Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4. Penyesalan Malik

'Pria urakan itu? Tak mungkin bukan? Tidak, itu tak mungkin dia,' gumam Malik shok saat melihat Erlangga berdiri di depan panggung tengah menyampaikan sambutannya dengan sangat elegan.

Malik sangat-sangat shok karena pria urakan yang dulu di makinya kini begitu berubah. Malik berkali-kali menepis kenyataan itu dan berharap hanya mimpi. Akan tetapi, kenyataan itu ternyata memang benar adanya. Andi yang memang tidak tahu apa-apa tentang Erlangga pun bertepuk tangan meriah saat Erlangga menyampaikan sambutannya dengan sangat gagah, berkharisma serta bermasa depan cerah.

Zahra begitu terharu dan bahagia dengan perubahan Erlangga yang drastis. 'Kak, aku rindu Kakak. Tapi aku sadar pasti Kakak sudah melupakanku, kan?' gumam Zahra dalam hatinya. Zahra menguatkan hatinya untuk tetap bisa menahan tangisnya.

Andi yang melihat ada sedikit ke anehan dari Zahra pun menoleh. "Ra, kamu tidak apa-apa? Apa kamu sakit?"

Zahra menarik napasnya pelan, terus menahan tangisnya dengan memejamkan matanya. "Tidak, Kak. Aku baik-baik saja," ucapnya lagi.

"Kalau kamu sakit, kita bisa kayanya minta izin Ayah untuk pulang duluan," tawar Andi, "apa mau pulang saja?" tawarnya lagi karena melihat Zahra seperti kurang nyaman.

"Apa Kakak tidak masalah?"

"Tidak, ayo kalau mau pulang. Kita pamit dulu pada Ayah." Andi dan Zahra pun menghampiri Malik yang masih shok.

Malik terus menatap Erlangga tak percaya. Erlangga yang dulu dia maki, sebagai pria urakan dan tak bermasa depan. Ternyata adalah CEO baru dari perusahaan besar sekaligus putra dari sahabatnya yang baik hati.

"Ayah, apa kita boleh pulang duluan? Zahra kayanya kurang enak badan."

Malik menatap Zahra mengerti. Tentu saja Malik mengerti jika Zahra pasti shok seperti halnya dirinya. Pada akhirnya Malik pun memutuskan untuk ikut pulang saja bersama Zahra dan Andi.

"Ayah juga ikut pulang." Malik segera beranjak dari duduknya.

"Ayah serius?" tanya Andi, "tapi acaranya belum selesai Ayah," ucapnya lagi.

Saat Malik akan melangkahkan kembali kakinya. Yudistira memanggil namanya membuat jantung Malik semakin tak karuan. Apalagi Erlangga pun mengikuti Yudistira dari belakang walau tatapanya belum sampai melihat Malik.

"Lik, tunggu! Mau ke mana sih? Ko begitu terburu-buru banget?"

Malik kini bisa menatap Erlangga dari dekat. Malik begitu menyesal dulu pernah memaki dan menolak Erlangga. Karena kini Erlangga lebih baik dari Andi. Erlangga begitu terlihat gagah dengan cara berpakaian yang elegan pula. Tidak seperti Erlangga yang Malik maki dulu, seorang preman dan pria urakan. Namun, nyatanya nasi sudah menjadi bubur karena kini Zahra pun sudah di jodohkan dengan laki-laki lain olehnya.

"Lik, ini putraku, Erlangga Yudistira. Bukannya kamu ingin kenalan tadi?"

Erlangga baru bisa menatap lekat wajah Malik karena dari tadi dirinya sibuk dengan semua laporan yang menghubunginya. Erlangga menatap Malik yang mematung, lalu menoleh pada Zahra yang saat ini memejamkan matanya. Zahra tak sanggup untuk berhadapan kembali dengan Erlangga setelah 3 bulan lamanya mereka tak pernah hubungan.

"Erlangga," ucap Erlangga, "maaf saya buru-buru," ucapnya lagi dengan sangat buru-buru untuk pergi tak ingin melihat dan menyapa ke arah Zahra.

'Kamu pasti sudah melupakanku'kan, Kak? Aku ikhlas, Kak. Semoga Kakak mendapatkan wanita yang lebih baik dariku,' lirihnya dalam hati dengan mata masih terpejam setelah kepergian Erlangga yang kembali menyisakan luka di hatinya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel