Pengantin Pengganti
Di kediaman keluarga Angkasa.
"Kau ini benar-benar, Ar," kata Pak Saman, ayah Arjuna. "Tidak bisakah kamu melakukan hal yang lebih penting dari berbuat mesum di dalam mobil," lanjut Pak Saman dengan kesal.
Arjuna tertunduk. Dia hanya diam tidak berani bersuara mau pun mengangkat kepalanya. Setelah pulang dari penggrebekan tadi, dia langsung pulang ke rumah setelah mengantar Bulan pulang.
Arjuna langsung menemui orang tuanya yang tengah lelap tertidur. Dia sudah siap akan konsekuensi yang akan diterimanya.
Pak Saman langsung murka mendengar penuturan dari putra semata wayangnya. Beliau sangat geram melihat Arjuna yang masih suka bersenang-senang tanpa memikirkan akibat yang akan terjadi. Arjuna yang masih senang berbuat sesuka hatinya.
Sedangkan sang istri juga tidak kalah paniknya. Beliau juga terdiam sambil meremas tangannya. Sang ibulah yang selama ini terlalu memanjakan Arjuna. Bahkan sampai usia Arjuna yang sekarang menginjak 25 tahun, Bu Rukaiya selalu memperlakukan putranya dengan sangat berlebihan. Beliau selalu membenarkan semua apa yang Arjuna lakukan.
" Sudahlah, Pa. Percuma papa ngomel-ngomel sama Arjuna. Ini tidak akan membuat kondisi lebih baik," akhirnya Bu Rukaiya mencoba membela Arjuna yang bersalah.
" Lebih baik Papa bujuk Pram agar mau menikah dengan gadis buta itu. Apakah Papa tega membiarkan Arjuna menikah dengan orang buta? Apa Papa tidak malu punya menantu buta?" lanjut Bu Rukaiya.
Dalam perjalanan pulang tadi, Bulan memang menceritakan tentang kakak kandungnya yang akan menjadi pengantin pengganti. Mentari namanya. Dia terlahir tidak sempurna. Dia tidak bisa melihat. Kalau dilihat sekilas mereka memang mirip karena pada dasarnya mereka saudara kandung yang beda 14 bulan. Jadi mereka terlihat seperti kembar.
Perbedaan yang mencolok bisa dilihat dari penampilan mereka. Bulan yang selalu cetar membahana dalam setiap tampilan, mulai dari riasan maupun busana yang dia kenakan. Bahkan pakaian yang digunakan selalu ketat hingga memperlihatkan bentuk tubuhnya.
Sedangkan sang kakak selalu berpenampilan sederhana. Tidak ada polesan make up di wajahnya. Pakaian yang digunakan pun terkesan biasa dan sederhana.
Pak Saman mengusap kasar wajahnya. Timbul rasa bersalah dalam hatinya. Selama ini beliau sudah mengambil alih seluruh harta warisan kedua orang tua Pramudya. Apakah sekarang dia juga tega menikahkan Pramudya dengan gadis buta. Dan itu semua karena kesalahan anaknya sendiri yang terlalu dimanja. Pak Saman berharap Arjuna akan memiliki sifat yang sama dengan Pramudya. Dia seorang yang rajin dan bertanggung jawab.
Pramudya Angkasa adalah anak dari mendiang kakaknya, Sarji Angkasa. Pak Sarji dan istrinya meninggal karena kecelakaan. Saat itu Pramudya masih berusia 3 tahun.
Tidak ada keluarga lain yang dimiliki Pramudya maka dari itu dia dirawat oleh keluarga pamannya. Pak Saman dan Bu Rukaiya awalnya keberatan saat disuruh merawat Pramudya. Bukannya tidak sayang, tapi keadaan ekonomi Pak Saman sangat buruk. Untuk memenuhi kebutuhan anak tunggalnya saja mereka kesulitan dan sekarang harus ditambah dengan Pramudya.
Setelah tujuh hari kematian Pak Sarji, seorang pengacara mengatakan kalau Pak Sarji meninggalkan warisan yang cukup banyak untuk putranya. Selama menunggu Pramudya beranjak dewasa, warisan yang berupa perusahaan dan beberapa lahan untuk investasi akan di pegang sementara oleh wali Pramudya.
Mendengar penjelasan tersebut, Pak Saman pun setuju untuk merawat Pramudya. Tapi Pak Saman tidak pernah memberitahukan tentang warisan itu pada Pramudya.
Bahkan setelah lulus kuliah, Pramudya harus memulai karirnya dari nol. Dia memilih melamar pekerjaan di perusahaan lain. Dan bekerja sebagai staf biasa.
Pak Saman tidak menyangka kalau sang kakak berhasil menjadikan perusahaan warisan orang tuanya menjadi lebih baik. Sebelum orang tua meninggal, baik Pak Sarji maupun Pak Saman sudah diberikan masing-masing perusahaan. Tapi sayang Pak Saman tidak bisa mengelola dan akhirnya mengalami kebangkrutan.
Pak Saman pun menghembuskan napas seakan menyerah dengan berbagai pikiran yang ada di benaknya. Dia harus menolong putranya sendiri dan membiarkan keponakannya menjadi pengantin pengganti Arjuna.
"Baiklah Papa akan membujuk Pram. Tapi ingat ini bantuan papa yang terakhir," kata Pak Musthofa.
"Jangan berbuat bodoh seperti ini lagi, Arjuna. Mulai sekarang fokuslah pada perusahaan. Jangan bermain-main terus. Perusahaan akan menjadi tanggung jawabmu jika papa sudah pensiun," nasihat sang ayah.
Arjuna dan Bu Rukaiya menghela napas lega. Pak Saman tidak akan membiarkan putranya dalam masalah. Walau cara bicaranya kasar, tapi hatinya tidak sekasar itu. Bagaimana pun juga dia seorang ayah yang tidak ingin melihat anaknya menderita.
"Iya, Pa. Arjuna berjanji. Aku akan lebih fokus pada perusahaan," janji Arjuna dengan senyum terukir di bibirnya.
Bu Rukaiya memeluk anaknya dengan rasa gembira. Beliau pun berjanji dalam hati akan berusaha untuk mendidik putranya jadi lebih baik.
Saat sarapan.
"Pram, paman mau minta tolong padamu," ucap Pak Saman tanpa basa-basi.
"Ada apa Paman? Selama Pram bisa membantu pasti aku bantu," ucap Pramudya sambil mengambil nasi goreng ke dalam piring.
"Bisakah kamu izin untuk hari ini?" lanjut Pak Saman. Beliau pun menaruh sendok dan garpu yang beliau pegang.
Pramudya berhenti menyuapkan nasi dalam mulutnya. Dia langsung menoleh kearah sang paman. ' Sepertinya ada masalah yang gawat' batin Bagas.
Dia pun memandang Bu Rukaiya dan Arjuna secara bergantian. Dia mencoba mencari jawaban dari sikap Pak Saman.
Pak Saman mulai menceritakan tentang apa yang terjadi. Pria paruh baya itu juga menitikkan air mata. Itu bukan air mata palsu. Beliau benar-benar menangis menyesali semua perbuatannya. Dia yang selalu memanjakan Arjuna.
Selama ini Pak Saman tidak pernah membeda-bedakan mereka berdua. Kadang Bu Rukaiya yang memberi penekanan kalau Pramudya hanya keponakan.
Usia Arjuna dan Pramudya beda tiga tahun, Pramudya yang lebih tua. Dari mulai sekolah hingga kuliah, mereka juga di tempat yang sama. Bedanya, Arjuna terlalu dimanja. Pramudya hanya bersikap sewajarnya. Dia tidak meminta lebih pada paman bibinya. Dia sudah sangat bersyukur paman bibinya mau merawat dan menganggapnya seperti anak sendiri.
"Paman mohon Pram. Tolong bantu Arjuna kali ini," kata Pak Saman memelas.
Sedari tadi Pramudya menolak untuk menikah dengan Mentari, bukan karena gadis itu buta, tapi karena dia belum siap menikah. Bagi Pramudya, menikah bukan permainan yang bila bosan bisa kita tinggalkan.
Bisakah dia membahagiakan sang istri nantinya. Apalagi dia belum kenal Mentari sama sekali. Dia juga belum berencana akan menikah dalam waktu dekat. Melihat pamannya yang menangis juga membuat hatinya tersentuh. Pramudya benar-benar bingung.
Setelah terdiam cukup lama, tiba-tiba terlintas dalam benaknya bagaimana jika Mentari menikah dengan Arjuna. Dia tahu bagaimana sifat Arjuna. Mentari sudah menderita sejak kecil dengan kebutaannya, kasihan jika dia harus menderita lagi setelah menikah dengan putra Pak Saman.
Pramudya sadar kalau dia juga bukan pria yang baik. Tapi dalam hatinya tiba-tiba berjanji akan membuat Mentari bahagia. Janji yang tidak minta izin untuk menyusup dalam hatinya. Pramudya belum pernah bertemu dengan Mentari, tapi mengapa ada rasa iba yang timbul di dalam hati.
"Baiklah Paman. Aku akan menggantikan Arjuna untuk menikah dengan gadis itu," ucap Pramudya menyanggupi.
