Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2. Lagi Lagi Terkena Sial

Vintari melebarkan kedua tangannya di kala pagi menyapa. Gadis itu menyibak selimut turun dari ranjang, dan segera menuju ke kamar mandi. Dia ingin segera berangkat kuliah demi menghindar dari orang tuanya.

“Vintari.” Jenny melangkah masuk ke dalam kamar, mendekat pada Vintari

Vintari mendesah panjang menatap ibunya ada di depannya. “Ada apa, Mom?”

“Hari ini kau tidak usah kuliah. Kau temani Mommy dan Daddy,” jawab Jenny seraya membelai pipi Vintari.

Vintari mendengkus. “Mom, hari ini aku ada ujian. Aku tidak bisa bolos kuliah.”

“Sweetheart, jangan berbohong. Tadi Mommy sudah menghubungi kampus, menanyakan tentang kelasmu, dan hari ini kau sama sekali tidak ada ujian.” Jenny mengecup kening Vintari.

Vintari berdecak pelan, menatap jengkel ibunya. Gadis itu ketahuan bohong. Well, memang dia tak memiliki ujian, tapi dia lebih memilih untuk masuk kuliah daripada menemani kedua orang tuanya pergi. Pasalnya, dia enggan mendengar percakapan orang tuanya yang membahas tentang perjodohan.

“Mom, kau dan Dad ingin mengajakku pergi ke mana?” tanya Vintari mengeluh.

“Ke rumah sakit. Kebetulan hari ini Daddy-mu off, tapi dia ingin kau dan Mommy ke Alpha Hospital,” jawab Jenny yang sontak membuat Vintari terkejut.

“Daddy sedang off, kenapa harus aku dan Mom ke Alpha Hospital. Memangnya ada apa?” tanya Vintari bingung.

Jenny tersenyum sambil menjumput rambut Vintari ke belakang daun telinga gadis itu. “Nanti kau akan tahu. Sekarang lebih baik kau bersiap-siap. Dandanlah yang cantik.”

Kening Vintari mengerut dalam. “Wait, Mom dan Dad ingin mengajakku ke rumah sakit, kenapa aku harus berpakaian yang cantik? Memangnya Mommy ingin mengajakku ke acara fashion show?”

“Sayang, sudah jangan banyak bertanya. Cepatlah mandi dan bersiap-siap.” Jenny mencubit pelan pipi putrinya.

Vintari mendesah panjang. Dengan raut wajah kesal, gadis cantik itu melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Mau tak mau, dia harus menuruti keinginan ibunya. Jika tidak, maka pasti sepanjang hari telinganya akan sakit mendapatkan omelan.

***

Vintari menatap sebuah gedung rumah sakit besar di Manhattan. Raut wajahnya sejak tadi tampak tengah memikirkan sesuatu. Kedua orang tuanya memintanya berpenampilan cantik, tapi mengajaknya ke rumah sakit. Entah apa yang sebenarnya direncanakan kedua orang tuanya itu.

“Vintari, kau tunggulah di kantin. Atau kalau mau, kau bisa jalan-jalan di taman. Daddy dan Mommy ingin bertemu dengan teman kami sebentar.” Robby memberikan kecupan di kening putrinya itu.

Vintari menghela napas panjang. “Sebenarnya kalian mengajakku ke rumah sakit untuk apa? Kalau kalian hanya ingin bertemu dengan teman kalian, harusnya kalian pergi sendiri saja. Jangan ajak aku.”

“Sayang, nanti kau akan tahu. Sudah kau jalan-jalan berkeling rumah sakit saja.” Jenny membelai pipi Vintari. “Mommy dan Daddy akan segera menemuimu lagi.”

Vintari menganggukan kepalanya terpaksa. Berikutnya, kedua orang tuanya menuju lift terdekat darinya. Tepat di kala kedua orang tuanya sudah pergi, dia memilih untuk membeli minuman bersoda di vending machine.

“Lebih baik aku berjalan-jalan di taman saja,” ucap Vintari kala gadis itu sudah membeli minuman bersoda.

Vintari melangkahkan kaki menuju ke arah taman. Dalam hati, dia menyesal menuruti keinginan ibunya yang berpenampilan cantik. Harusnya dirinya memakai jeans saja. Tidak usah mini dress dan heels.

Saat Vintari hendak menuju taman, tanpa sengaja gadis itu menabrak seorang pria yang memakai snelli. Sontak, dia terkejut. Keseimbangannya tak terjaga bahkan minuman bersoda yang ada di tangannya itu tumpah, mengenai jas dokter putih itu.

Akan tetapi, meski Vintari telah menumpahkan minuman bersoda itu, dokter itu melingkarkan tangannya ke pinggang Vintari, dan membantunya untuk membenarkan posisi berdiri.

“Maafkan aku,” ucap Vintari menatap pria yang berprofesi dokter itu. Namun seketika matanya melebar terkejut melihat sosok pria tampan memakai snelli dan stetoskop yang melingkar di lehernya.

“Kau—” Dokter tampan itu menatap dingin dan tajam Vintari yang berdiri hadapannya. Wajah Vintari sangat tak asing di matanya.

Vintari menggaruk tengkuk lehernya tak gatal. Astaga! Mimpi apa dirinya bertemu lagi dengan pria yang kemarin dirinya tabrak. “Kenapa kau ada di sini?” tanyanya jengkel.

Pria itu melayangkan tatapan tajam pada Vintari. “Pakaianku sepertinya sudah menjawab pertanyaan konyolmu.”

Sebelah alis Vintari terangkat, menatap name tag di jas dokter pria itu ‘dr. Zeus. D’. Tampak gadis itu meringis malu. Sungguh, dia tak menyangka kalau pria menyebalkan yang menghinanya bodoh ternyata adalah dokter. Namun, kenapa harus hari ini dirinya kembali dipertemukan oleh pria menyebalkan itu?

“Oke, maaf karena aku tidak berhati-hati sampai menumpahkan minuman sodaku ke jasmu,” ucap Vintari yang mengakui kesalahannya.

Zeus menatap dingin Vintari. “Kapan kau berhati-hati, Gadis Kecil? Kau selalu ceroboh. Mengemudikan mobil, kau menabrak. Jalan pun kau menabrak. Matamu sudah mulai menua sampai tidak bisa berfungsi dengan baik.”

Vintari berdecak kesal. “Vintari. Panggil aku Vintari. Aku bukan lagi gadis kecil.”

“Terserah, aku tidak peduli.” Zeus menatap jasnya yang kini terkena noda merah, akibat minuman soda gadis di hadapannya itu. Raut wajahnya tampak kesal, tapi pria itu nampaknya enggan memperbesar masalah di rumah sakit. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, dia hendak meninggalkan Vintari, tapi langkahnya terhenti di kala Vintari menahan lengannya.

“Zeus wait—” cegah Vintari.

Zeus menaikan sebelah alisnya di kala Vintari memanggil namanya.

Vintari menatap name tag Zeus. “Aku ingin memanggilmu dokter, tapi aku bukan pasienmu. Jadi lebih baik, aku panggil namamu saja.” Gadis itu mendekat pada Zeus. “Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak sengaja menumpahkan minuman ke pakaianmu. Aku akan mengganti—”

“Tidak usah, aku memiliki snelli ganti di ruang kerjaku,” tolak Zeus tegas.

“Ah, begitu. Baiklah. Terima kasih sudah memaafkanku.” Vintari mengangguk paham.

“Vintari? Zeus?” Jenny dan Robby melangkah mendekat pada putri mereka yang tengah bersama dengan Zeus.

Vintari mengalihkan pandangannya, menatap bingung kedua orang tuanya. “Mom, Dad, kalian mengenal Zeus?” tanyanya.

Jenny dan Robby tersenyum mendengar pertanyaan Vintari.

“Kedua orang tuamu tentu mengenal putraku, Vintari.” Seorang pria paruh baya yang memakai snelli sama seperti , melangkah mendekat pada Vintari.

“Dad? Kau di sini?” Zeus menatap David—ayahnya—yang kini ada di hadapannya.

David hanya tersenyum menanggapi kebingungan putranya.

Alis Vintari menaut menatap bingung sosok pria paruh baya tak asing di matanya ini, dipanggil ‘Dad’ oleh Zeus. Kepala Vintari menjadi pusing di kala banyak terkaan muncul di dalam pikirannya.

“Mom? Ini ada apa?” Vintari meminta ibunya untuk menjelaskan.

Jenny melangkah mendekat, sambil membelaiu pipi putrinya. “Vintari, di sampingmu adalah Zeus Ducan, anak Paman David Ducan yang akan dijodohkan denganmu,” jawabnya yang sontak membuat Vintari dan Zeus yang sama-sama terkejut.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel