Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

RAHASIA ALBERT

Sudah beberapa jam ini Livy resah menghitung tagihan bulanan yang bertebaran di atas meja makannya. Wanita cantik berusia 30-an tahun yang terlihat sepuluh tahun lebih muda itu berulang kali mengusap rambutnya yang tidak gatal.

Ia membolak-balik belasan kertas berisi deretan angka. Tagihan listrik, telepon, air, televisi kabel, pulsa, internet, kartu kredit, cicilan motor, cicilan mobil, pembayaran kredit kontrak rumah dan cicilan kredit biaya rumah sakit mertua. Jumlah terhutang sangatlah besar dan tiap bulannya seakan jumlah itu selalu bertambah besar karena bunga yang ditanggung juga meningkat. Bunga berbunga yang seperti tiada akhir, derita para pengguna kredit.

“Huff...”

Livy menarik napas panjang, mencoba melerai stress dari dalam pikirannya. Ia menyisihkan surat-surat tagihan dan mengambil sebuah amplop besar berwarna coklat yang berisi tagihan kredit pinjaman pembangunan rumah. Albert dan Livy memang tengah membangun sebuah rumah di kawasan pinggir kota karena sudah bosan selama ini mengontrak terus.

Sayangnya, rumah yang sedang mereka bangun saat ini menurut Livy terlalu besar dan mewah untuk ukuran mereka, bukannya tidak suka, ia hanya merasa dengan kondisi keuangan saat ini mereka belum siap membangun rumah sebesar itu, terlebih dengan kredit di tempat lain yang belum lunas terbayarkan. Terlalu gegabah membayar kredit begitu besar sementara kebutuhan lain belum terlunasi.

Livy sering membujuk Albert agar berhemat karena dia tahu untuk membangun rumah seperti yang diinginkan Albert akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan seandainya mereka mengambil kredit, maka biaya berikut bunganya akan sangat besar karena mereka kemungkinan mengambil kredit tanpa jalur KPR.

Albert selalu saja hanya tertawa dan mengatakan istrinya terlalu banyak khawatir. Namun saat menyesuaikan keuangan rumah tangga dan tagihan hari ini, Livy tahu kekhawatirannya beralasan, ini yang dinamakan besar pasak daripada tiang, pemasukan mereka minim sementara hutang terus membengkak. Saat memeriksa catatan pemasukan Livy bisa menarik napas lega, untungnya jumlah anggaran yang mereka kumpulkan bulan ini cukup untuk membayar semua tagihan. Paling tidak cukup untuk bisa bertahan hidup hingga beberapa bulan kedepan.

Livy berjanji pada dirinya sendiri untuk lebih hati-hati dalam hal keuangan. Dia berniat memaksa Albert untuk lebih bijaksana. Paling tidak mereka bisa memotong anggaran untuk kartu kredit dan kembali ke pembayaran tunai. Bunga yang ditarik oleh bank untuk kartu kredit sangatlah besar dan membuat mereka mengalami defisit akibat terlalu mudah belanja. Entah bagaimana caranya mereka harus bisa menutup kartu kredit yang dimiliki.

Sebelumnya tiap kali hendak memotong kartu kredit permintaan Livy selalu ditampik oleh Albert. Suami Livy itu selalu mengulang-ulang kata-kata andalannya, kalimat yang sama yang sekarang bagaikan di-loop berulang di benak Livy.

Jangan khawatirkan masa depan, karena semuanya belum terjadi. Jangan pula khawatirkan masa lalu, karena apa yang terjadi sudah tidak bisa diulangi. Lebih baik kita nikmati apa yang ada pada saat ini dengan berpikiran positif. Percayalah, semua akan baik-baik saja.

Seandainya mengesampingkan kesulitan finansial yang dialami keluarganya, kehidupan Livy sangatlah sempurna. Menikah saat berusia muda setelah lulus kuliah, dia memiliki suami tampan dan berpenghasilan mapan, dua anak yang hebat dan pintar, keluarga yang mandiri yang tidak bergantung pada orang tua.

Nikmat mana lagi yang didustakan? Dia amat mencintai Albert dan suaminya itu memiliki penghasilan yang cukup untuk menghidupi satu keluarga sederhana. Bersama kedua putranya yang masih kecil, ibu muda yang cantik ini memiliki segala yang mereka inginkan. Hanya sayangnya, mereka tidak punya tabungan di bank seandainya sewaktu-waktu diperlukan pengeluaran mendadak.

Livy tersenyum saat teringat pada kedua anak kebanggaannya. Danny, putranya yang paling besar baru saja naik kelas 2 SD, sedangkan adiknya Dion sebentar lagi akan masuk ke TK B. Keduanya anak cerdas dan membanggakan, namun mengingat kebutuhan mereka yang makin hari makin banyak, senyum Livy memudar. Alat tulis, buku dan seragam semakin mahal. Belum lagi Danny sudah dekat waktunya kursus untuk menambah pelajaran di luar sekolah, tentu biaya yang dibutuhkan akan sangat besar kalau mereka mengadakan hal tersebut.

Livy mencari amplop berisi uang belanja bulanan yang biasa diberikan Albert. Begitu menemukannya, Livy langsung menghitung uang yang diberikan Albert bulan ini.

"Kok aneh…? Tumpukannya terasa lebih tipis, jangan-jangan…."

Livy menghitung jumlah uang yang ada di sana. Keningnya berkerut. Livy menghitungnya lagi. Ibu muda yang cantik itu meneguk ludah.

"Kok… cuma segini?"

Takut salah, sekali lagi Livy menghitung ulang.

Tidak! Dia tidak salah hitung! Memang cuma segini.

Betapa kagetnya Livy begitu tahu jumlah pemberian uang belanja bulan ini sangat sedikit. Tidak akan mencukupi kebutuhan rumah tangga selama sebulan. Livy tidak meminta uang belanja yang berjuta-juta, cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari saja sudah bersyukur. Tapi jumlah uang yang mepet itu ternyata masih dipotong lagi oleh Albert. Mana suaminya itu juga tidak bilang diambil untuk keperluan apa.

Livy menarik napas panjang, tangannya menjulur mengambil smartphone, jemari lentiknya lincah menyusuri layar sentuh. Albert belum juga membaca pesan WhatsApp darinya sejak siang tadi. Kemana saja dia? Livy tidak suka mencampuri pekerjaan Albert, tapi karena sudah hampir jam pulang, ia beranikan diri memencet nomor sang suami.

Nomor yang anda hubungi sedang berada di luar jangkauan. Jawaban dari operator sana.

Livy mencoba telepon kantor.

“Selamat sore. Ini dengan istri Pak Albert, apa bisa disambungkan dengan beliau?” Livy menunggu sebentar, “oh sudah pulang sejak tadi ya? Baik terima kasih, Nona. Iya tidak apa-apa, saya hubungi ponselnya saja. Iya, terima kasih….”

Livy meletakkan gawainya dengan terheran-heran. “Kemana lagi dia? Bukannya pulang malah keluyuran?!”

Saat itu juga terdengar pintu depan terbuka, langkah kaki yang sangat dihapal Livy masuk ke ruang tamu. Panjang umur. Lega sekali Livy suaminya sudah pulang.

“Maaa, aku pulang. Masakin air, ya. Aku mau mandi air panas. Lelah sekali. Hari ini pekerjaanku gila-gilaan.”

Belum sempat Livy berdiri dan menyambut suaminya, Albert sudah masuk kamar dan ambruk di tempat tidur. Dina hanya menghela napas panjang dan menyiapkan ceret untuk memasak air.

Sayangnya Livy tidak tahu, Albert sebenarnya menyimpan rahasia.

Tanpa sepengetahuan Livy, Albert sebenarnya memiliki hobi lain yang tidak sehat. Sudah bertahun-tahun Albert berjudi tanpa sepengetahuan Livy. Bahkan dia adalah seorang pemain judi yang sudah akut. Sebelum pulang hari ini pun dia menyambangi arena taruhan dan di luar rumah tadi dia menyobek-nyobek kupon taruhannya karena lagi-lagi salah memasang nomor. Perhitungannya meleset jauh padahal jumlah uang yang dijadikan taruhan tidak sedikit. Itulah sebabnya kenapa kali ini dia pulang ke rumah dengan sangat lesu.

Bersambung ...

Makin seru saja bukan. Baca terus yuk

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel