Bab 3 Di Kelasnya Raffa
Angela berdiri di depan kelasnya Raffa. Ini jam istirahat. Angela celingukan ke arah dalam kelas untuk mencari Raffa. Beruntunglah Raffa ada di kelasnya di jam istirahat inj. Kalau saja Raffa tak ada di kelasnya, Angela berniat tanya pada teman sekelasnya dimana Raffa sekarang. Ada hal yang menurutnya penting untuk dibahas bersama Raffa.
”Raffa !” panggilnya.
Raffa yang sedang mengobrol dengan temannya segera menoleh ke arah Angela. Wajahnya terlihat terkejut
”Kak Angela kok ke sini ?” tanyanya ketika Angela sudah mendekati bangkunya. Ia yang semula duduk mengobrol dengan temannya langsung berdiri menyambut Angela.
”Memangnya kenapa ? Kelasmu nggak boleh dimasukin murid dari kelas lain gitu ?”
”Nggak kak. Bukan. Bukan itu. Maksud saya, kenapa kak Angela nggak ke ruang OSIS saja, terus nyuruh saya nemuin kakak di sana,”
Angela meresponnya dengan senyuman lebar.
”Itu karena kelasmu lebih dekat dari tangga ketimbang ruang OSIS,” jawabnya.
Raffa tertawa ringan. Tiga orang temannya Raffa yang tadi mengobrol bersama ikutan tersenyum mendengar jawaban Angela itu.
”Mari, Kak silahkan duduk sini !”
Raffa mempersilahkan Angela duduk di bangku nomor dua dari depan. Tempat yang tadi ia duduki sewaktu mengobrol. Tiga orang teman Raffa langsung menyingkir.
Sedangkan Raffa menarik kursi yang ada di depannya agar menghadap ke arah Angela. Setelah keduanya duduk saling berhadapan barulah Angela memulai percakapan. Ia menyodorkan proposal yang kemarin diberikan Raffa kepadanya.
”Ini soal anggaran mendatangkan artis, beneran nih cuma segini ini besarnya anggaran yang dibutuhkan ?”
”Iya kak,”
”Kok murah? Tahun lalu biaya ngedatengin artisnya nyampai 2 x lipat dari harga ini lho,”
”Oh itu. Begini kak, acara Pensi tahun ini kan ada unsur kegiatan amalnya, saat ini kan lagi banyak musibah, seperti gunung meletus dan banjir, jadi kami panitia Pensi mengupayakan kalau penjualan tiket nanti setelah dipotong untuk segala keperluan Pensi, keuntungannya akan disumbangkan di komunitas yang menangani kegiatan sosial semacam ini. Dan sewaktu tahu kalau Pensi nanti ada unsur kegiatan amalnya, artisnya ngasih harga khusus gitu kak,” jelas Raffa panjang lebar.
Angela terkejut. Dahinya terlihat mengerut. Mulutnya melongo.
”Serius ini, Raff ?”
”Iya kak. Saya udah ketemu sama artis dan managementnya. Kakak saya kebetulan kerja di radio. Artis yang akan kita undang nanti itu, baru aja promo album di radio tempat kakak saya kerja. Makanya saya bisa nemuin artis itu lebih dulu. Terus dibantuin kakak saya melobby juga sih. Dan akhirnya dapat harga segitu itu,”
”Wouw...jadi kamu sudah ketemu artisnya dan melobby-nya langsung ?” sahut Angela tak percaya.
”Sudah kak...artis dan manajemennya sudah saya temui beberapa hari lalu sebelum saya membuat proposal ini dan menyerahkannya ke kakak?”
”Wah, hebat ! Udah bisa jalan sendiri melobby artis. Tahun lalu panitia sampai dibantu Wakasek Kesiswaan buat melobby-nya,”
Raffa hanya tersenyum tipis.
”Kebetulan aja mungkin kak. Nasib baik. Niat awalnya sih buat cari info biaya mengundang dia, sekalian cek info jadwalnya dia kosong apa nggak pas Pensi kita nanti. ” jelas Raffa.
Angela meresponnya dengan senyuman tipis. Karena apa yang ditanyakannya sudah dapat jawaban yang jelas, Angela segera minta Raffa menggandakannya.
”Ya udah kalau gitu, gandakan jadi 3 jilidan proposalnya ya ! Satu buat file OSIS. Satu nanti buat diberikan ke kepala sekolah, dan yang satu lagi untuk diserahkan ke yayasan,”
Raffa mengangguk.
”Kalau sudah digandakan, nanti serahkan ke aku! Ntar aku tandatangani. Terus kita bareng-bareng nemui kepala sekolah dan pihak yayasan,”
Kembali Raffa mengangguk. Setelah merasa urusannya dengan Raffa selesai, Angela segera beranjak dari duduknya. Ia berniat meninggalkan kelasnya Raffa. Jam istirahat berakhir sebentar lagi. Raffa juga ikut berdiri saat melihat Angela berdiri.
”Raffa, boleh aku minta nomor teleponmu ? Biar aku bisa komunikasi sama kamu lewat WA gitu?”
”Boleh kak. Boleh banget,” sahut Raffa sembari tersenyum.
Angela mengeluarkan ponsel dari saku bajunya. Ia menyerahkan ponselnya ke arah Raffa.
”Coba kamu tulis sendiri nomormu di sini !” kata Angela.
Raffa meraih ponsel milik Angela. Ia lantas mengetikkan nomor ponselnya. Beberapa detik kemudian ia mengembalikan ponsel itu ke Angela.
”Kalau sudah punya nomor gini kan enak, bisa komunikasi cepat kalau ada yang perlu kita bahas dengan segera,” kata Angela seraya menekan tombol panggilan dari ponselnya. Terdengar bunyi ponsel dari arah saku bajunya Raffa.
”Itu nomorku. Save ya Raff !”
Raffa mengangguk. Tangannya bergerak mengambil ponselnya dan menekan tombol menyimpan kontak.
”Kemarin waktu saya ketemu Kak Angela, sebenarnya juga mau nanyain nomor teleponnya kakak, tapi karena takut dikira kurang sopan, akhirnya saya nggak jadi minta nomornya Kak Angela,” ujar Raffa sembari memasukkan lagi ponselnya ke dalam saku.
”Ya nggaklah Raff. Kalau untuk urusan OSIS gini masih sopan-sopan aja kok minta nomor ponselku,” ujar Angela seraya tersenyum.
Usai berkata seperti itu Angela pamitan kembali ke kelasnya. Saat ia keluar dari kelasnya Raffa, bel masuk pelajaran terdengar. Angela bergegas turun ke bawah.
Sementara itu, di dalam kelas, Raffa diledek teman-temannya.
”Cieeee....dimntain nomor teleponnya sama ketua OSIS....,” seloroh salah satu temannya.
Raffa hanya meresponnya dengan cengiran di mukanya.
”Boleh aku minta nomornya Kak Angela ?” pinta salah seorang teman Raffa yang bertubuh jangkung, kurus dengan potongan rambut belah tengah.
”Jangan...nanti kalian mengganggunya,” sahutnya. Raffa menonaktifkan ponselnya dan memasukkannya ke dalam tas ranselnya.
”Eh, dia jomblo sekarang. Udah putus sama pacarnya yang kemarin itu. Jadi siapa pun boleh mendekatinya,” kata teman Raffa yang bermata sipit.
Raffa kembali membuat cengiran di wajahnya
”Pepet terus, Raff ! Siapa tahu kamu bisa jadi pacarnya,” canda temannya yang berkulit gelap.
Lagi-lagi cuma cengiran yang ditunjukkan Raffa.
