Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5. Kenapa Aku Tak Melihatnya Pulang

Malam ini ada sebuah pesta yang di selenggarakan di ballroom sebuah hotel yang sangat mewah di kota New York. Pemilik hotel mewah ini adalah salah seorang pengusaha terkenal yang juga berkecimpung di dunia politik. Semua tamu undangan pasti juga mengenalnya.

Semua pengusaha di Amerika akan mendatangi pesta tersebut. Acara berkumpul dan membicarakan bisnis tentunya. Arsen sebenarnya enggan untuk datang. Namun agar identitas aslinya tetap aman ia harus mendatangi acara-acara seperti ini.

Setelah selesai mengganti pakaiannya ia segera bergegas menuju lobby kantornya dan meminta Rudolf untuk segera menuju tempat pesta diadakan.

Arsen berjalan memasuki ballroom dengan santai, semua mata memandang dirinya. Sepertinya pesta sudah lama dimulai, dan ia baru saja datang. Namun ia tak peduli.

Kedatangannya benar-benar menyita perhatian tamu undangan yang lain. Bukan hanya wanita, bahkan para pria pun melakukannya.

Hendrik Willcout selaku Wali Kota New York langsung menghampirinya. Ia langsung mengulurkan tangannya pada Arsen untuk berjabat tangan. Siapa yang tidak mengenal Arsenio Orlando Lazcano pemilik Lazcano's Corps yang kini menempati urutan pertama di sebagai pengusaha Nomor 1 versi majalah Forbes.

Hendrik Willcout ditemani oleh kepala Jaksa Wilayah kota New York dan beberapa petinggi kota lainnya. Sedangkan Arsen hanya ditemani oleh Ivanov. Sedangkan anak buahnya menunggu diluar gedung.

Arsen langsung menyambut uluran tangan Hendrik dan beberapa orang lainnya. Tentu saja Arsen di sambut dengan sangat baik, karena bagaimanapun Lazcano's Corps memberikan sumbangan yang besar bagi kota New York.

Bahkan Hendrik berencana untuk mengenalkan putrinya pada Arsen. Corry Willcout, ia menginginkan menantu yang terbaik seperti Arsenio Orlando Lazcano. Apalagi sekarang ia melihat, Arsen tidak membawa pasangannya sama sekali. Membuatnya senang.

"Bagaimana kabarmu, Mr. Lazcano?" tanya Hendrik basa-basi.

"Baik, bagaimana denganmu?"

"Selalu baik!" seru Hendrik dengan penuh semangat namun tetap berwibawa.

Seorang pelayan pria mendatangi mereka sambil membawa beberapa gelas champagne. Arsen dan Hendrik serta beberapa orang yang bersama mereka mengambil gelas tersebut. Mereke pun bersulang dan mulai meneguk champagne tersebut.

"Aku ingin mengenalkan putriku padamu!" bisik Hendrik di dekat telinga Arsen. Arsen ingin menolak. Namun,ia tidak mungkin melakukannya. Sehingga, lelaki itu hanya tersenyum samar. Ia tidak bisa bertindak sesuka hatinya jika dalam kondisi seperti ini.

Seorang wanita cantik dengan rambut pirang tergerai menghampiri mereka. Tubuh indahnya dibalut dengan gaun biru yang memperlihatkan lekukan tubuhnya. Dia terlihat sangat sempurna.

Dia adalah Corry Willcout, seorang dokter muda dan anak dari seorang wali kota. Kecantikan yang dimilikinya serta tubuhnya yang sempurna membuatnya tampak seperti seorang model papan atas.

"Mr. Lazcano!" seru Corry dengan sopan dan anggun seraya mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

Begitu Arsen mengulurkan tangannya untuk menerima jabatan tanganya tersebut Corry kembali berujar, "Corry … Corry Willcout."

"Senang berkenalan denganmu, Nona Corry!" seru Arsen sopan kemudian menarik kembali tangannya.

Arsen tampak melihat raut ketertarikan Corry padanya. Bukan terlalu percaya diri, tetapi ia dapat merasakannya. Dan ia tidak menyukainya.

Namun Arsen tak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya mencoba untuk membangun tembok penghalang diantara mereka.

Arsen hanya menanggapi Corry seperlunya saja, tanpa memberinya harapan. Membuat Corry tampak kecewa. Tapi itu lebih baik, karena Arsen sama sekali tidak berniat untuk menjalin hubungan dengan wanita mana pun, ia tidak memerlukannya untuk saat ini.

Pesta berlangsung dengan lancar, hingga waktu menunjukan hampir tengah malam. Entah berapa gelas alkohol yang masuk ke dalam tubuhnya. Membuat kepala Arsen sedikit pengar, dan kepalanya mulai berputar.

Ivanov dengan sigap terus menemani Arsen. Hingga akhirnya Arsen memutuskan untuk pulang. Ivanov dengan setia mengantar Arsen menuju mobil di mana Rudolf sudah menunggunya. Lelaki itu pun dengan sigap segera membukakan pintu untuk Tuannya tersebut.

Arsen duduk dengan santai dikursi belakang. Ia tampak memicingkan matanya untuk meilhat jam di tangannya. Matanya sudah sedikit mulai kabur akibat alkohol yang dikonsumsinya.

"Bawa aku ke apartemen," perintahnya pada Rudolf yang sedang fokus dengan setir mobil ditangannya.

"Baik, Tuan."

Jarak menuju mansion miliknya akan memakan waktu yang lebih lama. Sehingga Arsen memilih untuk pulang ke apartemen yang jaraknya lebih dekat.

Lima belas menit kemudian, Arsen sudah sampai di depan pintu apartemen miliknya. Ia bisa membuka code pintu kamarnya, meskipun ia sempat berjalan terhuyung saat memasuki lift.

Tanpa memperdulikan apapun Arsen segera melonggarkan dasi yang dikenakannya dan melepaskannya, ia menaruh sembarangan dasi dan jas nya di atas sofa ruang tamu.

Kemudian ia melangkahkan kakinya menaiki tangga untuk mencapai kamar pribadi miliknya yang berada di lantai dua. Tidak mudah menaiki tangga dengan kondisinya yang sedikit mabuk. Ia harus berpegangan pada pegangan tangga agar tak terjatuh.

Begitu sampai di dalam kamar Arsen segera melepas semua pakaiannya, dan menuju kamar mandi untuk membasuh tubuhnya. Kemudian ia memutuskan untuk tidur. Hingga pagi ia harus bangun dan kembali ke kantor.

Sinar matahari pagi membangunkan dirinya yang tertidur lelap, sinarnya masuk dan menerpa matanya melalui celah tirai yang tak tertutup dengan rapat. Perlahan ia mulai membuka matanya, dan mendudukkan tubuhnya.

Kepalanya masih terasa pengar dan pusing akibat alkohol yang semalam diminumnya. Arsen memang jarang mengkonsumsi alkohol. Ia mulai memijat kepalanya pelan karena masih terasa pusing dan berat.

Arsen mulai meregangkan ototnya yang terasa kaku. Kemudian ia mulai turun dari atas tempat tidur, tenggorokannya terasa kering, segelas air putih mungkin dapat menghilangkan dahaganya dan tenggorakan yang kering.

Dengan langkah pasti Arsen mulai melangkah keluar dari kamar. Namun begitu pintu kamar terbuka, tiba-tiba tercium wangi aroma makanan.

Mata Arsen membelalak kaget, bukankah di apartemen ini tak ada siapapun. Arsen segera bergegas turun dan berjalan menuju dapur untuk melihat apa yang terjadi sebenarnya.

Dan saat melihat Lily yang tengah sibuk di dapur, ia pun malah berdiri memerhatikan gadis itu.

Arsen hampir lupa jika ia yang menempatkan gadis itu di dalam apartemen miliknya ini.

Sementara Lily kaget bukan main saat ia melihat kehadiran Arsen di belakangnya.

“Tu- Tuan … sa-“

“Buatkan aku kopi!” titah Arsen.

Lily menaruh kembali sarapan miliknya dan segera membuatkan secangkir kopi untuk Arsen.

'Kenapa aku tidak menyadari kedatangannya?' gumamnya dalam hati seraya mengaduk kopi di cangkir. Kemudian ia menaruhnya di atas nampan dan segera membawanya untuk disajikan pada Arsen.

Dengan perlahan ia mulai menaruh cangkir kopi tersebut di meja di hadapan Arsen.

"Kopinya Tuan. Akan aku buatkan sarapan untuk Anda," ujar Lily dengan takut-takut.

"Hmm." Arsen hanya mengeram untuk memberikan jawaban pada Lily.

Lily segera beranjak pergi menuju dapur dan membuatkan sarapan untuk Arsen.

Setelah menghabiskan sarapannya Arsen kembali ke dalam kamar tanpa mengucapkan apapun.

Lily menghembuskan napas lega, karena berada di dekat Arsen membuat jantungnya berpacu lebih cepat. Aura disekitar Arsen membuatnya bergidik ngeri.

***

Arsen hanya terdiam di mejanya, kini ia sudah kembali berada di kantornya. Ia agak terlambat datang ke kantor. Tetapi, itu bukanlah masalah.

Mengingatnya kejadian tadi pagi di apartemennya, ia jadi teringat pada gadis yang bernama Lily itu. Karena kesibukannya selama ini ia lupa jika ia menempatkan gadis itu di sana.

Masih sedikit rasa pusing bisa ia rasakan, Arsen tak ingat berapa banyak alkohol yang ia minum semalam.

Ia memang jarang untuk minum alkohol seperti itu.

Arsen kembali berkutat dengan pekerjaannya, berkas yang harus ditanda tangani yang sudah menumpuk di atas meja.

Belum lagi ia harus mengadakan rapat dengan anggota Black Nostra karena pemerintah mulai mengejar para mafia.

Mereka harus lebih berhati-hati di luar sana. Beberapa mata-mata yang ia susupkan di pemerintahan pun mulai memberinya kabar untuk lebih berhati-hati lagi dalam bertransaksi.

-TO BE CONTINUE-

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel