Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3. Kak Erlangga?

"Nak Andi tak perlu khawatir untuk Zahra. Dia pasti setuju, bukan begitu, Ra?" Malik menatap tajam Zahra yang kini menatapnya takut.

"Iya, Kak."

"Alhamdulillaah, kalau begitu kapan kita resmikan acara lamarannya? Aku sudah tidak sabar ingin punya cucu, he he."

"Kau ini, San, San. Baru juga mereka bertemu udah ngomongin cucu aja, he he."

"Aku sangat menyesal, Lik. Kenapa aku tak ingat pada putrimu dari dulu. Aku itu sudah berusaha mencari jodoh untuk anakku tapi belum dapet juga. Andi juga suruh nyari sendiri iya iya doang, he he."

"Ayah, memang mungkin kemaren itu Andi belum saatnya menikah."

"Lalu sekarang sudah saatnya begitu?"

Malik dan Santosa tertawa riang dengan penuh kebahagiaan saat tahu jika Andi menyukai Zahra. Karena itu artinya Zahra tidak akan berhubungan lagi dengan Erlangga. Hati mereka sangat bahagia terlebih Malik. Berbeda dengan hati Zahra yang masih belum bisa menerima jika harus berpisah dengan Erlangga.

Di sudut halaman rumah Zahra yang terdengar nyaring oleh tawa bahagia, seorang pria urakan tengah menyimak semua obrolan itu. Erlangga yang masih bingung harus bagaimana hanya bisa menahan emosinya karena sebentar lagi Zahra akan di lamar pria lain.

"Aakkkhh, sial*n! Aku harus apa, Ra? Aku tak ingin kamu menikah dengan pria lain. Tapi aku sadar masih belum layak ntukmu. Apa aku harus ikhlas, Ra?"

Erlangga terus mengumpat dan memaki dirinya yang belum bisa membuktikan cintanya pada ayah Zahra. Kembali berpikir keras untuk bisa merubah dirinya agar bisa lebih baik. Erlangga yakin jika dirinya bisa berubah.

"Apa aku pulang ke rumah saja?" gumam Erlangga sambil masih menatap ke arah suara tawa senang itu.

"Ya, mungkin itu lebih baik, aku akan pulang ke rumah Papa. Aku akan buktikan jika aku bisa berubah," ujarnya lagi dengan mata terus menatap ke arah Zahra.

Erlangga memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Walau sedikit ragu karena sudah terlalu lama dirinya meninggalkan sang papa. Saat Erlangga tengah melamun menatap pintu gerbang rumahnya.

Tin! Tin!

Erlangga terkejut saat klakson mobil terdengar nyaring di telinganya, Erlangga menoleh pada arah mobil. "Papa ...," ucapnya menatap pria paruh baya yang di tinggalkannya.

3 bulan kemudian ...

Hari ini Zahra dan Andi di ajak oleh Malik untuk menghadiri acara penyambutan CEO baru di kantor sahabat Malik. Malik sedikit memaksa Zahra dan Andi untuk ikut. Alasannya agar Malik sekalian memperkenalkan anak dan calon menantunya pada semua rekan kerja dan sahabatnya.

"Memang harus ikut kah, Ayah?"

"Harus dong, Di. Biar Ayah kenalkan kamu pada rekan kerja juga sabahat Ayah."

Andi menoleh pada Zahra yang menundukkan wajahnya. "Baiklah, Ayah. Ra, apa kamu keberatan?"

Zahra mengangkat wajahnya. "Tidak, Kak," jawabnya pelan.

"Baiklah kita berangkat sekarang, Ibu mana?"

Zahra menoleh pada arah Bu Aisyah yang tengah berjalan menghampiri mereka. "Itu Ibu sudah siap, Ayah."

Mereka pun bersuka cita memasuki mobil. Terlebih Malik yang begitu bersemangat menghadiri acara itu. Zahra dan Andi pun ikut tertawa saat ayahnya sedikit bergurau.

Tiba di tempat acara, Malik semakin melebarkan senyumannya. Malik begitu bangga saat memperkenalkan calon menantunya pada sahabat serta rekan kerjanya. Malik tak henti-hentinya memuji Andi, calon menantunya yang katanya begitu soleh.

"Ayah terlalu berlebihan. Andi belum sebaik itu, Ayah."

"Nah, itu. Bahkan calon menantuku ini sangat rendah hati, he he."

"Kamu begitu beruntung ya, Lik. Calon menantumu memang terlihat sempurna."

"Itu benar sekali, aku sangat beruntung." Malik menoleh pada Andi yang merasa malu karena Malik terlalu memujinya.

"Jadi, kalian kapan akan menikahnya?" tanya salah satu rekan Malik pada Andi.

"Insya Allah setelah Zahra lulus kuliah, Om."

"Yah ... itu bagus. Lebih cepat lebih baik," kata rekan Malik dengan tawa renyahnya.

Tak lama yang punya acara pun datang. Yudistira Syahputra, menyambut semua tamunya dengan sangat gembira. Lalu Malik pun menghampiri Yudistira melepas rindu sahabat lama.

"Yudis, apa kabar nih? Masya Allah, sudah lama sekali kita tak bertemu, yah?" Malik dan Yudis pun saling merangkul.

"Alhamdulillah aku baik, Lik. Bahkan aku saat ini sangat baik, he he."

"Alhamdulillah itu. Oh iya katanya putramu sudah kembali dan sudah menjadi pria hebat dan berhasil memenangkan tender-tender besar?"

"Itu benar, Lik. Maka dari itu aku mengundangmu, he he."

"Sayang sekali putriku sudah punya calon, ha ha."

"Kamu memang selalu terdepan dariku, Lik."

"Kamu bisa saja, Dis. Kamu pun begitu hebat mampu mengembangkan usahamu dengan sangat cepat dan singkat."

"Ini karena putraku yang mampu selalu berhasil mengambil hati para investor juga rekan kerja kita, Lik," ujar Yudis dan mengenang kembali saat Erlangga berjuang untuk berubah.

"Aku jadi penasaran dan ingin sekali bertemu dengan putramu yang hebat itu, Dis," kekeh Malik dengan penasaran.

"Tentu saja kalian harus bertemu dong. Aku ingin memperkenalkan putraku pada kalian."

"Di mana dia sekarang, Dis?"

"Tadi aku hubungi masih di jalan, kena macet biasalah jalanan Ibukota," ujar Yudis lagi sambil menengok jam di tangannya. "Mungkin sebentar lagi dia datang," ucapnya lagi.

"Ayah, Zahra izin ke toilet dulu, takut Ayah nyariin Zahra." Zahra merengkuhkan badannya menyapa Yudis.

"Ini putrimu, Lik? Waaah cantik sekali, sayang banget sudah punya calon ya?"

"He he iya, Dis."

"Om, Zahra," sapa Zahra dengan lembut.

"Iya iya, selamat bersenang-senang, Nak. Apa kamu menikmati pestanya?"

"Zahra menikmati kok, Om. Zahra pamit ke toilet dulu." Zahra kembali merengkuh pada Yudis.

"Iya, silahkan, silahkan."

Tak lama terdengar suara pembawa acara itu membuka acaranya. Lalu di luar, terlihat seorang pria gagah dan tampan keluar dari mobilnya. Dengan sangat terburu-buru karena acara sudah di mulai.

Malik asyik ngobrol dengan Yudis. Sampai suara tepuk tangan pembukaan menyambut CEO baru itupun terdengar. Malik akhirnya berhenti ngobrol dengan Yudis. Mereka menatap lurus ke depan dan memperhatikan rangkaian acara demi acara dengan senyum bahagia menyaksikan acara. Sampai tiba acara sambutan dari CEO baru itu terdengar.

Suara tepuk tangan dan sorak ramai dari semua hadirin yang datang begitu meriah. Mereka begitu bangga dan terharu pada pria muda itu. Karena pria muda itu telah berhasil menjadikan perusahaannya menjadi perusahaan yang mampu bersaing dengan perusahaan besar. Karena tender-tender yang di menangkannya. Namun, tidak bagi Malik dan Zahra yang sangat terkejut saat melihat siapa pria muda yang sukses itu.

Deg!

"Kak Erlangga," lirih Zahra dengan sangat terkejut karena ternyata CEO baru itu adalah Erlangga dan beruntung Andi tak mendengar ucapannya karena suara sorak ramai di ruangan itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel