Pustaka
Bahasa Indonesia

Di Atas Ranjang sang Presdir

74.0K · Tamat
Imgnmln.
70
Bab
1.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Pernikahan adalah sebuah impian bagi semua wanita, namun pernikahan itu berbeda dengan apa yang Vania impikan. Pernikahan pertamanya dengan seorang pria yang dia cintai, Vania tidak merasakan apa itu sebuah cinta, suaminya selingkuh dengan wanita lain. Vania memilih bercerai dengan suami pertamanya. Kemudian, seorang pria muncul dalam kehidupannya, dia merasakan kasih sayang dari pria itu. Mereka memutuskan untuk menikah. Namun, kebahagiaannya tidak bertahan lama, pernikahannya yang kedua layaknya dejavu baginya. Lalu, apa yang akan terjadi dengan kehidupan Vania? Mampukah Vania mempertahankan pernikahannya? Atau Vania akan membalas dendam atas apa yang dilakukan suaminya?

One-night StandMengandung Diluar NikahPresdirPerceraianRomansaPernikahanKeluargaplayboy

Bab 1

"Vania, kamu harus baik-baik di rumah keluarga Cahya, juga harus menjalani hidup dengan baik dengan Cahya. Jika bukan karena keluarganya, mana mungkin Ayah bisa datang ke rumah sakit yang begitu baik, melakukan operasi yang begitu mahal." Setiap kali Vania datang ke rumah sakit, Ayah akan menceramahi putrinya lagi.

Vania mengangguk, "Ayah, aku tahu. Aku akan menjalani hidup dengan baik dengan Cahya."

Vania berada di rumah sakit sampai larut malam, Ibu Vania mendesak Vania untuk bergegas pulang. Mengatakan bahwa dia sudah menjadi istri orang, tidak boleh pulang terlambat, harus rajin dan berbakti pada suami. Ketika berkendara kembali pulang ke rumah, Vania merasa bagai mimpi sudah menikah dengan orang.

Dua bulan lalu, Vania secara tidak sengaja bertemu dengan Cahya ketika dia bekerja selama liburan musim panas. Kemudian pria yang bagai pangeran ini jatuh cinta padanya pada pandangan pertama. Sebulan kemudian, Cahya melamar secara romantis, keduanya mendaftar untuk menikah. Kemudian Ayahnya tiba-tiba mengalami serangan jantung, Cahya tidak mengatakan apa-apa langsung mengeluarkan uang, mencari rumah sakit, mencari dokter terbaik. Ibu Vania selalu berkata bahwa tanpa menantu yang baik ini, langit keluarga Vania sudah runtuh.

Vania juga mencintai dan berterima kasih kepada Cahya, dia juga berusaha melakukan yang terbaik melakukan tugas seorang istri.

Malam itu…

"Ahh… Mas! Perih, ta...ahh..." Vania secara naluriah mengulurkan tangan untuk mencapai tubuh yang keras dan panas. Jantungnya bergetar, otaknya akhirnya kalah akan pertarungan.

"Terus, lebih dalam, Mas!"

Tubuh gadis itu menari-nari di atas ranjang, ini diluar perkiraan sang pria. Dia sibuk menarik diri dari tubuh gadis itu, mengulurkan tangan membalikkan tubuh gadis itu ke dekapannya dengan erat, kemudian sekali lagi meluruskan badan.

"Hmpp… terus… Mass," Gadis itu telungkup di ranjang, suaranya seperti anak kucing.

Pria itu mendengar isak tangisnya, mulutnya kaku sesaat, tetapi gerakannya menjadi lebih pelan, kekuatannya juga berkurang. Tapi pelukan itu masih sangat erat dan kencang, benar-benar mencegah gadis itu memiliki kesempatan untuk berbalik.

Selama beberapa saat, Vania beradaptasi dengan benda asing di dalam tubuhnya, rasa sakitnya secara bertahap mereda. Dia sangat jelas bisa merasakan nafas berat dan nafsu gairah pria itu.

Pria ini benar-benar sudah menikah selama lebih dari satu minggu tapi masih belum berhubungan badan dengannya. Khawatir jika ada yang salah dengan tubuhnya, sekarang sepertinya dia yang berpikir macam-macam. Lengan dan pinggangnya tidak tahu seberapa kuat, hampir saja menghancurkan dirinya.

Bagaimanapun ini adalah pertama kalinya bagi Vania, meskipun hanya ada rasa sakit dan tidak nyaman. Tetapi berpikir bahwa dia adalah istrinya, ini adalah kewajiban suami dan istri. Walaupun menyakitinya juga harus menahannya, membiarkan pria di belakangnya dengan bebas untuk memintanya lagi dan lagi.

"Mmmmhhhh..." Vania sedang berada di tengah badai, tidak tahan lagi, tidak sengaja mengeluarkan suara-suara desahan.

"Ahh... lebih cepat, Mas!"

Saat dia sedang malu, tubuhnya tiba-tiba dibalik dengan penuh kekuatan. Mata yang awalnya berada dalam kegelapan ditutupi oleh tangan besar. Selanjutnya ciuman panas jatuh di bibirnya, memblokir semua suaranya.

Dan akhirnya, pria itu mengakhiri semuanya. Vania tidak tahan dengan percintaan yang tahan lama dan kuat ini, dia sudah tertidur sejak awal karena kelelahan.

Meskipun kamar itu redup, tapi bekas-bekas merah di seprai masih bisa terlihat. Mata pria itu dipenuhi dengan emosi, mengulurkan tangan menarik selimut untuk menutupi jejak percintaannya. Pria itu kembali mengulurkan tangan merapikan alis gadis itu yang mengerut, mengulurkan tangan untuk menyentuh bibirnya yang sedikit bengkak.

Pria itu membungkukkan badan ingin mencium lagi, tetapi kali ini ciuman itu tidak jatuh. Dia tidak berani berharap pada ranjang ini, dia tidak berani berharap pada tubuh yang indah ini. Akal sehatnya memberitahunya bahwa dia harus pergi.

Matahari mulai terbit kembali, Cahya membuka pintu kamar, di dalam kamar masih tersisa bau percintaan tadi malam. Gadis kecil di ranjang itu tertidur begitu lelap, sangat nyenyak seperti sebelumnya. Tidak tahu sama sekali bahwa suaminya tidak pulang sepanjang malam.

Cahya mengganti piyama naik ke atas ranjang, melihat selangka dan lengan wanita kecil yang terekspos di luar selimut terdapat tanda hijau dan keunguan, ada keanehan di dalam hatinya. Dengan bingung mengulurkan tangan menyentuh jejak-jejak itu, mata yang awalnya memang terjaga bertambah bingung.

Bulu mata Vania sedikit bergetar, perlahan bangun. Melihat Cahya yang duduk di ranjang, wajahnya langsung memerah sampai ke leher, dengan suara kecil berkata, "Suamiku, kamu sudah bangun."

Vania sangat malu menatap Cahya, suaminya jelas-jelas sangat gentleman. Tapi tadi malam, suaminya bagai berubah menjadi orang lain, gila dan sekujur tubuhnya penuh dengan kekuatan. Hal itu membuatnya bahkan tidak tahu bagaimana dia tertidur tadi malam.

Cahya dengan penuh cinta mengulurkan tangan membelai wajah merah Vania, "Kemarin malam lelah sekali bukan, ini masih sangat pagi, tidurlah sedikit lebih lama." Perkataan Cahya ini sangat lembut, wajah Vania sudah sangat terbakar.

Kemarin malam sangat lelah. Benar, aku benar-benar sangat lelah tadi malam, salah siapa ini? Bukankah ini karena pria ini meminta tak ada habisnya?

"Di dalam rumah tidak hanya ada kita berdua, masih ada Kakak. Aku tidak berani tidur lebih lama, aku akan bangun untuk membuat sarapan untuk kalian." Vania berkata sambil bangun dari ranjang.

"Vania, jika kamu lelah maka tidurlah lebih lama. Di keluarga ini tidak kekurangan pelayan untuk memasak. Aku menikahimu agar kamu menjadi istriku, bukan untuk membuatmu melayani." Cahya berkata dengan hangat, perkataan ini penuh dengan cinta.

Vania yang mendengarnya merasa sangat hangat, tidak menahan diri untuk berbaring di pundak Cahya. Terhadap pelukan yang diterima Cahya dari istrinya, sekilas ada momen kekakuan. Mengulurkan tangan ingin mendorong Vania, tangannya sudah terangkat tapi tidak bisa mendorongnya.

Akhirnya perlahan-lahan meletakkannya, terhenti di punggungnya yang telanjang. Sangat aneh, tidak ada reaksi, malah merasa sentuhan di bawah tangannya lumayan. Memalingkan pandangan melihat beberapa tetes merah di tengah ranjang, hatinya terasa sesak seolah-olah dipukul oleh seseorang.

Cahya diam-diam menggertakkan gigi rahangnya. Meminta laki-laki lain untuk meniduri istrinya dan merasa puas, di dunia ini mungkin hanya dirinya sendiri. Vania menahan ketidaknyamanan di antara kedua kakinya dan turun ke lantai satu, ia melihat Kak Dandy duduk di sofa sedang membaca koran hari ini.

"Pagi, Kak." Vania menyapa dengan suara pelan.

"Ahh, ya, pagi." Dandy tidak mengangkat kepalanya, pandangannya juga tidak dialihkan sedikitpun dari koran.

Vania hanya menjawabnya dengan gumaman, dengan hati-hati berjalan mengitari sofa yang diduduki Dandy, kemudian memasuki dapur. Kakak selalu seperti ini, wajahnya serius setiap hari, tidak bisa mengatakan apakah itu bahagia atau tidak bahagia. Yang pasti menikah dengan Cahya selama lebih dari satu minggu, belum pernah melihat Kakaknya tertawa sekalipun.