanti, jika hidup berdua bersama laki laki bersifat dingin seperti Emil.

Wajahnya tampak sangat frustasi, kini pandangannya tertuju pada tempat dimana Surya dan kedua orang tua Emil berada, namun matanya melebar setelah tak ia dapati mereka lagi disana, apakah mereka sudah pulang? Lalu mengapa tak memberitahunya?

"Ayo, saya antar!"

Tiba tiba terdengar suara itu mendekat.

"Ngga usah, saya bisa pulang sendiri," tolak Alzena yang lalu melangkahkan kakinya keluar dari restoran.

Langkah kebutnya kini terhenti, setelah ia teringat jika ponselnya sedang tak bersamanya. lalu bagaimana caranya untuk memesan taxy online? Tampak bingung kini menghampiri wajah yang terpoles make up tipis itu.

"Yakin mau pulang sendiri?" tanya Emil setelah berada didekat Alzena kembali.

Sebenarnya ia tak ingin menerima bantuan itu, namun jika tidak, bagaimana cara nya ia kembali ke rumah? harus menunggu taxy yang lewat? Mau sampai kapan? Sedangkan semakin lama hari semakin malam.

"Yasudah, kalau kamu memang mau pulang sendiri, saya duluan," ucap Emil yang kini melangkah pergi, yang membuat Alzena melebarkan mata. Dengan spontan Alzena memanggil Emil kembali.

"Pak Emil, yaudah saya mau pulang bareng bapak deh," ucap Alzena yang membuat langkah Emil seketika terhenti, dan sedikit tersenyum.

Sesampainya di rumah, kini Alzena merebahkan dirinya di tempat tidur ternyaman nya, matanya berkedip berulang kali dengan pandangan yang terus tertuju pada langit langit kamarnya.

"Ganteng sih, dan lumayan baik juga, tapi... Tetep aja dia tua, aaaah ayah kenapa sih harus pak Emil laki laki pilihan ayah itu? Terus gimana sama Jody? Aku kan cintanya sama Jody, malah ayah jodohin sama om om kaya pak Emil begitu."

•••

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel