Uhibbuka fillah

24
·Subandie EkyDi tengah dentuman bom dan reruntuhan Gaza, ada cinta yang tumbuh tanpa suara , cinta yang hanya bisa diungkapkan lewat doa dan perjuangan. Bukan cinta biasa, melainkan cinta yang disandarkan sepenuhnya kepada Allah: Uhibbuka Fillah, aku mencintaimu karena Allah.
Rafi, seorang relawan medis asal Indonesia, datang ke Gaza bukan hanya untuk menyembuhkan luka-luka fisik, tetapi juga untuk menebus rasa bersalahnya karena pernah menjalani hidup yang jauh dari agama. Di rumah sakit darurat yang penuh jeritan dan darah, ia bertemu Lail—wanita Palestina berhijab hitam dengan sorot mata yang menyimpan lautan luka.
Lail adalah aktivis, simbol perjuangan kaum wanita di tanah Gaza. Empat tahun lalu, ayah dan suaminya syahid dalam serangan udara. Saat itu, ia baru saja menunaikan ijab kabul di pagi harinya. Namun qadarullah berkata lain, di sore harinya, tepat di hari pernikahannya, suami dan ayahnya wafat dalam serangan itu. Bahkan, Lail belum sempat merasakan malam pertamanya. Sedangkan ibunya telah lama wafat saat melahirkan Lail.
Ia menolak pergi, menolak meninggalkan tanah kelahirannya. Ia bertahan, merawat anak-anak yatim, dan tak pernah melepas tasbih dari tangannya. Lail bukan hanya kuat, tapi teguh dalam iman. Diam-diam, Rafi terpesona. Tapi ia tahu, dalam agama, cinta tak boleh sembarangan disandarkan. Ia menundukkan hatinya, menyebut nama Lail hanya dalam sujud panjangnya.
Sementara itu, cinta diam-diam itu diuji ketika Lail menjadi target penculikan tentara Zionis karena video viralnya yang mengutuk penjajahan. Di dalam sel tahanan, Lail diinterogasi, disiksa, bahkan diperkosa oleh tentara Zionis biadab.
Rafi dihadapkan pada pilihan: bertahan sebagai relawan netral, atau menjadi pelindung Lail dalam arti yang sebenarnya.
Dalam dunia yang terbakar kebencian, Rafi memilih jalan cinta yang murni,menikahi Lail bukan karena nafsu, tapi sebagai bentuk perlindungan dan penghormatan. Walau tanpa perkenalan panjang, tanpa waktu untuk berdua, hanya karena Allah. Di malam pertama yang sunyi, Lail menangis. Bukan karena takut, tapi karena inilah cinta paling suci yang pernah ia temui.
Namun, cinta mereka tidak dijanjikan umur panjang. Di tengah serangan Zionis, Rafi berlari membawa seorang anak kecil yang sedang demam tinggi, mencari bantuan perawatan medis. Seketika itu, Rafi tertimpa reruntuhan akibat ledakan yang ditimbulkan oleh tentara Zionis, saat berjuang menyelamatkan nyawa seorang anak. Ia dilarikan ke rumah sakit. Berhari-hari ia dirawat dalam keadaan kritis, hingga takdir berkata lain.
Rafi menghembuskan napas terakhirnya. Di tangan Rafi tergenggam kertas kecil bertuliskan:
> Uhibbuka Fillah, wa as-alullaha an yajma’anā fī jannah.
Aku mencintaimu karena Allah, dan aku memohon agar kita dipertemukan kembali di surga.
RomansaTamat