Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2. TEMAN YANG BAIK

Amira tidak bicara apa-apa lagi, dia hanya bisa menangisi keadaan. Setelah ayah tirinya itu keluar dari rumah, disitu Amira buru-buru masuk ke dalam kamar. Semakin hari Amira semakin ingin cepat-cepat keluar dari rumah itu. Tapi dia tidak bisa karena butuh biaya yang cukup jika harus pulang ke Surabaya, sedangkan setiap kali dirinya menyimpan uang. Uang itu selalu diminta oleh ayah tirinya untuk membeli minuman dan bahkan digunakan untuk judi.

Keadaan pahit itu membuat Amira hanya bisa berharap ada orng yang bisa menolongnya untuk pulang bersama adiknya. Karena sudah beberapa bulan belakangan ini ayah tirinya berprilaku aneh, hal itu juga yang membuat Amira ingin memutus hubungan dengan ayah tirinya dan ingin segera pulang kembali menemui keluarga di Surabaya.

Amira yang juga merasa kelelahan setelah seharian bekerja, dia kemudian membaringkan tubuhnya di disebelah adiknya yang sedang terlelap. Ketika menatap adiknya, disitu Amira semakin sakit, dia teringat dengan ibunya yang sudah tiada. Hidup bersama ayah tirinya bukan menjadi lebih baik, tapi justru harus mendapatkan perlakuan kasar.

"Aku harus mengumpulkan uang biar bisa membawa adikku pulang ke Surabaya. Sumpah aku tidak kuat lagi hidup di sini, ayah tiriku yang sudah aku anggap sebagai ayahku sendiri, ternyata makin kesini dia semakin tidak memperdulikan aku dan adikku."

Amira terus bergumam dalam hatinya. Matanya tidak henti-hentinya menitikkan air mata. Amira bertekad untuk bisa menyisihkan uang untuk biaya pulang ke rumah keluarganya.

***

Pagi itu pukul 06:30 Amira sudah berangkat mengantarkan adiknya ke sekolahan. Saat itu juga Amira merasa bersedih karena dia tidak bisa memberikan uang saku, dan bahkan untuk sarapan pagi tadi pun dia harus menghutang dulu di warung.

"Dek, kamu sekolah yang bener yah, jangan nakal. Hari ini adek enggak usah jajan yah, soalnya kakak belum gajian," ucap Amira.

"Iya, Kak. Enggak apa-apa." Perkataan yang keluar dari mulut adiknya itu membuat Amira tersentuh hatinya.

"Ya sudah yah, Kaka kerja dulu."

Selepas menyalami adiknya Amira langsung bergegas menuju tempat dirinya bekerja. Keadaan yang benar-benar sulit membuat Amira harus banting tulang mencari nafkah, karena ayah tirinya sudah tidak mau mencari kerja dan bahkan hanya ingin menjadikan Amira sebagai anak penghasil uang.

Beruntungnya ketika sampai di tempat kerja Amira mendapatkan teman kerja yang baik dan selalu perhatian, sehingga untuk urusan makan Amira tidak pusing, justru Amira malah lebih mementingkan adik dan ayah tirinya.

"Kamu udah sarapan belum, Mir?" tanya Ayu.

"Udah tadi," Jawa Amira tersenyum. Dia mencoba untuk terlihat biasa saja di depan teman kerjanya.

"Serius? Kayaknya kamu belum sarapan deh, sebentar yah aku beliin dulu."

"Gak usah, Yu. Aku udah sarapan kok, serius," ucap Amira mencoba meyakinkan.

"Udah kamu diam aja di sini." Ayu yang memang sudah mengerti dengan temannya itu, dia langsung aja berjalan mendekati tukang nasi uduk yang ada di depan toko itu.

Amira hanya bisa diam menatap temannya yang perhatian itu. Amira sangat terbantu dengan adanya Ayu di tempat kerjanya, dia sangat mengerti keadaannya, sehingga Amira merasa nyaman dan tidak sungkan-sungkan untuk menceritakan masalah kehidupannya yang begitu sulit dijalani. Bagi Amira, andai saja tidak sayang dengan adiknya, Amira memilih untuk mati saja karena masalah hidup yang begitu berat.

Namun ia sadar, ada adik yang harus dibesarkan dan butuh perhatiannya. Sehingga hal itu juga yang membuat Amira tetap berusaha untuk bisa menghidupi keluarganya, walaupun ayah tirinya bersikap kasar. Selang beberapa saat Ayu kembali sambil membawakan makanan yang baru saja dibelinya.

"Nih, Mir. Kamu sarapan dulu," ucap Ayu sambil mengasongkan sebungkus nasi uduk.

"Makasih yah, Yu. Kamu memang baik banget," jawab Amira.

"Iya, kamu juga kan sering bantuin aku. Ya udah jangan mikir yang aneh-aneh, kamu makan aja dulu," balas Ayu tersenyum.

Amira hanya tersenyum, dalam hatinya ia masih bersedih karena ingat dengan adiknya yang tidak dikasih uang jajan. Amira memikirkan itu sampai-sampai dia tidak nafsu untuk memakan nasi pemberian temannya. Ayu yang melihat Amira seperti itu, dia dibuat heran.

"Kenapa gak dimakan, Mir? Di makan dong," ucap Ayu.

"Iya, Yu. Nanti aku makan kok," balas Amira.

"Kamu ada masalah?" Ayu mulai paham dengan keadaan karena melihat wajah temannya itu yang nampak sedih.

Amira hanya tersenyum tidak menjawab pertanyaan itu. Tapi Ayu yang memang setiap hari bersamanya, dia sudah paham dengan gelagat Amira.

"Kalo ada apa-apa kamu cerita aja, Mir. Jangan disimpan sendiri. Apa bapak kamu nyakitin kamu lagi?" tanya Ayu merasa iba.

"Enggak, Yu. Aku baik-baik aja," balas Amira

Amira berusaha untuk terlihat biasa saja, tapi Ayu sudah paham betul dengan sikapnya.

"Ya sudah nanti kalo toko udah tutup, kita ngobrol-ngobrol aja yah. Aku tahu kamu ada masalah. Dan aku minta kamu cerita sama aku, siapa tau aku bisa membatu," ucap Ayu.

Amira mengangguk. Tidak lama setelah itu Amira dan Ayu membuka toko itu. Mereka berdua bekerja seperti biasanya. Sampai akhirnya di jam istirahat, disitu lah mereka berdua bisa mengobrol. Yang akhirnya Amira menceritakan tentang dirinya yang ingin pulang ke Surabaya karena sudah tidak tahan hidup bersama ayah tirinya.

Ayu mendengarkan baik-baik perkataan temannya itu. Dia juga merasa kasihan terhadap Amira yang memang masih muda harus bekerja keras demi kebutuhan keluarganya.

"Jika memang begitu kamu tidur aja di rumah aku, Mir," ucap Ayu.

"Enggak bisa, Yu. Nanti yang ada bapak aku nyamperin dan bahkan nanti aku malah di kurung lagi. Soalnya aku juga pernah mau kabur sama adik aku, tapi bapak tahu, dan setelah itu aku sama adikku di kurung," balas Amira dengan mata yang berkaca-kaca.

"Ya ampun ... Kok gitu banget sih bapak kamu."

"Iya itu lah, Yu. Makanya aku ingin banget pulang ke Surabaya, jujur aja aku tidak kuat jika harus hidup dengan bapak tiri. Dia sudah berubah, Yu. Dulunya baik banget, tapi setelah ibu meninggal, bapakku itu jadi begitu kelakuannya, aku takut, Yu," ucap Amira sambil menangis.

Ayu langsung memeluknya, dia mencoba menenangkan Amira yang terlihat sangatlah bersedih. Akan tetapi Ayu juga tidak bisa berbuat banyak, karena Amira sendiri tidak mau tinggal di rumahnya karena takut jika sampai ayah tirinya marah.

"Mir, nanti boleh gak aku pinjam uang sama kamu, buat ongkos pulang. Nanti aku balikin kalo aku udah ada kerja di sana," ucap Amira.

"Iya udah, gini aja nanti aku kasih yah," jawab ayu tanpa berfikir panjang.

Ayu menyadari jika Amira pulang ke Surabaya, tentunya dia di situ akan merasakan kehilangan. Namun dia harus bisa merelakan hal itu karena sangat-sangat kasihan melihat penderitaan temannya yang tinggal bersama ayah tirinya yang berlaku kasar.

***

Sore itu jam 17:30 Amira sudah sampai di rumahnya. Dia juga membawakan makanan untuk adik dan ayah tirinya. Ketika Mauk ke dalam rumah, disitu pak Wanto sudah duduk santai sambil menghisap rokoknya.

"Amira. Sini kamu," pinta pak Wanto.

"Iya, Pak," jawab Amira terlihat gugup.

"Bawa apa itu?" tanya pak Wanto dengan mata melotot.

"Ini makanan, Pak. Buat kita makan," jawab ayu sambil meletakan makanan itu.

"Owh. Udah gajian kamu? Mana uangnya." Pak Wanto langsung mengulurkan tangannya.

Sontak Amira kaget, dia tanpa gugup karena memang uangnya belum sempat ia bagi-bagi untuk kebutuhan lain, takutnya jika dia perlihatkan semua uang gajinya, nanti dirampas semua oleh ayah tirinya itu.

*****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel