Sakit
"Apa ini, kenapa rasanya hatiku sakit, melihat pria yang terbaring itu, apa mataku sudah rabun? Sehingga tidak bisa membedakan orang. Apakah benar itu Azam?" ungkap Izma di dalam hatinya, ketika dia melihat ada pria terbaring lemah di atas ranjang kesakitan.
Dokter cantik itu dengan perlahan menghampiri pasien yang sedang koma tersebut. Benar sekali ... dia yang ada dihadapannya kini sedang tidak sadarkan diri, selepas operasi yang membuatnya kehilangan banyak darah.
"Azam, apa ini? Kamu kenapa bisa kecelakaan. kamu bisa terbaring di sini, ada apa denganmu, dimana Aliza?" Wanita itu melihat dengan mata yang sendu, tidak kuasa karena ternyata sudah lama berlalu dia masih mengingat suaminya. Benar, yang ada di hadapannya kini, yang berbaring lemah tak berdaya itu adalah Muhammad Azam, suaminya yang telah dia tinggalkan 5 tahun lalu.
Tiba-tiba saja seorang Suster datang menghampirinya.
"Dokter Izma pasien sedang tertidur, dia masih dalam pengaruh obat bius selepas operasi." Suster Anita menyerahkan sebuah dokumen tentang pasien di hadapannya.
"Suster, apakah dia koma?" tanya Izma dengan mata yang berkaca-kaca.
"Tidak Dokter, pasien tidak mengalami koma. Tetapi dia sedang tertidur karena pasien tersebut masih dalam pengaruh obat bius," kata Suster Anita dengan senyumannya.
"Sudah berapa lama pasien ini di sini?"
"Sudah dua hari, bersamaan dengan pasien pertama Dok, tetapi selama 2 hari ini tidak ada satupun keluarga yang berkunjung. Kasihan sekali sepertinya dia tidak memiliki keluarga. Mungkin saja dia hidup Sebatang Kara." Suster Anita menjawab pertanyaan Dokter Izma.
"Tidak mungkin, dia tidak sebatang kara, pria ini punya anak dan istri, seharusnya istrinya ada di sampingnya," kata Izma sambil menatap Azam dengan mata yang berkaca-kaca.
"Saya tidak tahu, apakah anda tahu soal keluarganya, sepertinya anda mengenal pasien ini, kalau begitu kenapa tidak ada telepon saja istrinya supaya datang ke sini," kata Suster Anita memberikan sebuah solusi.
"Benarkah? Keluarganya tidak datang?" Izma menoleh kearah Suster Anita.
"Benar Dok, saya yang menjaga pasien, tidak ada satupun yang menjenguknya, padahal Polisi sudah menghubungi kediamannya, tapi tak respon, kita tunggu saja sampai keluarganya datang." Suster Anita berkata dengan senyum yang ramah.
"Sudahlah terima kasih banyak Suster, tolong tinggalkan saya berdua dengan pasien," ucap Izma kepada Susternya.
"Baiklah Dokter." kata Suster Anita sambil beranjak pergi dari ruangan VIP itu.
Setelah kepergian Suster Anita kini tinggallah Izma berdua dengan Azam di kamar rawat inap tersebut, wanita itu tidak henti meneteskan air matanya, merasa kasihan melihat kondisi Azam yang terbaring seperti itu.
"Azam aku pikir aku tidak akan bertemu denganmu lagi, tapi ternyata Tuhan menakdirkan kita untuk bertemu kembali, di mana Aliza dan anakmu? Kalian pasti sudah hidup dengan bahagia tanpa aku, aku takkan lagi mencampuri urusan kalian berdua, setelah kamu sehat dan siuman kita akan bertemu di meja hijau untuk menyelesaikan pernikahan kita yang sudah hancur," kata Izma di dasar hatinya sambil menatap kearah pria yang kini berada di hadapannya.
Izma terus-menerus meneteskan air matanya, dia tak kuasa menahan rasa sakit yang dia rasakan. Sakit hati karena melihat kembali masa lalunya dalam bayangan semu.
"Azam, kamu harus bangun, kamu harus sehat. Aku tidak tahan terus menerus membencimu seperti itu, kebencianku padamu sekejap hilang entah kenapa, tapi rasanya aku sangat bahagia bertemu denganmu setelah sekian lama aku meninggalkanmu, ternyata kamu bisa menemukanku juga," kata Izma di dasar hatinya.
Hatinya tiba-tiba saja merasakan kesakitan yang teramat dalam, melihat suaminya seperti itu, rasa bencinya mendadak berubah menjadi rasa Iba. Tiba-tiba saja seseorang masuk ke dalam ruangan itu dan mengejutkan Izma.
Dokter Izma menyeka air matanya dan berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Ternyata yang masuk adalah Dokter Daniel.
"Izma?" Dokter Daniel masih mengenali Izma. Profesor ini memang sangat jeli walaupun usianya sudah separuh abad. Tetapi dia belum melupakan wajah dari gadis tersebut
"Profesor Daniel?" Izma benar-benar terkejut karena dia bisa bertemu dengan Profesor Daniel saat ini.
"Apa kabarmu Izma ternyata kamu berada di sini setelah 5 tahun, Azam mencari mau kemana-mana," ucap Dokter Daniel sambil menatap Izma dengan kening yang mengerut.
"Aku pergi karena aku tidak bisa bersama dengan mereka lagi, Dokter. Aku masih ingin hidup," kata Izma dengan perlahan.
"Aku sudah mengetahui ceritamu. Turut berduka cita atas semua kejadian yang menimpamu terdahulu. Aku tahu semua itu perbuatan Aliza, dan kini Aliza sudah menerima ganjarannya," kata Dokter Daniel kepada Izma.
"Apa maksud Dokter? Apa sebenarnya yang terjadi dengan Aliza?" Izma sangat ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya.
"Begini ... setelah kamu pergi Aliza pun pergi ketahanan dibawa oleh Polisi, Azam mengetahui semua kejahatan Aliza di pengadilan, dia begitu menyesal karena telah membuat kamu menderita Izma," kata Dokter Daniel kepada Izma.
"Jadi Aliza di penjara?" Izma begitu terkejut mendengar ucapan dari Dokter Daniel.
"Pantas sekali Aliza dipenjara. Setelah dia membuat kamu tenggelam. Dan dia terbukti berbohong tentang kehamilannya. Itu semua membuat Azam begitu murka kepadanya. Setelah Liza masuk penjara, Azam tidak pernah menemuinya lagi. Azam langsung memberikan surat cerai dan saat itu Azam yang baru menyadari bahwa dia sudah kehilanganmu Izma," tutur Dokter Daniel kepada Dokter Izma.
"Dokter, anda tidak usah berbohong seperti itu. Anda tahu betapa sakitnya aku menjadi seorang istri kedua, aku teraniaya karena pernikahan tersebut, andai saja Dokter mengetahui bagaimana sakitnya seorang istri yang dipoligami, tetapi sayangnya laki-laki tidak tahu hal itu." Izma mulai meneteskan air matanya mengingat betapa menyedihkannya dia di masa lalu.
"Aku tidak pernah berpoligami, jadi aku tidak pernah menyakiti istriku, aku turut prihatin dengan hubungan kalian, tapi aku harap kamu bisa memaafkan Azam. Apa kamu tahu Azam mencarimu terus-menerus, dia menjadikan malam seolah siang, dan menjadikan siang seolah malam, kamu tahu Izma, Azam sangat mencintaimu," kata Dokter Daniel kepada Izma.
"Aku tidak percaya dengan ucapan cinta tanpa pembuktian yang nyata, lagian aku sudah mau menikah dengan orang lain. Aku tidak akan menoleh ke belakang lagi, setelah Azam bangun aku akan langsung memberikan surat cerai kepadanya, dan kami akan segera bertemu di pengadilan," kata Izma dengan suara yang rendah, namun begitu tegas. Wanita itu lalu meninggalkan ruangan tersebut dengan hati yang terasa sakit dan perih.
Dokter Daniel sepertinya tidak bohong kepadanya, tetapi kenapa Izma tidak mau mempercayai ucapan Dokter Daniel. Wanita itu hanya mempercayai apa yang dirasakan dan yang dia ingat. Bahwa dia masih sakit hati dengan Azam.
