Part 6
Siang itu, Sari yang baru saja tiba di kantor Bupati pun terlihat turun dengan santai dari mobil Brio.
Ia datang untuk mengambil honor dari acara class make up yang di adakan bersama ibu PKK beberapa waktu lalu.
Sari melihat sekilas kantor itu yang terlihat luas dan asri dengan bermacam ragam tanaman yang teramat.
Sesaat rasa penyesalannya dulu pun kembali terbayang, ketika ia menolak untuk menandatangani SK PNS yang sudah di depan mata. Namun nyatanya Sari mengurungkan niat menjadi abdi negara itu. Padahal dulu almarhum sang ayah sangat menginginkan sang putri untuk menjadi seorang pegawai negeri setelah menamakan kuliahnya.
Namun nyatanya kini ia hanyalah seorang perias amatir yang masih meniti karir dengan meriah kesana kemari mencari uang.
Jalan hidup yang sudah ia pilih, walau begitu banyak rintangan dan kesulitan. Tapi Sari tetap berusaha bertahan dengan para perias lainnya.
Langkah Sari pun kian menuju pada dalam gedung yang disambut dengan dekor khas daerah dan juga kemewahan.
Walau bukan kali pertama, namun tetap saja decak kagum Sari terlihat jelas. Ketika menatap dekorasi yang benar-benar memanjakan mata.
Tak bisa di pungkiri, disinilah uang rakyat terpajang nyata.
Tak lama terdengar seseorang memanggil nama Sari dengan jelas.
"Sari?"
Sari seketika menoleh dan menemukan sosok wanita paruh baya yang sedikit gemuk tengah melambaikan tangan pada Sari.
Sari pun bersegera untuk menghampiri wanita tersebut dengan senyum terkembang.
"Ibu Ani"
"Baru sampai?"
"Iya"
"Ayo, keruangan" ajak ibu Ani dengan menuntun langkah Sari mengikuti dirinya yang terlihat santai.
"Maaf ya, baru sekarang saya kabari"
"Enggak papa kok buk"
"Iya, karena sistem di pemerintah memang jika soal pembayaran agak sedikit ribet"
"Iya, Sari ngerti"
Wajah ibu Ani terlihat senang ketika mendengar ucapan Sari.
"Sendiri?"
"Iya"
"Teman kamu mana?"
"Oh, Lisa? Lisa ada keperluan dengan keluarga suaminya" jelas Sari.
"Oh, teman kamu udah nikah? Kamu?"
Sari sedikit terkaget dengan pertanyaan ibu Ani.
"Hmm, belum buk" sahut Sari sungkan.
"Oh, tapi pasti sudah ada calon kan?" timpal ibu Ani yang masih bertanya.
Deg..
Sari pun hanya tersenyum simpul dengan sedikit menggelengkan kepala. Sehingga ibu Ani kaget.
"Waah, ibu pikir kamu pasti sudah ada calon"
Sari lagi-lagi hanya tersenyum kecil.
"Iya, buk, kemarin ada tapi ini udah di sambar orang" ujar Sari dengan tertawa renyah, walau kenyataannya hatinya masih pedih.
Sang ibu ikut tertawa.
"Ckck.. semoga kamu cepat dapat penganti yaa dan jangan berkecil hati" ujar sang ibu seolah memberi semangat.
Sari hanya bisa mengangguk dengan sedikit senyum simpul. Hingga akhirnya tiba di satu ruangan yang terlihat luas dengan beberapa meja bersekat disana.
Meja-meja itu terlihat kosong, dan Sari melewati ya dengan terus mengikuti langkah ibu Ani. Hingga akhirnya tiba di satu meja yang sedikit bersekat.
Ibu Ani pun seketika duduk di kursi itu sembari membuka laci meja kerjanya.
Grek.. suara laci terbuka dan ibu Ani mengambil sebuah amplop dari sana. Lalu ia memberikan pada Sari yang terlihat kaget.
"Ini honor kamu untuk class make up ibu PKK" sembari menyerahkan pada tangan Sari yang menerima amplop tersebut.
Lalu tak lama, ibu Ani memberikan beberapa kertas yang ia berikan pada Sari.
Sari melihat dengan wajah bingung.
"Tolong tanda tangan di sini ya, ini sebagai bukti jika uang yang dikeluarkan oleh kas pemkab"
"Oh, baik ibu" sahut Sari yang seketika paham, lalu meriah pena yang di berikan sang ibu.
"Lain waktu kita jadwalkan lagi yaa Sari, karena ibu-ibu pada senang loh, mereka antusias sekali"
"Wah, alhamdulillah... ya bu, kapan saja ibu bisa kabarin Sari"
Ibu Ani terlihat senang mendengar ucapan Sari yang menyambut dengan senang.
"Hmm, iya.. tapi mungkin nanti bukan dengan saya lagi" ujar ibu Ani tiba-tiba.
Sari sedikit kaget.
"Kenapa??" sembari mengembalikan kertas dan pulpen pada ibu Ani.
Ibu Ani sedikit tersenyum simpul ketika menerima kedua benda itu.
"Yaa, masa tugas saya tergantung atasan yang juga ikut cemas di posisinya"
Sari bingung.
"Isu di kantor santai terdengar jika pak Bupati akan diganti, jika benar seperti itu yaa kami yang merupakan anak buah pak Bupati pasti akan di rombak total dengan penganti pak Bupati baru"
Sari kaget.
"Kenapa begitu yaa?? Bukannya yang begitu cuma terjadi jika Presiden ganti maka para menteri juga ganti?"
Ibu Ani tertawa kecil.
"Yaa namanya juga politik, siapa yang kuat dan berkuasa maka semua struktural pasti berubah mengikuti perintah atasan"
"Oh" Sari hanya bisa bergumam kecil.
"Tapi yaa sudah lah, mau siapa pun nanti Bupatinya... semoga orangnya bisa Amanah dan mengayomi masyarakat daerah"
Sari mengangguk.
"Iya bener buk, semoga yaa" sahut Sari setuju.
???
Setelah menerima uang honornya itu, kini Sari keluar dari ruangan ibu Ani seorang diri.
Ketika ia berjalan melewati ruang lobby kantor Bupati itu terlihat pada satu dinding yang besar terdapat foto Presiden dan wakil. Lalu di sebelahnya terdapat foto sang Bupati dan juga wakil Bupati.
Sari menatap dua foto itu dengan wajah datar. Ucapan ibu Ani tadi masih jelasn ia ingat.
"Hmmm, padahal ibu Ani orangnya enak banget, kalau di ganti takutnya enggak secare ibu Ani" gumam Sari berbisik.
Tak lama ia menghela nafas dan berlalu pergi meninggalkan ruang lobby gedung itu yang luas dan megah.
Sari berjalan keluar dari gedung kantor Bupati menuju parkiran mobilnya.
Namun baru dua langkah ia keluar dari gedung itu, tanpa sengaja kedua matanya melihat sosok anak yang berjongkok di belakang sebuah mobil. Dan kedua mata Sari kian melebar ketika melihat lampu mobil sedan itu menyala dan hendak mundur.
Hingga tanpa pikir panjang, Sari berlari cepat sembari berteriak kencang.
"BERHENTIIIIII" pekik Sari dengan wajah panik berlari cepat dan mencoba menyelamatkan anak kecil yang tengah berjongkok di belakang mobil itu.
Sehingga beberapa satpam dan pegawai PNS ikut terkaget dan melihat pada Sari yang dengan cepat memukul bagasi belakang mobil.
BRAKKK... sehingga mobil itu berhenti. Sari pun secepat kilat menyelamatkan anak tersebut yang terlihat bingung dengan aksi Sari.
Dalam pelukannya Sari terlihat stres dan frustasi menatap pucuk kepala anak tersebut yang berhasil ia bawa kesamping.
"Kamu gak papa? Enggak papa kan??" tanya Sari dengan wajah panik yang akhirnya menatap wajah anak tersebut.
Anak perempuan itu hanya menggeleng dengan wajah kaget.
"Gak ada luka dan sakit kan??" tanya Sari dengan cemas.
Dan anak tersebut pun kembali menggelengkan kepala.
"OI!!" seru suara kasar seorang pria.
"Ada masalah apa sampai kamu pukul bagasi mobil saya??"
Sari terkaget dan seketika kesal mendengar ucapan pria itu.
"IYA, ANAK INI HAMPIR CELAKA GARA-GARA MOBIL BAPAK!" sahut Sari yang tak terlihat takut.
Pria itu mengeyitkan dahinya dan melihat pada sang anak perempuan itu.
Wajahnya seketika pucat pasir.
"Ta..tapi enggak mungkin saya mencelakai anak itu?"
"Masa? Bapak enggak tau ada anak kecil yang berada di belakang mobil bapak pas bapak lagi mau mundur" timpal Sari menjelaskan.
"Tapi mana mungkin? tadi saya udah liat enggak ada orang di sana!!" balas sang Bapak tak mau kalah.
"Ya terserah, tapi Bapak-bapak ini bisa lihat kan tadi kalau mobil bapak ini hampir saja mencelakai anak ini" ujar Sari dengan mengembalikan bukti pada pak Satpam dan 4 orang pegawai PNS lain.
