Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Ritual (21 )

Warning 21

Tolong cek usia sebelum membaca.

???

"Sudah malam, Sayang. Ayo kita masuk," kata Ibra sambil mengajak Izma masuk ke dalam kamar.

"Hmm ... baiklah." Izma mengangguk dan berjalan mengikuti sang suami. Kini kamar Ibra adalah kamarnya. Mereka sudah berada di dalam kamar pengantin yang sudah di hias dengan sprei putih dan taburan bunga mawar di sekeliling sprei dan lilin di atas nakas, sehingga menambah suasana semakin romantis.

"Sayang, lihatlah kamar ini di buat untuk kita berdua, dan ini sangat indah, umi memang sangat perhatian kepada kita," seru Ibra dengan rasa gugupnya. Jujur pria itu begitu gugup berduaan di kamar bersama seorang wanita. Apalagi wanita itu adalah Izma. Perempuan yang sudah 6 tahun dia cintai.

Dengan kesabaran Ibra menunggu sampai Izma bercerai dan mendapatkan idah.

"Eh, i-iya. Sangat romantis ya, apalagi lilin ini, suasananya gelap berubah jadi terang dengan redupnya cahaya lilin." Izma melihat ke sekeliling ruangan. Wanita itu sebenarnya berdebar. Wajarlah karena memang dia baru pertama kali berduaan bersama Ibra seperti ini.

"Kamu tahu tidak, aku gugup." Ibra menatap sang istri dengan mata yang redup.

"Ah, aku pun sama, tapi Sayang, bisakah kita bergabung dengan keluarga di luar, aku merasa sangat tidak nyaman jika langsung meninggalkan mereka di luar," kata Izma dengan kegugupannya.

"Biarkan saja, toh mereka tahu kalau kita memang pengantin baru, dan aku tidak bisa bergabung dengan mereka, karena aku hanya ingin kamu," kata Ibra sambil menyentuh tangan Izma dengan lembut.

Degupan jantung kini sudah terdengar begitu kencang. Entah itu milik Izma atau pun milik Ibra. Keduanya merasa sangat gugup. Ini memang bukan yang pertama kalinya untuk Izma tetapi tetap saja, Izma gugup karena Ibra itu adalah pria yang baru dalam hidupnya.

Teringat kembali di masa lalu yang kelam, ketika dulu Izma melepaskan keperawanannya bersama dengan Azam. Sungguh sangat menyakitkan. Dan Izma tidak mau hal itu terjadi. Izma ingin malam ini menjadi malam yang indah untuknya. Agar bisa di kenang untuk masa depan.

"Sayang," bisik Ibra mulai mendekati dirinya.

Izma merasa terkejut. Pasalnya kini Ibra sudah berada persis di depan wajahnya. Jarak mereka terlalu dekat dan itu membuat jantung Izma berdegup lebih kencang dari biasanya.

"Ibra, apa kita mau mandi terlebih dahulu?" Izma berusaha untuk mengalihkan perhatian.

"Tidak perlu, tubuhmu sudah wangi sayang, kita hanya perlu untuk bersatu, itu saja." Sekali lagi Ibra berbisik.

"Ada apa ini? Aku berdebar sekali, jelas-jelas aku belum bisa mencintai Ibra, tetapi kenapa sentuhan dan bisikan Ibra membuat aku tak berdaya untuk menolak," lirih Izma di dasar hatinya.

"Sayang, bolehkah aku memulai ritual malam pertama kita?" tanya Ibra dengan suara yang serak.

"Ah, emhh ...." Wanita itu merasa gugup dan kikuk.

"Sayang?" Sapa Ibra.

"Ibra."

"Iya Sayang, apa kamu sudah siap?" Pria itu bertanya.

"A-aku, Ibra, ehmm ... Sayang aku." wanita itu tak bisa menjawab. Hanya kegugupan yang kini terlihat di wajahnya.

Ibra menatap Izma dengan penuh harap. Pria itu sudah sangat tak tahan. Aura lelakinya minta untuk di puaskan.

"Begini, kalau kamu tidak siap tidak apa-apa, kita lakukan lain waktu," kata Ibra dengan wajah penuh dengan kekecewaan.

Pria itu berharap malam pertama pernikahannya menjadi malam yang terindah. Tetapi ternyata kini dia merasa kecewa karena sang istri belum siap untuk menyerahkan jiwanya untuk dia.

Helaan napas panjang dia lontarkan. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi. Karena gurat kecewa sudah dia rasakan.

Izma tahu dengan jelas bahwa pria di hadapannya telah kecewa dan terlihat sedih.

"Apa-apaan aku ini, bisa-bisanya aku membuat suamiku bersedih seperti itu, padahal dia adalah pria yang baik, pria yang telah menolong aku, dan memberikan aku rumah dan keluarga selama lima tahun ini, apalagi sekarang dia adalah suami sahku, dan sudah sepantasnya aku menyerahkan diriku kepadanya, Izma kamu wanita jahat, tegakah kamu pada orang yang sudah mati-matian membelamu, kamu tidak boleh membalas air susu dengan air tuba," kata Izma dalam relung jiwanya.

Ibra hendak berdiri dari posisi duduknya. Tetapi tiba-tiba saja Izma memegang tangan ibra seraya berkata." Sayang, mau kemana. Aku adalah milikmu, apapun yang kamu mau dariku, lakukanlah," kata Izma dengan suara yang rendah.

Ucapan Izma barusan seolah sebuah angin segar untuk Ibra. Hatinya yang kecewa berubah menjadi hangat dengan seketika. Pria itu menoleh pada wanita yang kini sudah tersenyum dengan wajah yang bersemu merah.

Dengan tangan yang bergetar Ibra menyentuh pipi Izma dan mengecup kening, pipi, dan terakhir mengecup bibir manis wanita yang kini telah menjadi istrinya. Izma terlihat pasrah. Dia memejamkan mata tatkala Ibra mulai melepas gaun pengantin yang membalut tubuh indahnya.

Terlepas semua gaun pengantin itu dari tubuhnya. Tak tersisa sedikit pun, pria itu membuka taxido miliknya dan benar saja, senjata Ibra sudah siap untuk bertempur.

Izma terdiam dengan kegugupan dan rasa malu, untuk pertama kali dia telanjang di depan Ibra. Karena Ibra adalah teman, sahabat dan kini telah menjadi suaminya.

"Sayang, tubuhmu begitu indah," kata Ibra dengan jantung yang berdegup begitu kencang. Pria itu bergetar tidak tahan karena tubuh sang istri sangat menggoda.

"Aku malu, biarkan aku mengenakan selimut." Izma memalingkan wajah malunya.

Ibra tersenyum lalu menggelengkan kepalanya." Tidak Sayang, aku saja yang akan menyelimuti tubuhmu, bukan selimut itu."

"Ibra Sayang, aku gugup dan merasa sangat canggung," kata Izma dengan senyum malu-malunya. Jujur saja bukan cuma Ibra yang berhasrat. Tetapi sebagai perempuan normal Izma pun tergoda oleh sentuhan Ibra yang terus-menerus membuat bulu kuduknya merinding.

Pria itu menyentuh seluruh tubuh izma dengan bibir manisnya. Tak bisa sedikit pun Ibra meninggalkan manisnya tubuh sang istri. Sampai akhirnya Izma sudah tidak tahan dan menginginkan hal yang lebih. Tetapi namanya Ibra masih perdana dan belum berpengalaman, pria itu malah asik dengan benda yang tersembunyi di balik paha sang istri.

"Inikah surga itu?" bisik Ibra lalu dengan segera menyentuhkan miliknya pada organ intim sang istri yang sudah basah.

"Emhh ... Sayang." Mata sayup sang istri menambah semangat untuk Ibra. Dengan satu hentakan mereka pun bersatu. Ternyata Ibra begitu bringas. Dan membuat Izma berteriak dengan begitu kencang. Mungkin orang di luar mendengar suara erangan Ibra dan desahan Izma. Tetapi beruntunglah karena kamar mereka ternyata kedap suara. Sehingga mereka bebas berekpresi dengan sesuka hati.

"Izma sah-sayang." Pria itu terus meracau tidak karuan.

Sedangkan Izma hanya bisa menjerit dengan kenikmatan yang dia rasakan. Baiklah Izma memang bukan seorang perawan. Jadi wanita itu tidak merasakan rasa sakit lagi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel