Kekejaman Andre
Setelah Andre pergi dari apartemennya Selvia tersenyum licik. Andre memang sangat mudah ia bohongi, hanya dengan berpura - pura mengeluarkan air mata dan wajah menyesal sudah membuat lelaki itu luluh.
"Kenapa kamu begitu bodoh Diandra? Jika kamu pakai pikiranmu, seharusnya tahu kalau itu untuk membuatmu pergi secara halus," ujar Selvia sambil menyunggingkan bibirnya.
"Andre ... Andre ... sebaiknya kamu pintar - pintar meluluhkan hati Diandra. Kalau kamu gagal membuat Diandra tunduk padamu, kamu tidak akan bisa jad direktur lagi."
"Saham 20 persen itu lumayan walau tidak bisa dibilang banyak, tapi cukuplah untuk memenuhi kebutuhanku. Apartemen dan mobil ini juga sudah jadi milikku, Diandra tidak akan bisa mengambilnya."
Selvia kembali bersenandung lagu kesukaannya, ia menikmati lagi wine yang tertunda tanpa memikirkan sakit maagh yang baru saja sembuh. Bagi Selvia, ia harus menang dan mendapatkan hidup mewah tanpa perlu bekerja.
Ibarat pepatah, wanita semakin nakal akan menjadi semakin kaya. Begitu juga pria, semakin kaya semakin nakal. Jika tidak ada pria - pria nakal seperti Andre tidak akan mungkin ada seorang wanita penggoda.
Walau di rumah seorang pria sudah memiliki istri yang sempurna dan melayaninya dengan sepenuh hati, tapi seorang pria tetaplah pria yang memiliki sisi liar dan tak puas dengan satu wanita. Meskipun tidak semua laki - laki seperti itu. Ada juga yang setia dan selalu bersyukur dengan kehidupannya.
Untung saja Selvia bertemu dengan Andre. Suami sahabatnya yang memberikannya segalanya dan beruntunglah ia memiliki sahabat seperti Diandra yang mudah ditipunya. Diandra wanita yang beruntung lahir di keluarga kaya, menikah dengan laki - laki tampan, memiliki karir yang sempurna walau tak sekaya keluarga Diandra.
"Suamimu akan menjadi suamiku juga Diandra. Kita sebagai seorang sahabat harus saling berbagi tidak boleh merebut," ucap Selvia sambil mengeluarkan kepulan asap rokok dari bibirnya.
Sementara itu di rumah Diandra
Diandra terbangun saat jam menunjukkan pukul 3 dini hari. Ia tertidur di kamar anak - anaknya, entah mengapa ia ingin sekali pulang ke rumah orang tuanya. Seharusnya nanti pagi saja ia pergi, tapi ia ingin pergi sekarang juga.
Dengan perlahan Diandra membangunkan Richie dan Keira. Memberitahukan pada putra dan putrinya kalau sekarang waktu mereka ke rumah orang tuanya.
"Mau ke mana kamu?" tanya Andre yang tiba-tiba ada di ruang tamu.
Diandra mendongakan kepalanya sambil menggenggam tangan Richie dan Keira dengan angkuh ia berkata, "Aku mau pulang ke rumah orang tuaku. Aku akan memberitahukan semua perselingkuhanmu!"
Andre melirik ke dua anaknya. "Richie bawa adikmu ke kamar."
Richie dan Keira menatap Andre dengan pandangan tak suka.
"Richie, kamu ga dengar perkataan Papa! Kalian sekarang masuk kamar semuanya!" bentak Andre dengan sangat marah.
Tapi Richie dan Keira tetap tak bergeming, Diandra merasakan eratnya genggaman tangan anak-anaknya. Andre sangat marah anak-anaknya tidak mau mematuhinya. Ia pun mengangkat tangannya hendak memukul Richie. Diandra mengetahui hal tersebut langsung melindungi putranya dan badan belakangnya lah yang dipukul Andre.
"Mama," teriak Richie dan Keira bersamaan.
"Jangan pukul Mama lagi, Pa. Jangan Papa," ucap Richie memohon pada Andre.
Keira menangis dengan keadaan rumah yang terasa begitu menyakitkan. Richie memilih mengalah dan menuruti perkataan Andre.
"Apa mau mu? Belum puas menampar aku lalu sekarang mau memukul putramu sendiri! Aku akan bilang semua kelakuanmu sama Papaku!"
Andre sangat marah Diandra akan memberitahukan Fadli Susilo. Ia tak bisa membiarkan Diandra melakukan hal tersebut.
Plak!!
Lagi - lagi Andre melayangkan tangannya menampar pipi Diandra dengan keras. Memukul ulu hati Diandra dengan tinjunya. Diandra merasakan sangat kesakitan, ia pun terjatuh di lantai meringkuk menahan rasa sakit akibat pukulan Andre.
Andre menendang kaki Diandra. Membuatnya berteriak kesakitan. Diandra berpikir, kali ini tidak boleh pasrah di pukuli Andre. Kelakuan Andre memang benar - benar bangsat dan bajingan. Laki-laki pengecut yang beraninya memukuli wanita, bukan lawan yang seimbang untuk tenaga seorang wanita. Ia kemudian berdiri berhadapan dengan Andre, menatap mata laki-laki kasar itu dan melayangkan tangannya menapar pipi Andre dengan seluruh tenaganya yang masih tersisa.
Andre memegang pipinya, ia terkejut Diandra membalas tamparannya.
"Dasar jalang berani - beraninya kamu menamparku," teriak Andre lalu menjambak rambut Diandra dengan emosi.
Dijambak oleh Andre membuat Diandra berteriak kesakitan. Sangat sakit terasa rambutnya akan copot dari kulit kepalanya. Tangan Diandra meraba - raba tubuh bagian bawah Andre, dengan penuh emosi Diandra mencengkram dengan erat dan meremas junior Andre. Andre berteriak kesakitan saat juniornya diremas - remas dengan sekuat tenaga oleh Diandra membuatnya secara refleks mendorong Diandra jatuh ke lantai.
Andre sangat kesakitan, ia tak pernah menyangka kalau bagian sensitif miliknya akan menjadi korban kemarahan Diandra. Wajah Andre memerah, suaranya tercekak, rasa panas dan sakit hingga kebagian saraf - saraf seolah membakar desiran darah di seluruh urat nadinya. Diandra tersenyum puas saat Andre meringkuk kesakitan.
"Perempuan bangsat, jalang," teriak Andre emosi.
Dengan penuh amarah Andre pun menggoyang-goyangkan tubuh Diandra secara kencang membuat kepala Diandra menjadi pusing lalu mendorongnya sampai terjatuh di lantai. Andre melepaskan ikat pinggangnya melepaskan dan mencambuk tubuk Diandra.
"Aaakh," teriak Diandra kesakitan.
"Rasakan ini jalang!" Andre akan kembali melayangkan cambukan untuk kedua kalinya.
"Ampuuun," teriak Diandra sambil menutup matanya. Ia takut, sangat takut.
Dug!
Tiba-tiba terdengar suara benturan bersamaan Diandra juga tidak merasakan cambukan Andre di tubuhnya. Diandra membuka matanya betapa terkejutnya ia saat melihat Mia, asisten rumah tangganya memegang sebuah guci. Tubuh Andre tergeletak di lantai tak sadarkan diri.
"Ma–maafkan saya, Bu," ucap Mia tergagap sambil melepaskan guci di lantai.
Prang!
Suara nyaring guci terjatuh di lantai membuat ia terkejut.
"Sa–saya ha–rus bagaimana Bu? Saya membunuh Pak Andre," ujar Mia dengan wajah pucat.
Diandra menggelengkan kepalanya. Andre tidak boleh mati, laki-laki bajingan itu tidak boleh mati dengan secepat ini terlalu mudah bagi Andre untuk mati tanpa merasakan kesakitan. Dengan napas terengah-engah ia memeriksa hidung Andre, saat merasakan masih ada napas yang keluar dari hidung Andre. Ia menatap Andre dengan penuh dendam.
"Mbak Mia, kita pergi dari rumah ini," ucap Diandra.
"Tapi, saya membunuh Pak Andre, Bu. Saya ga mau di penjara." Mia menangis menyesali perbuatannya.
Diandra menatap Mia dengan sedih. Ini bukan kesalahan Mia, ia yakin pasti asisten rumah tangganya itu ingin membantunya. "Andre ga mati. Dia cuman pingsan, ayo kamu ikut aku, tapi bantu aku dulu menyeret tubuh Andre ke dapur."
"Ta–tapi Bu ...."
"Mia ... Mia ... lihat aku."
"Bukan sa—"
"Mia lihat aku!" Diandra menggoyangkan tubuh Mia.
"Mia, kamu harus fokus! Andre tidak mati. Kamu tidak membunuh Andre, mengerti!" ucap Diandra menatap Mia dengan tegas.
"I–iya Bu."
Mia membantu Diandra menyeret tubuh Andre yang tak sadarkan diri. Diandra sengaja membawa tubuh Andre ke dapur agar pas anak - anaknya lewat di ruang tamu tidak melihat Andre. Ia takut Richie dan Keira menjadi semakin trauma dan ketakutan.
"Mia, aku mau ambil mobil dulu dari garasi sambil membawa baju - baju dan kamu jemput anak - anak di dalam kamar. Harus cepat jangan lama - lama," perintah Diandra.
"Bagaimana dengan baju - baju saya, Bu."
"Nanti kita ambil lagi sekarang kita harus secepatnya pergi dari sini."
"Iya Bu."
Setelah memastikan Mia, Richie, dan Keira di dalam mobil dengan secepatnya Diandra melajukan kendaraannya. Ia harus pulang ke rumah orang tuanya, hanya tempat itu lah ia bisa berlindung dari Andre.
*****
- Part ini aku semakin emosi jiwa dengan kelakuan laki-laki ga tau diri itu!! Inginku berkata kasar kalau ga mikir di sensor oleh pihak Dreame hihihi... kadang mikir kok bisa Diandra kuat menghadapi Andre, kl aku udah tak potong-potong jadi sate tuh mahluk ga tau diri. Maafkan aku yaa ikutan emosi-
