Bab 13
Di sebuah club malam yang ada di Jakarta terlihat Rindi tengah menikmati minumannya. Tanpa ada yang tau, Rindi menghabiskan malamnya disini dengan meminum minuman alkohol. Tadi dia mencoba menenangkan dirinya dengan berkeliling kota Jakarta, saat sudah memantapkan hatinya. Rindi memaksakan dirinya untuk hadir di pesta pertunangan Precy dan Rasya. Tetapi hatinya hancur seketika saat sampai disana, bertepatan dengan saat Percy dan Rasya tengah saling menyematkan cincin. Rindi langsung berlalu pergi dan berakhir di Club malam ini.
Seikhlas-ikhlasnya seorang wanita, tetap saja hatinya hancur saat harus berbagi lelaki yang di cintainya dengan wanita lain. Dan wanita itu adalah sahabatnya sendiri.
Sesakit apapun kau menyakitiku, aku masih tetap setia berdiri di sini menunggumu. Berharap kamu mau kembali memilihku walau rasanya sulit.
Oho oho oho
Ia terbatuk-batuk karena terlalu banyak meminum vodka. Wajahnya sudah sangat merah karena air mata dan mabuk. Tetapi rasa panas di tenggorokannya tak sebanding dengan hatinya yang terbakar. "Kamu jahat Percy, aku tidak bisa mengikhlaskannya seperti ini dalam kesakitan." isaknya sambil terus meneguk minumannya dan berbicara ngawur tak jelas.
"Masih frustasi ternyata," ucapan seseorang membuat Rindi menengadahkan kepalanya dan menatap lekat-lekat pria di depannya ini karena pandangannya sudah mulai kabur.
"Jangan menggangguku," ucap Rindi dengan sinis dan hendak meneguk minuman dalam gelasnya lagi.
"Cukup," seseorang itu merebut gelas di tangan Rindi.
"Hey tuan sombong apa urusanmu melarangku, Hah??" ucap Rindi semakin melantur.
Pria yang tak lain adalah Dafa hanya bisa tersenyum kecil melihat Rindi. "Kamu terlihat sangat lucu saat mabuk."
"Apa yang kau katakan? Jangan merayuku, aku wanita yang sedang bersedih." Ucapnya kembali menangis. "Aku di khianati kekasih dan sahabatku, hikzz."
Dafa meringis menatap Rindi yang menangis kencang, untungnya disini sangat berisik hingga tidak ada orang yang mendengar tangisan Rindi. "Sssttt, anak manis jangan nangis lagi yah." Dafa mengusap kepala Rindi.
"Dia jahat, dia menghancurkan harapan dan hatiku,, hikzz hikzz hikzz."
Ini pertama kalinya Rindi bersikap manja dan konyol di depan seseorang yang baru dia kenal. Bahkan di depan Percy saja Rindi selalu menampilkan wajah ramah dan anggunnya.
Rindi menjatuhkan kepalanya di tubuh Dafa dan mengusap ingusnya ke kaos yang Dafa gunakan membuat sang empu meringis melihat tingkahnya. "Dia jahat," ucap Rindi menjauhkan kepalanya dan kembali ingin meneguk minumannya tetapi di tahan Dafa. "Sudah cukup, kau terlalu banyak minum."
"Apa perdulimu tuan arogant??" jawab Rindi dengan sinis.
"Ayo pulang," Dafa menarik tangan Rindi membuatnya berdiri dari tempat duduknya.
"Hey tuan arogant,,,,!!! Lepaskan tanganku." pekiknya mencoba menepis pegangan Dafa tetapi sangat sulit dan tubuhnya sudah melayang dan berada di pundak Dafa. Rindi terus berteriak memaki Dafa dan memukuli punggungnya.
Dafa terus membawa Rindi keluar Club melewati beberapa orang.
Cekrek,, 'Oh Shit!!' batin Dafa saat seorang paparazi berhasil mengambil gambarnya yang sedang memangku tubuh Rindi yang terus berontak memakinya.
Dafa berjalan cepat menuju mobilnya dan meninggalkan tempat itu untuk menghindari paparazi itu. "Kenapa kau menculikku, tuan Arogant !! menjauh, turunkan aku." Teriaknya memukuli lengan Dafa.
"Tenanglah Rindi, aku akan mengantarmu pulang." Ucapnya hingga sebuah mobil menghalangi jalannya. Dari mobil itu keluar dua orang yang ia kenal salah satunya. "Hah, kembaranmu menjemput."
Dafa menuruni mobilnya dengan senyuman khasnya. "Hallo Randa,"
"Berhenti bersikap manis, sekarang keluarkan Rindi." Ucapnya dengan tajam.
"Jangan suudzon, gue berniat baik mau membawanya pulang." jawab Dafa dengan santai.
"Gue Nggak percaya sama loe, Dafa." ucap Randa menatap Dafa dengan tajam.
Verrel berjalan membuka pintu penumpang tanpa menghiraukan perdebatan Randa dan Dafa, ia melihat Rindi yang sudah sangat mabuk dan berbicara ngawur. Tanpa pikir panjang lagi, Verrel membopong tubuh Rindi. "biar kita yang membawa Rindi pulang." ucap Verrel saat melewati mereka berdua dan membawa Rindi pergi menuju mobilnya.
"Jangan mengganggunya, Dafa. Gue tau kebejatan loe." ucap Randa menatap Dafa yang hanya memasang senyumannya. Randapun berlalu pergi meninggalkan Dafa.
Dafa hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan senyuman kecil khasnya menatap kepergian mobil yang di tumpangi Randa dan juga Rindi. Setelah tak terlihat lagi, iapun memasuki mobilnya dengan menghubungi seseorang memberitahukan kalau barusan ada seorang wartawan yang akan menyebar berita tentangnya mungkin akan menganggap dia tengah bersama Randa. Ia meminta orang itu membereskannya.
***
Di dalam mobil Verrel, Rindi terus saja berceloteh dalam pelukan Randa. "Percy kamu jahat,, aku tidak mau kamu duain. Kenapa kamu tega mengkhianatiku. Kenapa harus Rasya? Kenapa, hikzzz...." isaknya membuat Randa menangis memeluk kembarannya itu.
Verrel sesekali melirik ke belakang melalui kaca spion. Rindi semakin meracau tak jelas, kadang memaki kadang menangis. "Sebaiknya Rindi jangan di bawa pulang ke rumah." ucap Verrel membuat Randa menengok ke arahnya.
"Lalu dia akan tidur dimana?" Tanya Randa. "Mama nyuruh gue buat tidur di rumah."
"Sebentar," Verrel menghubungi seseorang. "Assalamu'alaikum De, kamu sudah tidur?
"....."
"Apa kamu mau ikut Kakak menginap di hotel?"
"......."
"Kakak tidak bisa pulang, karena harus menemani Rindi. Kamu bisa membantu Kakak menemaninya? Karena Randa tidak bisa menemani."
",,,,,"
"Baiklah, bersiaplah dan pakai mantel. Kakak jemput kamu setengah jam lagi, bilang ke Bunda dan Ayah kalau kamu akan menginap di luar denganku."
",,,,,"
"Baiklah," setelah mengucapkan salam, Verrel mematikan telponnya.
"Bagaimana? Apa Leonna mau membantu?" Tanya Randa.
"Iya, dia mau membantu. Gue akan antar loe pulang sekarang, biar Rindi bersama gue dan Leonna." ucap Verrel yang di angguki Randa.
***
