Pustaka
Bahasa Indonesia

Ah! Masukin Om

5.0K · Ongoing
Callista Ivan
5
Bab
14
View
9.0
Rating

Ringkasan

"Ah, Masukin, Om!" Berawal dari Rama yang menginap di rumah sahabatnya, siapa sangka jika hal itu membuatnya terjebak perasaan dengan Tiara, anak dari sahabatnya sendiri. Mengingat perbedaan usia yang sangat jauh, mungkinkah kalau perasaan itu adalah cinta? Atau hanya nafsu semata?

MetropolitanBillionaireDewasaPerselingkuhanOne-night StandWanita CantikNovel MemuaskanPlot TwistSelebritiGenit

1. Ah, Masukin, Om!

“Ah, cepat masukin, Om! Tiara udah nggak tahan lagi nih!” Wajah gadis cantik berusia 20 tahun itu cemberut menahan kesal. Sesekali ia memejamkan matanya, merem melek menahan sesuatu yang nyaris tak bisa ia tahan di bawah sana.

“Iya sabar dong, Tiara. Ini juga Om lagi masukin,” sahut Om Rama sedikit ketus, sambil sesekali ia berdecak karena usahanya tak kunjung berhasil.

“Ah, susah banget sih masuknya!" gerutunya.

Ia berulang kali mencoba memasukkan beberapa kunci kecil ke dalam lubang kunci di pintu kamar mandi. Sudah beberapa kunci yang ia coba, tapi masih belum ada yang cocok. Kejadian ini sudah berlangsung sejak beberapa menit lalu. Om Rama sudah hampir menyerah, sampai akhirnya satu bunyi klik terdengar.

Klik!

Kunci itu cocok!

"Huh! Akhirnya!"

Pria bertubuh tinggi tegap itu pun segera membuka pintu kamar mandi, dan karena sudah tak tahan menahan buang air kecil sejak tadi, Tiara buru-buru berlari secepat kilat melompat di ambang pintu kamar mandi itu.

"Minggir, Om! Tiara udah nggak tahan nih!"

Brakk!

Begitu tiba di dalam, gadis itu membanting pintu dan menguncinya dari dalam.

Tak lama setelah itu, bunyi kran terdengar jelas dari luar. Rama menggelengkan kepala dan segera berjalan menuju ke ruang tamu.

“Huh! Ada-ada saja. Hari udah malam begini, tapi malah ada drama pintu kamar mandi yang nggak bisa kebuka segala,” sungutnya kesal.

Pria berusia 40 tahun itu menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa empuk. Tangan kekarnya yang berurat, mulai melepaskan dasinya secara perlahan. Jasnya ia gantungkan begitu saja di sandaran sofa, dan kancing kemeja bagian atas juga ia lepas.

“Kalau nggak keburu malam, mendingan aku pulang saja. Daripada aku harus nginep di rumah Ferdi dan ada putrinya yang manja itu,” gerutu Rama seraya menyisir rambutnya ke atas menggunakan kedua tangannya.

Wajahnya tampak lelah, sementara dasinya sudah melorot separuh, menandakan betapa panjangnya hari itu baginya.

Rama adalah sahabat dekat Ferdi, papanya Tiara. Mereka sudah bersahabat sejak awal bekerja di perusahaan yang sama dua puluh tahun lalu. Namun sore ini, Ferdi sempat menelpon dengan suara tergesa, memberi tahu bahwa dirinya harus lembur karena ada rapat mendadak dengan klien penting. Ia meminta tolong kepada Rama untuk menjemput Tiara yang baru selesai latihan senam di studio dekat taman kota.

Demi menghormati sahabatnya itu, mau tak mau Rama mengangguk setuju. Lagipula dia sudah berencana pulang lebih awal dari kantor hari ini, tepat pukul setengah tujuh malam.

“Sekalian mampir aja deh,” pikirnya waktu itu.

Lagipula, Tiara sudah dianggap seperti anak sendiri. Gadis itu memang manja, tapi hatinya lembut, selalu tahu cara meluluhkan siapa pun yang kesal padanya.

Tiara bahkan sering bercanda memanggil Rama dengan sebutan Om Superhero, karena baginya Rama selalu datang di saat yang tepat. Entah untuk menjemput, membantu membetulkan barang rusak, atau sekadar menemani nonton film ketika Ferdi sedang sibuk. Walau sebenarnya, Rama sering merasa kewalahan menghadapi tingkah laku Tiara yang kekanak-kanakan.

Ketika tadi mereka sampai di rumah Tiara, gadis itu segera berlari terburu-buru ke dalam dengan wajahnya panik.

“Om, Om! Aku kebelet banget!” serunya.

Tapi sialnya, pintu kamar mandi terkunci dari dalam, dan entah bagaimana bisa begitu. Tiara menggenggam segepok kunci dan menyodorkannya ke Rama dengan ekspresi hampir menangis.

“Om coba aja satu-satu ya,” katanya, menahan diri agar tidak melompat-lompat.

Rama menarik napas panjang. “Duh, drama lagi. Rumah sebesar ini, kunci aja bisa jadi teka-teki.”

Ia mencoba beberapa kunci, tapi tetap gagal. Butuh hampir sepuluh menit sebelum akhirnya Tiara bisa masuk ke kamar mandi.

“Malam ini benar-benar full drama! Capek sekali rasanya,” gumam Rama sambil menggantungkan jas di lengannya dan bersiap keluar.

Pria itu melangkah menuju pintu depan, pikirannya sudah membayangkan betapa nikmatnya kasur empuk dan segelas kopi hangat di rumahnya sendiri.

Namun tiba-tiba, suara langkah kecil terdengar tergesa dari belakang.

“Loh, Om Rama mau ke mana?” tanya Tiara sambil berlari kecil menghampirinya.

Rambutnya tampak sedikit basah, dan kaus longgar yang ia kenakan membuatnya tampak seperti anak kecil yang baru saja selesai main. Namun, tatapan mata Rama tiba-tiba terpaku.

Ia ingin berpaling, tapi rasanya tak bisa. Mata coklatnya itu justru terus mencuri pandang pada setiap lekuk tubuh Tiara. Gadis itu mengenakan kaos oversize, tapi bagian payudara nya masih tetap membusung dan menonjol sangat besar hingga berayun-ayun saat ia bergerak.

Kaos itu dipadukan dengan celana hot pants tipis ketat berwarna hitam yang mencetak area segitiga tembam milik Tiara. Panjangnya yang hanya satu jengkal di bawah paha, membuat kaki jenjang dan paha putih mulusnya terekspose dengan jelas.

Rama tiba-tiba merasa sesak nafas. Bahkan untuk menelan ludah pun rasanya susah. Ia tak bisa berkedip menatap Tiara. Tubuh anak sahabatnya itu entah sejak kapan bisa jadi seseksi ini.

“Oh Tiara. Rupanya kamu sudah tumbuh jadi gadis dewasa,” batinnya kagum, dan tiba-tiba merasakan ada sesuatu yang bangun di bawah sana.